''Dag Dig Dug Ser'' Format Anyar Liga Champions Eropa
Dominik Szoboszlai (kanan) merayakan gol dengan Alexis Mac Allister dalam pertandingan sepak bola Liga Champions Inter Milan vs Liverpool di Stadion San Siro di Milan, pada 9 Desember 2025. (Foto oleh Stefano RELLANDINI / AFP)(AFP/STEFANO RELLANDINI)
06:05
12 Desember 2025

''Dag Dig Dug Ser'' Format Anyar Liga Champions Eropa

MULAI musim 2024/2025, format Liga Champions Eropa atau UEFA Champions League (UCL) berubah. Ini berlaku juga pada kompetisi kasta kedua dan ketiga di benua biru itu.

Sejak musim lalu, tak ada lagi grup di mana sekian klub, antara 5-6, berhimpun menjadi satu dan melakoni partai home and away dalam sistem kompetisi penuh.

Sebagai penggantinya, saban klub peserta UCL terikat dengan--katakan saja "grup bayangan"--yang sangat acak (random) di mana setiap klub harus melakoni 8 laga dalam fase awal.

Delapan laga itu setara dengan 8 klub berbeda. Dalam format anyar, setiap klub kebagian jatah main 4 laga di kandang (home) dan 4 laga tandang (away).

Chesea contohnya, musim ini terundi mendapat 8 lawan, yakni Bayern Muenchen, Benfica, Ajax Amsterdam, Qarabag, Barcelona, Atalanta, Pafos dan Napoli.

The Blues, yang dalam beberapa musim terakhir absen, bertandang ke Muenchen, Qarabag, Atalanta dan Napoli. Sisanya main di kandang, stadion Stamford Bridge, London.

Ketika keok 1-3 kontra Muenchen di laga pembuka, Chelsea tak dapat membalas. Tiga poin melayang dan tak dapat dikompensasi. Sebab, kedua klub tak bertemu lagi sebagaimana dalam sistem grup dengan kompetisi penuh.

Format anyar mengharuskan saban klub fight di setiap laga. Tak ada cerita "kendor dulu di awal, lalu serius di babak lanjutan dan akhir".

Pendek kata, setiap laga hampir seperti final, sangat menentukan posisi klub dalam klasemen akhir nanti.

Dan jika di babak grup, setiap klub bersaing memperebutkan dua tiket ke 16 besar, dalam format anyar itu berubah drastis.

Kini, setiap klub (jumlahnya 36) berebut 8 tiket langsung ke 16 besar UCL. Tiket langsung ini bisa diraih jika klub sanggup nangkring di peringkat 1-8 klasemen hingga laga ke-8 atau pekan terakhir.

Sementara klub yang berada di peringkat 9 hingga 24 akan berebut 8 tiket tersisa melalui pertandingan play-off. Real Madrid, Manchester City hingga Paris Saint-Germain jadi korban format anyar ini di musim lalu.

Pecinta bola tidak lupa di musim 2024/2025, Real Madrid dan Manchester City harus berduel di babak play-off. Partai hidup mati ini tak terelakkan lantaran Madrid dan City tak mampu menembus peringkat 1-8 di fase awal liga, barisan peringkat yang menjamin tiket langsung ke 16 besar.

Saat itu, duel dua raksasa Eropa di babak play-off itu tidak masuk "daftar harapan" pecinta bola. Kejam, sungguh kejam, dua klub ini mesti saling sikut demi menyegel satu tiket di 16 besar.

Laga Si Putih vs Si Biru Langit jadi pertarungan paling membetot perhatian dibandingkan tujuh partai playoff lainnya. Dan UEFA bersorak lantaran duel itu menambah bobot atas makin "dag dig dug ser-nya" Liga Champions.

Bekas juara Eropa semacam AC Milan, Bayern Munchen, Juventus, Dortmund, PSV serta klub besar seperti PSG, Benfica, Monaco dan Sporting CP juga kepleset di fase awal liga sehingga mau tidak mau mesti menjalani playoff.

Inilah keseruan dan dramatisnya format baru UCL. Siapa pun bisa terpelanting karena setiap laga di fase liga amat menentukan.

City dan Madrid merasakan imbas "tidak enaknya" format baru itu. Hasilnya acak, mengejutkan dan seru buat sebagian gila bola.

Di musim lalu, City dibekuk Sporting CP, Juventus dan PSG saat bertandang ke markas tiga klub itu dan sialnya tak dapat membalas kekalahan itu karena di lima laga lain harus bertemu lima klub berbeda.

Madrid juga keok kontra Lille, Liverpool dan AC Milan. El Real tak bisa membalas kekalahan tadi karena hanya sekali bertemu tiga klub tadi, sementara dalam lima laga lain berjumpa lima klub berbeda.

Jadilah Madrid duduk di peringkat 11 dan City terpojok di ranking 22 di fase awal liga, sehingga bikin dua raksasa ini perang sebelum waktunya.

