Bikin Heboh Medsos, MUI Bahas Ketentuan Penyembelihan Hewan dengan Metode Pemingsanan di RPH Surabaya
FGD MUI membahas soal metode penyembelihan dengan pemingsanan (stunning) di Jakarta (10/10). (Foto: Humas MUI)
19:45
10 Oktober 2024

Bikin Heboh Medsos, MUI Bahas Ketentuan Penyembelihan Hewan dengan Metode Pemingsanan di RPH Surabaya

- Beberapa waktu lalu viral perlakuan terhadap sapi di rumah potong hewan (RPH) di Surabaya. Terlihat petugas menggunakan alat yang ditempelkan di bagian kepala sapi. Sejurus kemudian sapi terlihat tergeletak.

Sebagian netizen merespons metode itu sekaligus membunuh sapi. Ternyata metode yang digunakan adalah stunning atau pemingsanan. Jadi, setelah sapi pingsan baru disembelih. Cara tersebut memudahkan petugas, karena tidak repot mengendalikan si sapi.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara khusus menggelar pertemuan membahas metode stunning itu. Ketua MUI Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan, pertemuan itu digelar seiring dengan adanya beberapa masalah di lapangan dalam pelaksanaan penyembelihan yang menggunakan pemingsanan. Temuan di lapangan, metode pemingsanan tidak sesuai dengan standar fatwa MUI.

"Salah satu yang jadi triger adalah adanya viral video tentang pemingsanan hewan di Surabaya yang dinilai tidak sesuai ketentuan, dan beberapa laporan sejenis di beberapa Rumah Potong," katanya.

Asrorun mengatakan FGD ini bagian dari upaya mencari solusi terbaik. Agar terjaga kepatuhan syariah dalam penyembelihan. Dia menjelaskan MUI telah menetapkan fatwa Nomor 12 Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.

Dalam fatwa tersebut salah satunya mengatur jika penyembelihan dilakukan dengan cara stunning. Dikatakan dalam fatwa tersebut, stunning dilakukan untuk mempermudah penyembelihan hewan hukumnya boleh, dengan sejumlah syarat.

Di antara syaratnya adalah, stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan kematian serta tidak menyebabkan cedera permanen. Kemudian stunning bertujuan untuk mempermudah penyembelihan. Lalu pelaksanaannya sebagai bentuk ihsan, bukan untuk menyiksa hewan.

Aturan berikutnya, peralatan stunning harus mampu menjamin terwujudnya ketiga syarat tadi. Serta alat yang digunakan tidak digunakan antara hewan halal dan nonhalal (babi) sebagai langkah preventif.

"Penetapan ketentuan stunning, pemilihan jenis, dan teknis pelaksanaannya harus di bawah pengawasan ahli yang menjamin terwujudnya syarat-syarat tadi," jelasnya.

Asrorun mengatakan FGD itu sebagai sarana evaluasi, inventarisir masalah, serta rekomendasi tindak lanjut untuk perbaikan tata kelola penyembelihan halal. Oleh karena, dia menekankan perlu adanya perbaikan tata kelola penyembelihan hewan yang didahului dengan pemingsanan atau stunning.

"Perbaikan tata kelola ini penting untuk memberikan jaminan bagi masyarakat khususnya masyarakat Muslim untuk dapat mengonsumsi daging yang halal," jelasnya.

Lebih lanjut Guru Besar Ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menekankan, mekanisme pemingsanan hanya untuk kepentingan al ihsan atau animal walfare. Serta berfungsi untuk memudahkan proses penyembelihan hewan.

Pengasuh Pondok Pesantren An-Nahdlah, Depok, Jawa Barat, itu menegaskan bahwa pelaksanaan pemingsanan ini tidak boleh menyebabkan kematian atau cedera permanen kepada hewan. "Karena itu alat stunnernya harus menjamin terpenuhinya syarat ini, dan dijalankan oleh orang yang punya kompetensi," tegasnya.

Asrorun menerangkan, jika pemingsanan tersebut dilakukan dengan menyebabkan kematian pada hewan, maka tidak boleh disertifikasi halal, karena itu akan menjadi bangkai.

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #bikin #heboh #medsos #bahas #ketentuan #penyembelihan #hewan #dengan #metode #pemingsanan #surabaya

KOMENTAR