Bali Sepi Wisatawan Jelang Libur Akhir Tahun? Ini Kata Asosiasi Wisata
- Kabar Bali sepi wisatawan jelang libur Natal dan Tahun Baru, hangat menjadi perbincangan di media sosial.
Menanggapi hal ini Ketua Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan Indonesia (ASITA) Bali, I Putu Winastra mengamini memang terjadi penurunan kunjungan wisatawan ke Bali saat ini.
"Memang terjadi penurunan kunjungan," kata Putu kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (23/12/2025).
Putu menyampaikan belum ada data terkait persentase penurunan kunjungan wisatawan ke Bali saat ini.
Namun, dari usaha akomodasi yang ia kelola secara pribadi di Bali, tercatat tingkat huniannya hanya sekitar 10 sampai 15 persen pada Desember 2025.
"Ya, sangat turun (dibanding tingkat hunian jelang Natal dan Tahun baru 2024), traffic wisatawannya ini turun," ujar Putu.
Mengapa kunjungan wisatawan ke Bali turun?
Putu menjelaskan, ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan kunjungan wisatawan ke Bali jelang libur Natal dan Tahun Baru saat ini.
Faktor pertama, katanya, yaitu pasar wisatawan Eropa Barat yang memang tidak terlalu banyak bepergian saat Natal dan Tahun Baru. Sebab, mereka lebih banyak berkumpul bersama keluarga di rumah.
Namun, lanjut Putu, lain halnya dengan pasar wisatawan Eropa Timur yang memang bepergian karena di daerah asal mereka sedang musim dingin.
Fakto kedua, kata Putu, yaitu pemberitaan negatif terkait destinasi di Bali yang belakangan dinilai sangat masif di media sosial.
"Saya juga melihat bahwa pemberitaan terhadap Bali sebagai destinasi sangat masif sekali di media sosial. Terutama hal-hal yang negatif, pemberitaan terkait dengan banjir, kemudian sampah, kemacetan, dan overtourism," ujar Putu.
Pemberitaan negatif ini, katanya, justru dimanfatkan oleh negara kompetitor untuk memanfaatkan situasi.
Sehingga, tambahnya, wisatawan akan berpaling ke destinasi lain, dengan faktor keamanan dan keseamatan sebagai bahan pertimbangan.
"Bali masih banyak tempat-tempat yang bagus, tidak hanya Bali bagian selatan. Ada desa-desa wisata yang juga cantik," ujar Putu.
Kata Putu, bencana yang terjadi di Bali tentu perlu diterima dan diinformasikan. Namun, sambungnya, informasi destinasi wisata yang lainnya tentu perlu disebarluaskan.
Sehingga, publik tidak semata-mata mengkonsumsi informasi negatif di media sosial. Tetapi, juga terpapar pemberitaan positif mengenai destinasi wisata lainnya.
"Pemerintah wajib memberikan pelurusan terhadap informasi-informasi itu. Contoh, Bali tidak hanya Kuta, Sanur, Canggu, Nusa Dua, kami juga punya Singaraja, kami punya Karang Asem, yang daerahnya cukup cantik-cantik," ujar Putu.
Putu menilai, faktor konektivitas juga turun mempengaruhi kunjungan wisatawan ke Bali.
Misalnya, untuk penerbangan dalam jangka waktu yang panjang (long flight), wisatawan perlu transit di hub yang juga terintegrasi dengan destinasi lain di Asia Tenggara.
"Ketika dari Eropa ke Bali ini harganya jauh lebih mahal daripada ke Vietnam, misalnya, orang pasti akan memilih Vietnam," katanya.
Begitu juga dengan pasar wisatawan nusantara. Kata Putu, mahalnya harga tiket pesawat ke Indonesia bagian timur, termasuk Bali, menjadi salah satu alasan wisatawan tidak memilih Bali menjadi destinasi tujuan.
Ia melanjutkan, wisatawan kini cenderung memilih destinasi yang dekat dan bisa lebih mudah dijangkau.
"Anggap misalnya dari Jakarta tidak perlu flight, mereka bisa naik kereta api, bisa naik mobil (ke Yogyakarta), yang mana tidak terlalu jauh. Kalau ke Bali, kalaupun naik mobil, jauh sekali," ujar Putu.
Tag: #bali #sepi #wisatawan #jelang #libur #akhir #tahun #kata #asosiasi #wisata