Kisah Ibu Rumah Tangga di Belitung, Bangun Usaha Batik di Tengah Gempuran Batik Cap
Pemilik Kelekak Batik Belitong, Diana, saat mengikuti pameran pada acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mall, Bandar Lampung, Selasa (25/6/2025).(KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU)
09:32
25 Juni 2025

Kisah Ibu Rumah Tangga di Belitung, Bangun Usaha Batik di Tengah Gempuran Batik Cap

- Di balik semarak motif batik yang tercetak indah di atas kain, tersimpan kisah perjuangan, kesabaran, dan harapan dari seorang ibu rumah tangga di Belitung.

Kelekak Batik Belitong, nama yang mengakar dari bahasa Belitung yang berarti tempat rindang, tumbuh perlahan sejak 2019 dengan modal hanya Rp 1 juta.

Pemiliknya, Diana, seorang perempuan yang hari-harinya sebagai ibu rumah tangga, kini tidak hanya menjadi pengusaha UMKM tetapi juga penggerak pemberdayaan masyarakat, terutama kaum disabilitas.

Sekitar Juli 2019 ketika anak-anaknya sedang libur sekolah, Diana belajar membatik dari bulik-nya yang tinggal di DI Yogyakarta. Buat Diana pembelajaran ini tidak terlalu sulit karena dia memiliki hobi menggambar.

Namun Bulik-nya berpesan agar Diana mengembangkan usaha batik di Belitung karena peluangnya masih besar. Pesan inilah yang memicu Diana untuk membuka usaha batik.

Sepulang Diana dari Yogyakarta, bermodal nekat dan uang Rp 1 juta, dia memberanikan diri untuk menggambar kain batik sendiri.

"Tahun 2019 kami belum apa-apa, cuma modal Rp 1 juta untuk beli kompor batik yang kaleng satu kan murah itu cuma Rp 27.000, terus kain sama alat-alat batik. Jadi semuanya total Rp 1 juta. Karena memang modal enggak ada," kenang Diana saat ditemui di sela acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mal, Bandar Lampung, Selasa (24/6/2025).

Kala itu, dengan modal Rp 1 juta, Diana dapat memproduksi 5 kain batik yang dia jual seharga Rp 350.000 ke teman-temannya.

Namun siapa sangka, dari langkah kecil itu Diana kini dapat memproduksi puluhan lembar batik per bulan dan omzet hingga Rp 35 juta per bulan.

Memberdayakan Pekerja Disabilitas

Pemilik Kelekak Batik Belitong, Diana, saat menunjukkan kain batik produksinya yang dipamerkan pada acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mall, Bandar Lampung, Selasa (25/6/2025).KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU Pemilik Kelekak Batik Belitong, Diana, saat menunjukkan kain batik produksinya yang dipamerkan pada acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mall, Bandar Lampung, Selasa (25/6/2025).

Tak lama berselang sekitar tiga bulan setelah usaha dimulai, Diana kemudian mendapatkan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) sebesar Rp 10 juta.

Berbekal modal tambahan itu, dia mulai berani mempekerjakan pekerja untuk menambah produksinya. Diana mengajak tetangganya yang memiliki disabilitas tunarungu.

Kini, Kelekak Batik mempekerjakan empat orang disabilitas tunarungu dan tunadaksa. Mereka bukan hanya diajari membatik, tapi juga diajari cara membuat batik cap, ecoprint, hingga menyulam.

"Saya mengajak tetangga, tetangga itu kan disabilitas tunarungu. Nah dari situ dia kan punya teman-teman tunarungu banyak . Akhirnya sampai sekarang kita dari 1 orang, sekarang itu udah 4 orang yang kerja. Mulanya itu 5 orang, cuma sekarang kan efisiensi ya jadi kita kurangin lagi jadi 4 orang," ucapnya.

 

Tak Selalu Berjalan Mulus

Selayaknya sebuah perjalanan, bisnis batik Diana pun tidak selalu berjalan mulus. Menurutnya, memulai usaha batik di Belitung cukup menantang karena pasar batik di sini masih didominasi produk batik cap sehingga harganya murah.

"Batik Jawa kan murah-murah, harga Rp 70.000 kan sudah bagus, sudah dapat batik cap. Sedangkan orang Belitung sendiri tidak tahu kalau itu batik asli kan. Mereka tahunya batik itu ya motif batik," kata Diana.