Format kiwari ini memberi efek drama yang lebih besar, dan karena makin banyak laga bertajuk "laga besar", otomatis dan diharapkan menghasilkan pendapatan berlipat--setidaknya itu mungkin niat dan rencana yang dipegang erat oleh UEFA.

Namun, sedikit tanya wajib dialamatkan kepada federasi sepak bola Eropa itu: Bagaimana mungkin 36 klub yang main di fase awal liga disatukan dalam sebuah papan klasemen tunggal?

Padahal seluruh klub tidak saling berjumpa satu sama lain seperti di kompetisi penuh atau setengah kompetisi (fase grup format lama)?

Dalam format kompetisi penuh, jika ada 36 klub peserta, berarti setiap klub akan memainkan 70 laga dalam semusim seturut rumus: (n-1) x 2. Di sini "n" adalah jumlah klub peserta.

Ini mustahil diterapkan, karena setiap klub juga terikat dengan liga domestik yang menganut kompetisi penuh.

Dan jika kompetisi penuh dipaksakan berlaku di Liga Champions Eropa, mungkin butuh waktu dua tahun untuk kelar. Ini tentu saja tak efektif, bertele-tele dan absurd.

Maka "ketidakadilan" itu anggap saja diselesaikan dengan kepercayaan kuat kepada format baru. Toh satu klub dengan delapan calon lawannya itu diundi, dan setiap klub berdasarkan kriteria unggulan serta prestasi telah terbagi dalam pot (36 klub terbagi dalam empat pot).

Satu lagi: Tak ada pertandingan yang mempertemukan dua klub dari satu asosiasi atau satu negara yang sama di babak liga.

Nasib setiap klub pun diserahkan pada hasil undian komputer. Inilah awal mula berkah (atau petaka?) yang kemudian menghasilkan laga seru Madrid vs City di babak playoff musim lalu.

Dalam satu tarikan nafas layak juga dilempar satu pertanyaan lagi: Mengapa masih perlu play-off untuk menentukan 8 klub lain di luar peringkat 1-8 untuk lolos 16 besar?

Mengapa peringkat 1-16 tidak langsung lolos ke 16 besar? Toh seluruh peserta, 36 klub, sama-sama telah memainkan delapan laga sesuai jatah.

Sampai sini biarlah sejumlah tanya itu menjadi bahan evaluasi buat UEFA. Belum ada klub yang protes atas penerapan format baru ini. Jadi, sudahi dulu soal format dan hal-hal yang menerbitkan manfaat (sekaligus mudharat) ini.

Di musim lalu, Manchester City yang sedang dalam tren turun tak berdaya di depan Real Madrid asuhan Carlo Ancelotti.

Kalah 2-3 di Etihad Stadium, pasukan Pep Guardiola tak mampu membalikkan keadaan di kandang Madrid. Sebaliknya Erling Haaland dkk kian terjatuh karena menyerah 1-3. City kandas. Madrid melaju ke 16 besar.

Di musim 2025/2026, City dan Madrid sudah bertemu di fase awal liga. Kali ini Madrid kebagian main di kandang, tapi City sukses mempecundangi Jude Bellingham dkk dengan skor tipis 2-1. Tanpa Kylian Mbappe yang cidera, gedoran tim racikan Xabi Alonso jadi kurang sangar.

Hasil itu mengirim Raja Eropa dengan 15 trofi Champions itu ke peringkat ketujuh. Adapun City naik ke urutan empat.

Dengan dua laga tersisa, atau masih ada 6 poin yang bisa diraih klub peserta, nasib Madrid dan City belum aman.

Poin 13 milik City serta poin 12 yang dihimpun Madrid bisa saja disamai atau dilewati klub yang menghuni peringkat 10 hingga 27. Artinya persaingannya cukup ketat dan terbuka.

Di musim lalu, PSG juga korban format anyar. Klub yang diarsiteki Luis Enrique itu berada di tepi jurang setelah menamatkan 8 laga di fase liga.

PSG bersua sesama klub Perancis, yakni Brest. Di babak play-off, PSG justru mendapatkan momen kebangkitan. Brest ditundukkan dengan skor mencolok 10-0.

Setelah maju 16 besar, PSG bertemu Liverpool. Kalah 0-1 di kandang, lalu membalas dengan skor serupa di stadion Anfield, PSG memaksa The Reds menjalani adu penalti.

The Reds tersingkir secara menyakitkan di kandang sendiri yang selama ini dikenal angker. This is Anfield runtuh.

Selepas itu, PSG merontokkan dua klub Inggris lagi, yakni Aston Villa serta Arsenal, di perempat final dan semifinal.

Semua tahu PSG kemudian jadi kampiun Eropa untuk kali pertama setelah membungkam Inter Milan 4-0 di final Liga Champions musim 2024/2025.

Kisah PSG yang sempat terlempar ke babak play-off ini kontras dengan Liverpool. The Reds sangat digdaya di fase liga dan menyegel peringkat pertama di klasemen akhir.

