



Harga Perak Melejit Lampaui Emas, Goldman Sachs Wanti-wanti Risiko
- Harga perak melonjak lebih dari 70 persen sejak awal tahun, jauh mengungguli kenaikan emas yang mencapai 50 persen. Namun, Goldman Sachs memperingatkan bahwa reli tajam perak ini berisiko besar karena tidak memiliki dukungan dari bank sentral seperti halnya emas.
Data LSEG menunjukkan, pada awal perdagangan global Senin (13/10/2025), harga perak sempat menyentuh rekor tertinggi 51,38 dollar AS per ounce.
Sementara itu, harga emas juga mencetak rekor baru di kisaran 4.060 dollar AS per ounce setelah sebelumnya menembus level 4.000 dollar AS.
Dilansir dari Business Insider, kenaikan harga emas dan perak dipicu oleh ekspektasi penurunan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan meningkatnya minat terhadap aset aman.
Sentimen pasar kian panas setelah Presiden AS, Donald Trump kembali memicu perang dagang dengan China dengan memberlakukan tambahan tarif 100 persen terhadap impor dari negara tersebut.
Namun, analis Goldman Sachs menilai reli perak ini tidak sepenuhnya kokoh.
“Dalam jangka menengah, perak masih berpeluang naik seiring potensi pemangkasan suku bunga The Fed. Namun, dalam jangka pendek, volatilitas dan risiko penurunan harga perak jauh lebih besar dibanding emas,” tulis tim analis Goldman Sachs dalam laporan risetnya.
Emas Lebih Stabil Berkat Dukungan Bank Sentral
Selama ini, harga perak dan emas bergerak searah. Namun, korelasi itu mulai berubah dalam beberapa tahun terakhir.
Goldman Sachs menjelaskan, pembelian besar-besaran emas oleh bank sentral menjadi salah satu faktor yang membuat harga emas lebih stabil.
Sebaliknya, perak lebih bergantung pada permintaan industri, seperti sektor panel surya, sehingga pergerakannya lebih fluktuatif.
“Perak tidak memiliki profil institusional dan ekonomi seperti emas. Logam ini tidak diakui dalam kerangka cadangan IMF dan tidak memiliki peran signifikan di portofolio bank sentral modern,” tulis analis Goldman Sachs.
Mereka juga menepis anggapan bahwa kenaikan harga emas akan mendorong bank sentral beralih ke perak.
“Bank sentral tidak mengelola berat, melainkan nilai. Cadangan emas disimpan secara pasif dan tidak digunakan untuk keperluan operasional,” tambah laporan tersebut.
Artinya, saat harga emas naik, bank sentral tidak mencari logam lain yang lebih murah, melainkan hanya menyesuaikan jumlah emas agar nilai total cadangan tetap sama.
Secara fisik, emas juga lebih unggul sebagai aset cadangan. Emas sepuluh kali lebih langka dari perak, 80 kali lebih bernilai per ounce, dan dua kali lebih padat.
“Nilai 1 miliar dollar AS dalam bentuk emas bisa disimpan di koper, sedangkan nilai yang sama dalam perak membutuhkan satu truk besar,” tulis analis Goldman Sachs.
Pasar Perak Kecil, Guncangannya Lebih Besar
Goldman Sachs menilai pasar perak yang lebih kecil membuat pergerakannya lebih liar.
“Tanpa dukungan pembelian dari bank sentral, bahkan penurunan sementara pada arus investasi dapat memicu koreksi besar,” tulis laporan tersebut.
Pasar perak diperkirakan sembilan kali lebih kecil dibanding emas. Akibatnya, setiap dolar yang masuk memiliki dampak lebih besar terhadap harga.
Sejak akhir Agustus 2025, harga perak telah naik lebih dari 35 persen. Lonjakan ini diperkuat oleh kelangkaan pasokan di London—pusat perdagangan perak global—setelah persediaan logam putih itu turun ke level terendah dalam beberapa tahun.
Goldman Sachs menyebut perak berperilaku seperti “versi turbo” dari emas. Saat investor mencari lindung nilai terhadap risiko ekonomi, harga perak cenderung melesat lebih tinggi. Namun, ketika sentimen pasar berbalik, penurunannya bisa jauh lebih tajam.
“Tanpa dukungan bank sentral, bahkan sedikit penurunan investasi dapat membalikkan reli perak dan mengakhiri ketatnya pasokan yang menjadi pendorong utama kenaikannya,” tulis analis Goldman Sachs.
Tag: #harga #perak #melejit #lampaui #emas #goldman #sachs #wanti #wanti #risiko