



Bitcoin Tahan Guncangan Geopolitik, Investor Tunggu Sinyal The Fed
– Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global dan ketidakpastian arah kebijakan suku bunga Amerika Serikat, harga Bitcoin menunjukkan ketahanan yang mengejutkan. Meski fluktuatif, aset kripto terbesar ini tetap berada di zona stabil, memicu pertanyaan pasar soal ke mana arah selanjutnya.
Berdasarkan data Tokocrypto, Kamis (19/6/2025) pukul 10.00 WIB, harga Bitcoin diperdagangkan di kisaran 104.250 dollar AS atau sekitar Rp 1,7 miliar (kurs Rp 16.500 per dollar AS). Angka ini turun sekitar lima persen dari rekor tertingginya sebulan lalu, namun masih dianggap tangguh di tengah tekanan global.
“Bitcoin sedang menguji zona support di 104.000 dollar AS. Volume perdagangan menurun, ADX berada di level 16 yang menandakan belum ada tren kuat, dan RSI netral di angka 45. Ini adalah fase menunggu arah baru, baik dari kebijakan The Fed maupun perkembangan geopolitik,” kata Analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, melalui keterangannya, Jumat (20/6/2025).
Ketegangan geopolitik seperti eskalasi konflik Israel-Iran dan ketidakpastian kebijakan moneter The Fed menjadi faktor dominan yang membayangi pasar. The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen.
Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan keputusan itu diambil karena prospek ekonomi yang masih penuh ketidakpastian, meski inflasi menunjukkan tren menurun.
Menurut Fyqieh, secara teknikal Bitcoin masih memperlihatkan struktur jangka panjang yang positif.
“Pola golden cross antara EMA 50 dan EMA 200 hari masih utuh. Jika The Fed memberi sinyal dovish hingga menjelang FOMC berikutnya pada Juli, Bitcoin berpeluang menguat menuju 110.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,8 miliar,” ujarnya.
Sejarah mencatat, Bitcoin cenderung tangguh dalam masa ketegangan global. Saat perang Rusia-Ukraina pada 2022 hingga konflik Israel-Gaza 2023, aset kripto ini tidak mengalami penurunan signifikan dalam jangka panjang.
Bahkan pada 13 Juni 2025 lalu, pasca serangan rudal Israel ke Iran, Bitcoin sempat melemah namun cepat pulih.
Keyakinan investor institusi turut terlihat dari aksi perusahaan milik Michael Saylor, Strategy, yang membeli 10.001 Bitcoin senilai 1 miliar dollar AS atau setara Rp 16,5 triliun pada 16 Juni 2025.
“Konflik geopolitik meningkatkan ekspektasi inflasi global lewat lonjakan belanja fiskal, gangguan rantai pasok, dan kenaikan harga komoditas. Dalam jangka panjang, faktor-faktor ini cenderung menguntungkan Bitcoin,” jelas Fyqieh.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa dalam jangka pendek harga Bitcoin tetap sensitif terhadap reaksi awal pasar terhadap perang, yang bisa memicu tekanan jual sesaat.
Di sisi lain, narasi mengenai Bitcoin pun mulai bergeser. Dengan kepemilikan institusional yang meningkat, seperti oleh BlackRock, Coinbase, dan bahkan pemerintah AS, pergerakan Bitcoin kini makin terkait dengan pasar keuangan global.
“Bitcoin tidak lagi berdiri sendiri seperti satu dekade lalu. Faktor makroekonomi dan geopolitik kini punya pengaruh besar terhadap harga. Tapi justru ini membuat Bitcoin relevan sebagai instrumen diversifikasi portofolio,” kata Fyqieh.
Saat ini Bitcoin menghadapi resistansi di level 106.500 dollar AS (sekitar Rp 1,75 miliar), zona 108.800–110.000 dollar AS, serta resistansi kritis di 112.000 dollar AS. Sementara support terdekat berada di kisaran 102.000–103.000 dollar AS, dengan level psikologis penting di
Tag: #bitcoin #tahan #guncangan #geopolitik #investor #tunggu #sinyal