



Anak Usaha Astra (UNTR) Diduga Cuan dari Kontrak Penjualan Solar Non-Subsidi, Benarkah?
-
Anak usaha UNTR, PAMA, diduga terlibat kasus jual solar di bawah harga.
-
UNTR bantah PAMA terlibat dan tegaskan statusnya hanya sebagai saksi.
-
Kejagung selidiki kasus solar PPN, potensi rugikan negara Rp 285,18 triliun.
Anak usaha Grup Astra sektor alat berat, PT United Tractors Tbk. (UNTR), lewat anak usahanya PT Pamapersada Nusantara (PAMA) diduga ikut terlibat dalam kasus kontrak penjualan solar non-subsidi di bawah harga pasar. Kasus tersebut tengah dipegang oleh Kejaksaan Agung.
Corporate Secretary UNTR, Ari Setiyawan, menyebut kabar tersebut adalah tidak benar bahwa PAMA terlibat dan mendapatkan keuntungan dari kasus tersebut.
"PAMA dalam melakukan pembelian bahan bakar minyak dari PPN didasarkan pada kontrak kerja sama dengan PPN yang salah satu ketentuannya mengatur mengenai pembelian bahan bakar minyak yang didasarkan pada harga acuan rata-rata minyak mentah di Singapura (Mean of Platts Singapore / MOPS) plus margin," ujarnya seperti dikutip dalam keterbukaan informasi, Rabu (15/10/2025).
![United Tractors. [unitedtractors.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2016/05/18/o_1aj0qhmf1do91ga1732121cuhva.jpg)
Ari melanjutkan, dalam kasus ini anak usahanya PAMA bukan sebagai terdakwa. Namun, status PAMA merupakan saksi yang dimintakan keterangannya oleh pihak Kejaksaan Agung terkait Perkara tersebut.
"Perseroan dan seluruh entitas anaknya, termasuk PAMA, senantiasa memastikan bahwa seluruh kegiatan usaha dan operasionalnya tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku," katanya.
Sebagaimana kami sampaikan di atas, PAMA bukan merupakan pihak yang didakwa dalam Perkara. PAMA merupakan salah satu saksi yang dimintakan keterangannya oleh pihak Kejaksaan Agung terkait Perkara tersebut. Tidak terdapat dampak hukum atas Perkara tersebut.
Ari mengaku, tidak ada dampak keuangan secara material dari Perkara terhadap kinerja keuangan secara keseluruhan, baik bagi Perseroan maupun PAMA.
"Pada saat ini Perseroan tetap menjalankan kegiatan usahanya seperti biasa," katanya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki dugaan praktik penjualan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar non-subsidi di bawah harga pasar yang melibatkan sejumlah korporasi besar. Kasus ini menyeret nama PT Pertamina Patra Niaga (PPN) sebagai pihak yang diduga menjual solar industri dengan harga di bawah bottom price bahkan di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP).
Dalam dakwaan yang dibacakan, Kejaksaan menduga praktik ini menyebabkan kerugian keuangan dan perekonomian negara hingga mencapai Rp285,18 triliun. Angka fantastis ini mencakup selisih harga, keuntungan ilegal, serta dampak ekonomi akibat distorsi pasar bahan bakar industri.
Beberapa nama petinggi PPN disebut dalam dakwaan, di antaranya Riva Siahaan, yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PPN pada periode 2021–2023, serta dua pejabat lain, Maya Kusmaya dan Edward Corne.
Jaksa menyebut para terdakwa diduga memberikan persetujuan dan menetapkan harga jual solar non-subsidi di bawah patokan yang berlaku. Selain individu, 14 perusahaan disebut dalam berkas perkara karena diduga mendapat keuntungan dari transaksi tersebut.
Salah satu perusahaan yang disebut dalam dakwaan adalah PT Aneka Tambang Tbk (Antam), yang disebut memperoleh keuntungan sekitar Rp16,79 miliar dari pembelian solar non-subsidi di bawah harga HPP. Selain itu, beberapa emiten besar seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), dan PT United Tractors Tbk (UNTR) juga ikut disebut dalam pemberitaan terkait kasus ini.
Tag: #anak #usaha #astra #untr #diduga #cuan #dari #kontrak #penjualan #solar #subsidi #benarkah