Terakhir Kali 14 Tahun Lalu di Edisi 2011! Ketiadaan 6 Hal Ini Bikin Indonesia Sulit jadi Juara Umum SEA Games
Pesepak bola Timnas Indonesia U-22 bersama atlet juara SEA Games 2023 berada di atas bus dalam arak-arakan Kontingen SEA Games 2023. Foto: Dery Ridwansah/ JawaPos.com
09:04
7 Desember 2025

Terakhir Kali 14 Tahun Lalu di Edisi 2011! Ketiadaan 6 Hal Ini Bikin Indonesia Sulit jadi Juara Umum SEA Games

- Kontingen Indonesia sudah sangat lama tidak mendapatkan predikat juara umum di perhelatan SEA Games. Terakhir kali momen manis itu terjadi pada 2011, di mana pesta olahraga dua tahunan tersebut diadakan di Jakarta dan Palembang.

Bagi Indonesia, keberhasilan pada 2011 itu jadi edisi ke-10 keluar sebagai juara umum SEA Games. Gelar itu juga seolah jadi pelepas dahaga karena tim Merah Putih terakhir dapat predikat yang terbaik pada 1997, juga saat menjadi tuan rumah.

Adapun ketika tim Indonesia hanya menjadi peserta, sudah sangat lama predikat juara umum diraih. Yakni pada edisi SEA Games 1993 di Singapura. Kala itu kontingen Merah Putih jadi yang terbaik dengan total 253 medali, dengan rincian 88 emas, 81 perak, dan 84 perunggu.

Tim Indonesia kala mampu mengungguli Thailand dengan margin sangat besar dengan selisih 25 medali emas. Status juara umum tak terelakkan pada SEA Games edisi ke-17 tersebut.

Artinya, Tim Indonesia tak pernah bisa meraih juara umum lagi saat tak jadi tuan rumah dalam 32 tahun terakhir. Bahkan, menempati peringkat dua juga terbilang sulit karena itu hanya terjadi sekali yakni pada 1995.

Sementara dari edisi 1999 hingga 2023 lalu, pencapaian terbaik tim Indonesia hanyalah menduduki peringkat ketiga klasemen akhir SEA Games. Torehan ini menimbulkan tanda tanya besar karena skuad Merah Putih ternyata sangat sulit berjaya, bahkan bersaing saat tak jadi tuan rumah. 

Pengamat olahraga Djoko Pekik menyatakan, ada satu aspek yang mendasari Indonesia kesulitan juara umum. Yakni berkaitan dengan pembinaan. 

Menurut Djoko, pembinaan belum berjalan dengan baik di Indonesia. Sementara negara-negara tetangga, utamanya Thailand dan Vietnam sudah melakukan pembinaan secara serius, terstruktur, dan sistematik. 

"Tentu ada problem yang menyebabkan kenapa kita agak susah untuk menjadi juara umum. Selain tentu negara lain, kompetitor kita sangat serius melakukan pembinaan secara berjenjang dan sistematik. Di antaranya yang mencolok kan Vietnam, lalu Thailand, Filipina. Tapi yang besar Thailand dan Vietnam, itu kompetitor kita," ujar Djoko saat dihubungi Jawapos.com, Rabu (3/12).

"Nah mengapa demikian? Karena dalam konsep pembinaan, kita itu belum didukung dengan sistem yang utuh. Misalnya faktor pembinaan usia muda, itu belum dilakukan semua cabor dengan baik," tambahnya.

Djoko menyadari bahwa saat ini banyak klub-klub dari berbagai cabor sudah melakukan pembinaan. Hanya saja, dalam praktiknya hal itu tak berjalan dengan maksimal. Malah lebih ke sekadar ada tanpa memenuhi standar-standar yang baik.

"Memang ada klub-klub yg membina usia muda, tapi masih ala kadarnya dalam pembinaan. Oleh sebab itu banyak hal yang harus dibenahi, salah satunya sistem pembinaan untuk semua cabor yang kita kenbangkan di Indonesia. Apalagi sekarang anggota KONI lebih dari 70 federasi cabor," tutur dia.

Saat ini Indonesia sebenarnya punya sebuah program pembangunan olahraga jangka panjang 2021-2045. Yakni Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan sistem pembinaan olahraga yang efektif dan meningkatkan prestasi olahraga nasional, termasuk dalam kancah internasional, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan olahraga.

Dalam DBON, ada 14 cabor unggulan yang jadi prioritas Kemenpora. Yakni atletik, panahan, sepeda, dayung, senam, angkat besi, bulu tangkis, taekwondo, karate, wushu, panjat tebing, menembak, pencak silat, renang. Ada juga tiga cabor industri, sepak bola, bola basket, dan bola voli.

Di mata Djoko, hadirnya DBON sangat bagus. Tapi, ia merasa perlu ada sedikit perubahan dan perbaikan agar program tersebut bisa berjalan maksimal dan membuahkan hasilnya suatu saat nanti.

"Kita sudah membangun sebuah sistem yang disebut DBON. Ini kan rancangan jangka panjang oleh pemeritah. Sangat bagus sebetulnya, cuma memang harus ada yang direvisi atau diperbaiki untuk utamanya menuju Olimpiade 2044, di mana Indonesia ingin duduk di peringkat lima dunia. Itu yang harus dilakukan secara sungguh-sungguh," terangnya.