Padahal, semua bahan dan alat produksi batik Kelekak mulai dari lilin, kain, kompor, pewarna, hingga canting didatangkan dari Solo, Jawa Tengah dengan ongkos kargo yang tidak murah, yaitu sekitar Rp 85.000 untuk 10 kilogram.

Dengan kondisi pasar seperti itu, Diana akhirnya memproduksi batik cap juga selain batik tulis seperti yang dia produksi dari awal.

Batik cap dapat diproduksi 50 lembar kain per bulan karena pembuatannya mudah. Sedangkan batik tulis maksimal dapat diproduksi sekitar 10 lembar kain per bulan.

Diana juga menggunakan berbagai jenis kain agar produk yang ditawarkan lebih murah dan beragam, seperti kain primisima, prima, dolby, katun sutra, viscose, katun rayon, dan sutra

Diana membanderol produk-produk batiknya seharga Rp 150.000 untuk batik cap dan Rp 300.000-500.000 untuk batik tulis. Namun untuk batik tulis dengan bahan katun sutra dan sutra, harganya bisa di atas Rp 500.000-600.000.

"Ini kan sesuai pesanan kita, yamg banyak sih yg banyak dipakai itu yang kain prima. Jadi kalau orang pesan apa, kita buatin. Cuma kalo produksi kami sehari-hari itu katun prima dan primisima," ungkapnya.

 

Berkembang Pesat Setelah Dibantu BI

Pemilik Kelekak Batik Belitong, Diana saat mengikuti pameran UMKM pada acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mal, Bandar Lampung, Selasa (24/6/2025).KOMPAS.com/ISNA RIFKA SRI RAHAYU Pemilik Kelekak Batik Belitong, Diana saat mengikuti pameran UMKM pada acara Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera 2025 di Lampung City Mal, Bandar Lampung, Selasa (24/6/2025).Diana juga menceritakan, sebelum menjadi UMKM binaan Bank Indonesia (BI), Kelekak Batik menghadapi berbagai keterbatasan.

Secara finansial, omzet Kelekak Batik hanya berkisar Rp 5-7 juta per bulan . Merek Kelekak Batik juga belum dikenal luas dan strategi pemasaran masih sangat sederhana karena belum menyentuh pemasaran digital maupun kanal online.

Selain itu, keterbatasan alat produksi juga menjadi hambatan dalam meningkatkan kualitas dan kapasitas produksi.

Transformasi Kelekak Batik dimulai ketika lolos kurasi UMKM binaan BI pada September 2021 dan resmi menjadi UMKM binaan di awal 2022.

Sejak itu, Kelekak Batik mendapatkan berbagai bentuk dukungan dari BI di antaranya berupa pelatihan dan pemasaran digital, mengikuti berbagai pameran nasional, difasilitasi alat produksi mulai dari meja batik cap, gawangan jati, dan kompor batik, serta dimonitoring dan dievaluasi secara berkala setiap enam bulan untuk memastikan keberlanjutan dan perkembangan usaha.

Dukungan BI ini membuka jalan dan lompatan besar bagi Kelekak Batik. Omzet yang awalnya hanya Rp 5-7 juta per bulan dapat melonjak menjadi rata-rata Rp 30 juta per bulan atau lebih.

"Kenaikannya lumayan ya, ada sekitar 80 persen. Mulanya kan kita pendapatannya sebelum dibina BI itu paling banyak itu Rp 7 jutaan per bulan. Nah setelah dibina BI mungkin karena orang semakin percaya, terakhir sampai 2024 kemarin rata-rata itu Rp 35 jutaan sebulan. Walaupun memang mungkin masih termasuk mikro ya. Tapi bagi kami itu udah bersyukur gitu karena dari modal Rp 1 juta," tuturnya.

Kemudian, pemasaran kini tidak lagi terbatas secara lokal, tetapi telah menyentuh kanal online dan jaringan pameran nasional.

Selain peningkatan pendapatan, transformasi lainnya tampak pada peningkatan brand awareness, perluasan jejaring, dan kemandirian tim disabilitas dalam produksi.

Kelekak Batik kini tak hanya menjual produk, tetapi juga menjual nilai budaya lokal yang dikemas dalam inklusi sosial dan semangat kewirausahaan.

Tag:  #kisah #rumah #tangga #belitung #bangun #usaha #batik #tengah #gempuran #batik

KOMENTAR