Optimisme GAPKI Hadapi Tantangan Industri Sawit Nasional
- Industri sawit nasional tengah menghadapi tantangan yang kompleks. Sebab, perhatian pada lanskap perdagangan global yang berubah, penerapan tata kelola yang tepat, serta kebijakan bauran energi akan menjadi faktor penting dalam penentuan masa depan industri sawit nasional.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menyertakan tiga strategi menghadapi tantangan tersebut. Optimisme tersebut sendiri didasari sejumlah sinyal. Mulai dari data September 2025 yang menyatakan produksi melonjak lebih dari 43 juta ton atau 11 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Pada sisi ekspor, termasuk CPO dan turunannya, oleokimia, serta biodiesel juga mencapai lebih dari 25 juta ton, dengan angka 13,4 lebih tinggi dari tahun lalu.
Angka ini menyuplai dengan devisa yang menakjubkan sebesar yakni USD 27,3 miliar yang berarti 40 persen lebih tinggi dari tahun lalu. Sementara di dalam negeri, konsumsi domestik tetap di angka 18,5 juta ton dibandingkan 17,6 juta ton pada tahun lalu.
“Kinerja industri sawit menunjukkan sedikit percepatan dibandingkan periode yang sama,” kata Eddy Martono saat memberi sambutan pada pembukaan 21st Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) di Bali, Kamis (13/11).
Selanjutnya, Eddy pun mengingatkan bahwa angka-angka itu sebagai “wake up call” bahwa perlu dilakukan strategi yang tepat menyangkut tiga lingkup penting bagi industri sawit nasional.
Terkait perdagangan global, Eddy Martono menilai bahwa peluang pertumbuhan industri kelapa sawit nasional masih sangat besar.
Salah satu momentum penting yang membuka akses lebih luas ke pasar dunia adalah tercapainya Indonesia–EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA), yang menjadi tonggak baru dalam hubungan dagang Indonesia dengan Uni Eropa sebagai salah satu pasar terbesar di dunia.
Namun, Eddy mengingatkan bahwa kehadiran Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EU’s Deforestation Regulations atau EUDR) menuntut para pelaku industri untuk bersikap lebih strategis, disiplin, dan menunjukkan komitmen nyata terhadap nilai-nilai positif yang melekat pada industri sawit nasional.
Menurut Eddy, EUDR bukan sekadar sebuah regulasi, melainkan cermin yang mencerminkan sistem yang perlu dibangun dan diterapkan dalam industri sawit Indonesia. Ia menegaskan, informasi yang keliru mengenai industri ini harus diluruskan melalui data dan fakta yang akurat, sementara standar yang ditetapkan oleh pihak Eropa perlu dijawab dengan penerapan standar yang lebih tinggi dan lebih baik.
Sementara itu, pada strategi kedua terdapat penguatan tata kelola yang menjadi fokus utama. Eddy menilai bahwa sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) harus benar-benar diperkuat agar tidak sekadar menjadi simbol semata. Ia menegaskan bahwa ISPO, sebagai produk kebanggaan nasional dan bukti kedaulatan Indonesia, harus mampu menjadi tolok ukur emas (gold standard) di tingkat global.
Setelah memperkuat pondasi di dalam negeri, Eddy juga menekankan pentingnya membangun persepsi positif di luar negeri. Dunia internasional, katanya, perlu memahami bahwa penerapan prinsip keberlanjutan dalam industri sawit Indonesia bukan sekadar slogan. “Sustainability adalah komitmen GAPKI,” tegas Eddy.
Lebih lanjut, Eddy menyampaikan apresiasi GAPKI terhadap kebijakan pemerintah di bidang biofuel. Program B35 dan B40 dinilainya sebagai langkah visioner dan tepat sasaran, karena selain memperkuat permintaan domestik terhadap minyak sawit, juga berkontribusi pada pengurangan emisi dan memberikan manfaat nyata bagi petani sawit.
Agar kebijakan tersebut dapat berjalan konsisten dan berkelanjutan, Eddy berharap sinergi antara pemerintah dan pelaku industri terus ditingkatkan. Ia menekankan bahwa sebagai komoditas strategis nasional, kelapa sawit memerlukan lingkungan regulasi yang stabil dan dapat diprediksi.
Dengan kepastian hukum yang kuat, industri sawit Indonesia akan lebih mudah beradaptasi dan menjadi pemain global yang lincah, bahkan saat menghadapi berbagai regulasi yang berpotensi menghambat di dalam negeri.
“Untuk mendorong pertumbuhan, kita membutuhkan setiap bagian dari mesin pemerintahan kita bekerja secara harmonis,” ujar Eddy Martono.
Selain berupaya menjadikan industri kelapa sawit sebagai penopang utama surplus perdagangan Indonesia dan sumber devisa ekspor unggulan, berbagai strategi yang dijalankan GAPKI juga bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat dan peluang dari industri ini dapat dirasakan langsung oleh inti sektor sawit nasional, yakni para petani kecil.
Selama beberapa tahun terakhir, GAPKI secara konsisten mengadakan kompetisi untuk memilih koperasi petani kecil paling produktif di Indonesia.
Tahun ini, GAPKI mengumumkan bahwa koperasi pemenang berasal dari Kutai Timur, Kalimantan Timur, dengan capaian produktivitas 37,4 ton tandan buah segar (TBS), angka yang 9 persen lebih tinggi dari rata-rata nasional dan sedikit melampaui rekor pemenang tahun sebelumnya sebesar 37 ton TBS.
Selain mendukung petani kecil, GAPKI juga berkomitmen mengembangkan potensi generasi muda Indonesia. Dalam pembukaan IPOC 2025, GAPKI menyoroti antusiasme luar biasa yang muncul dari ajang Hackathon Minyak Sawit Nasional 2025, di mana 139 tim mahasiswa dari 35 universitas di seluruh Indonesia berpartisipasi, membawa berbagai ide digital inovatif untuk mentransformasi industri sawit nasional.
Gelaran tersebut melahirkan Tim BiFlow dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya sebagai juara. Mereka meraih kemenangan melalui inovasi berjudul “RAPIDS”, sebuah proyek cerdas yang memanfaatkan teknologi pembelajaran mesin dan radar non-invasif untuk deteksi dini penyakit Ganoderma Boninense, terobosan yang dinilai dapat merevolusi praktik budi daya kelapa sawit secara berkelanjutan.
Tag: #optimisme #gapki #hadapi #tantangan #industri #sawit #nasional