Namun, hasil itu tak berguna dan hilang di babak 16 besar. PSG merontokkan Mohamed Salah dkk yang kala itu dalam kepercayaan diri begitu tinggi karena superior di fase liga.

Pelajaran penting dari kisah PSG dan Liverpool adalah: Pertama, tak ada jaminan kalau klub penghuni peringkat 1-8 bakal melenggang dengan nyaman di babak 16 besar.

Dan kedua, klub yang terpaksa melakoni play-off terkadang justru memperoleh momen kebangkitan sehingga melangkah jauh di Liga Champions.

Real Madrid sukses mendaki hingga ke perempat final sebelum ditenggelamkan Arsenal dalam dua laga yang berakhir muram. Sementara PSG melangkah ke partai puncak dan akhirnya juara.

Arsenal di musim ini sedang "enak main bola" dan menguasai klasemen hingga laga atau pekan keenam. 

Namun, sebaiknya The Gunners berhati-hati. Kisah Liverpool di musim layak dicamkan. Dengan poin 18 dan masih memiliki dua laga sisa, Arsenal sudah menyegel tiket ke 16 besar.

Demikian juga Bayern Muenchen, seperti disebut UEFA di situsnya. Kedua tim harus tahu dengan pasti: Fase liga baru awal. Babak gugur yang dimulai pada 16 besar sangat menentukan perjalanan klub untuk melangkah jauh.

Selain Arsenal dan Muenchen, penghuni sementara 8 besar adalah PSG, City, Atalanta, Inter Milan, Real Madrid dan Atletico Madrid. Di mana Liverpool, Barcelona, Chelsea, atau Borussia Dortmund dan Juventus?

Juventus, yang terkutuk sering kalah di partai puncak sejak 1997 hingga 2017, saat ini berada di peringkat 17 dengan poin 9.

Klub dari Turin itu tujuh kali masuk final Liga Champions dan berakhir runner up. Sang kiper legendaris klub itu, Gianluigi Buffon boleh juara Piala Dunia 2006, tapi tak pernah mencium trofi kuping besar yang didamba klub di daratan Eropa.

Juve masih memiliki dua laga sisa kontra Benfica dan Monaco. Jika dua laga bisa dimenangkan, poin maksimal Juve adalah 15.

Dalam persaingan terbuka, Juve masih bisa melompat ke peringkat 8 dan berhak atas satu tiket 16 besar. Syaratnya para penghuni peringkat 3-8 keok semua di dua laga tersisa mereka.

Semifinalis musim lalu, Barcelona masih terbenam di urutan 15 dengan 10 poin. Namun, Barca bisa saja menyodok ke 8 besar dengan mengumpulkan 16 poin jika mampu memukul Slavia Praha dan Copenhagen.

Di atas kertas kualitas Barca di atas dua klub ini, namun sepak bola tak berakhir dan selesai di atas kertas. Sepak bola selalu diselesaikan di lapangan dalam 90 menit yang sering kali sedramatis hidup.

Liverpool lebih aman di peringkat 9 dengan poin 12. Sebaiknya The Reds menyiapkan dua laga tersisa dengan serius, sebab Marseille dan Qarabag sering mengejutkan.

Begitu pula dengan Chelsea yang secara pahit ditundukkan Atalanta 2-1 di leg ke-6. The Blues kehilangan arah setelah sempat superior dengan menumbangkan Barcelona 3-0 di leg ke-5.

Januari nanti, The Blues ditunggu partai hidup mati versus Pafos dan Napoli. Dengan mengunci dua laga terakhir ini, bukan tak mungkin nasib tim racikan Enzo Maresca itu merangkak ke peringkat 8.

Dortmund ditunggu dua laga berat, yakni Tottenham Hotspur dan Inter Milan. Poin 11 yang dikantonginya mungkin saja bertambah atau tak beranjak lantaran beratnya dua klub yang dihadapi "pasukan kuning" itu.

Dua laga tersisa sudah pasti sangat berarti bagi petualangan klub peserta Liga Champions. Dari poin yang dihimpun, menurut saya, masih ada 27 klub yang bersaing, setidaknya untuk play-off.

Saya mencintai sepak bola dan berharap ada kejutan di kompetisi tertinggi benua Eropa itu. Seperti panggung politik dan demokrasi, dominasi di sepak bola itu berbahaya.

Sepak bola mesti "dibebaskan" dari hegemoni, termasuk dari Real Madrid yang telah 15 kali kampiun Eropa.

Namun, sepak bola juga sumber sportivitas. Klub mana pun boleh dan bisa juara, termasuk Real Madrid. Asal klub itu sanggup menapaki babak gugur, termasuk play-off, hingga menang di partai puncak.

Akankah di musim kedua ini format anyar melahirkan jawara baru? Atau trofi Liga Champions kembali ke pangkuan klub yang pernah menimang dan menciumnya?

Tag:  #format #anyar #liga #champions #eropa

KOMENTAR