Rencana revisi DBON sendiri sudah dikemukakan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Erick Thohir. Salah satu perubahan yang direncanakan Kemenpora adalah menambah cabor unggulan dari 14 menjadi 21 cabor.

Djoko pun enggan mempermasalahkan itu. Namun ia berharap dalam pengelolaannya bisa dilaksakan dengan baik dan maksimal dengan sistem yang berakar dari pembinaan usia muda. 

6 Variabel Penting

Dalam perbincangan dengan JawaPos.com, Djoko Pekik juga mengungkapkan ada enam variabel penting untuk bisa meraih prestasi. salah satunya adalah ketersediaan pelatih yang andal dan punya kompetensi jelas.

"Kita ketahui kompetensi pelatih di Indonesia belum sebagus negara maju. Itu yang perlu dilakukan pengembangan di mana setiap federasi cabor itu melakukan pelatihan yang berujung pada ketersediaan pelatih yang potensial dan kapabel," ucapnya.

Variabel kedua adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung. Aspek ini menurut Djoko tak hanya diartikan adanya venue dan lapangan, tapi juga sarana pendukung lain seperti anggaran. 

Anggaran, kata Djoko, sampai saat ini masih menjadi persoalan yang selalu terjadi dalam pembinaan olahraga di Indonesia. Bahkan masalah itu menghampiri dalam persiapan menjelang multi-event.

"Ketiga, implementasi dari sport science. Proses membina olahraga modern itu tak bisa lepas dari sport science yang memang diaplikasikan dari tahap awal pembinaan. Jadi, bukan hanya atlet elite. Dari talent scouting, pembinaan remaja junior, senior elite itu harus menerapkan sport science," terang Djoko.

"Ini harus betul-betul diterapkan, tidak sekedar teoritik. Karena selama ini para pelatih kita masih enggan, masih saja tidak mau atau menganggap sport science menyulitkan. Itu yang perlu diatasi," sambung mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kempora) ini.

Berikutnya adalah ketersediaan sistem kompetisi yang berkualitas. Hal ini diharapkan Djoko berlaku di semua cabor karena kompetisi adalah suatu wahana evakuasi terhadap proses pembinaan. Setiap cabor menurutnya membutuhkan kompetisi yang berjenjang dan berkelanjutan, bukan sekedar ada kompetisi saat multievet. 

"Jadi dari daerah, antar klub dan antar pengurus kabupaten ada. Itu harus betul-betul berjenjang dan dilakukan secara masif. Tidak hanya dilakukan waktu tertentu saja, tapi periodik. Empat faktor itu disebut faktor eksternal yang menentukan," katanya.

Sementara dua variabel lain hadir dalam faktor internal. Faktor inilah yang sangat krusial dan menentukan. Yakni perihal ketersediaan atlet yang punya talenta dan motivasi. 

Karena itu, Djoko menilai proses pemantauan bakat jadi sesuatu yang vital agar Indonesia dapat meraih prestasi. Pemerintah dan segenap stakeholder olahraga harus melakukannya secara masif dengan pola pembinaan secara sistematis dan baik.

Lebih lanjut Djoko mengatakan bahwa program-program yang dirancang pemerintah sejak dulu sebenarnya bagus. Sebelum DBON, Indonesia pernah punya sejumlah program seperti Garuda Emas, Indonesia Bangkit, Atlet Andalan, Prima, PPON jelang Asian Games 2018.

Namun, lagi dan lagi, Djoko menyoroti implementasi program yang dinilainya tidak konsisten. Menurut dia hal itu harusnya dilakukan secara sungguh sungguh dan konsisten dengan ketersediaan anggaran yang cukup.

"Memang anggaran dari pemerintah itu sekarang masih kondisi yg kurang kalau dilihat dari persentasenya karena coba kalau dihitung itu belum ada setengah persen dari APBN," jelasnya.

Pemerintah, disebut Djoko sebenarnya sudah berupaya melakukan peningkatan dana olahraga. Salah satunya dengan melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 menjadi UU No 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.

Dalam revisi itu, Kemenpora coba mengusulkan ada dana dua persen dari APBN untuk olahraga. "Namun hal itu belum disetujui. Tapi opsinya ada dana perwalian, namun itu butuh perpres dan sampai sekarang tampaknya perpres itu belum terbit," ucap dia.

"Itulah beberapa hal yang perlu segera dilakukan dakam membina secara berjenhang, berkelanjutan, konsisten, kemudian persiapan utk berbagai multievent itu dilakukan dengan baik, tidak mepet waktu lagi," jelas Djoko menambahkan.

Persiapan para cabor jelang SEA Games memang kerap mepet. Hal ini tak lepas dari keterbatasan dana. Nah Djoko berharap tiap cabor ke depan bisa terus menjalankan pemusatan latihan yang tak pernah putus.

"Jadi begitu selesai SEA Games, harus running menyiapkan untuk edisi berikutnya. Tidak menunggu sekian bulan jelang pelaksanaan. Di antaranya alasannya kan masalah anggaran," ucap Djoko.

"Oleh sebab itu jadi pr kita bersama terutama pemerintah agar gimana bisa menyiapkan anggaran yang cukup utk pembinaan olahraga. Terakhir prinsip keseriusan untuk membina olahraga itu jadi hal yang harus dibenahi," pungkasnya.

Editor: Banu Adikara

Tag:  #terakhir #kali #tahun #lalu #edisi #2011 #ketiadaan #bikin #indonesia #sulit #jadi #juara #umum #games

KOMENTAR