Bukan Modal, Kegagalan Startup Asia Tenggara Berakar dari Masalah Struktural
— Tingginya angka kegagalan startup di Asia Tenggara bukan semata akibat paceklik pendanaan, melainkan karena persoalan yang lebih mendasar, yakni tata kelola yang rapuh dan desain bisnis yang keliru.
Hal ini terungkap dalam whitepaper The Corporate Venture Valley of Death yang dirilis oleh venture builder Wright Partners bersama konsultan inovasi MING Labs lewat program Corporate Venture Launchpad (CVL) 3.0 yang didukung Economic Development Board (EDB) Singapura.
Laporan itu menyebut, meskipun investasi di kawasan terus mengalir deras, banyak startup, baik yang didanai modal ventura (VC) maupun dibangun korporasi, tumbang karena kesalahan struktural sejak fase awal.
Ilustrasi startup, perusahan rintisan.
“Tanpa tata kelola yang kuat, founders yang tepat, dan disiplin eksekusi, kegagalan akan terus berulang,” kata Ziv Ragowsky, Founding Partner Wright Partners dalam siaran pers, Senin (27/10/2025).
Lemahnya tata kelola dan minimnya pendiri berpengalaman
Wright Partners menilai, sekitar 90 persen startup secara global gagal bertahan, dan pola serupa terlihat di Asia Tenggara.
Namun, alih-alih disebabkan oleh “musim kering pendanaan”, akar persoalan justru ada pada struktur internal yang lemah.
Menurut Arnold Egg, Founding Partner Wright Partners, banyak startup di kawasan ini kolaps karena tata kelola yang belum matang, pengawasan yang minim, dan kecenderungan pendiri mengejar tren alih-alih kebutuhan pasar nyata.
“Yang kami lihat di Asia Tenggara bukan semata soal ketersediaan modal, melainkan soal struktur. Tanpa pembenahan hal-hal mendasar tersebut, sebesar apa pun investasi sulit melahirkan bisnis yang berkelanjutan,” ujar Egg.
Ilustrasi startup, perusahan rintisan.
Di Indonesia, fenomena ini tampak dari kasus TaniHub, Investree, dan eFishery. Ketiganya sempat mencuri perhatian investor dan publik, tetapi kemudian tersendat akibat masalah tata kelola dan ekspansi agresif yang sulit dipertahankan.
Kondisi serupa juga diperparah oleh kesenjangan kualitas pendiri.
Dibanding Silicon Valley, Asia Tenggara masih kekurangan “second-time founders” atau pengusaha berpengalaman yang telah melewati siklus gagal-bangun kembali (fail-fast learning).
Contoh dari Singapura: disiplin proses dan pendanaan bertahap
Dalam laporan itu, Wright Partners dan MING Labs juga menyoroti model corporate venture building di Singapura sebagai contoh praktik tata kelola yang lebih disiplin.
Melalui program CVL 3.0, pendanaan tidak diberikan sekaligus, melainkan bertahap sesuai pencapaian validasi pasar. Pendekatan ini dinilai menekan risiko, memperjelas akuntabilitas, dan mendorong ketahanan jangka panjang.
Sejumlah startup lulusan program tersebut berhasil memperoleh pendanaan lanjutan dan tumbuh lebih sehat.
Model ini disebut dapat menjadi referensi bagi ekosistem di Indonesia untuk menghindari apa yang disebut Wright Partners sebagai “valley of death” atau fase paling rawan dalam perjalanan awal startup.
Tiga akar masalah kegagalan startup
Whitepaper The Corporate Venture Valley of Death merangkum lebih dari 15 wawancara dengan pimpinan corporate venture dan studi kasus di Asia Tenggara.
Tiga penyebab utama kegagalan yang paling sering ditemukan adalah sebagai berikut.
- Kekeliruan analisis masalah sejak awal,
- Ketidaksesuaian struktur kepemilikan dan insentif, serta
- Disiplin eksekusi yang lemah.
Ilustrasi startup, perusahan rintisan.
“Ketahanan lahir dari struktur, bukan sekadar hype,” ujar Sebastian Mueller, Founding Partner MING Labs.
“Melalui pendekatan governance-first, pendanaan yang disiplin, dan keselarasan di struktur pendiri, kita bisa memperpendek valley of death baik untuk ventura korporat maupun startup VC," imbuhnya.
Catatan untuk ekosistem startup Indonesia
Temuan Wright Partners memberi sinyal penting bagi lanskap startup Indonesia yang tengah berbenah pascaguncangan beberapa tahun terakhir.
Ketika sumber modal tidak lagi semurah dulu, kemampuan bertahan kini bergantung pada fundamental model bisnis, governance, dan kualitas pendiri, bukan sekadar kecepatan membakar dana.
Dalam konteks ini, strategi venture building berbasis disiplin struktur, seperti yang diterapkan di Singapura, bisa menjadi pelajaran bagi investor dan korporasi lokal yang ingin menciptakan bisnis berkelanjutan, bukan sekadar mengejar valuasi.
Tag: #bukan #modal #kegagalan #startup #asia #tenggara #berakar #dari #masalah #struktural