Hukum Merayakan Maulid Nabi: Pandangan 4 Mazhab, Dalil Al-Quran dan Hadits, dan Esensi Peringatan Kelahiran Rasulullah
Ilustrasi background menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi. (Freepik)
12:27
15 September 2024

Hukum Merayakan Maulid Nabi: Pandangan 4 Mazhab, Dalil Al-Quran dan Hadits, dan Esensi Peringatan Kelahiran Rasulullah

– Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Maulid Nabi. Peringatan ini diwarnai dengan berbagai kegiatan, mulai dari pembacaan sirah nabawiyah, selawatan, hingga ceramah agama.

Namun, di balik kemeriahan perayaan tersebut, terdapat pertanyaan mendasar: apakah merayakan Maulid Nabi merupakan amalan yang dianjurkan dalam Islam?

Perdebatan tentang hukum Maulid Nabi telah berlangsung lama di kalangan ulama. Sebagian menganggapnya bid'ah (inovasi dalam agama) tanpa dasar dalam Al-Quran dan Sunnah, sementara lainnya melihatnya sebagai bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) karena mengandung banyak manfaat.

Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai hukum merayakan Maulid Nabi dari perspektif 4 mazhab utama dalam Islam, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali. Selain itu, kita juga akan menelusuri dalil-dalil dari Al-Quran dan Hadits yang berkaitan dengan Maulid Nabi, serta memahami esensi dari peringatan kelahiran Rasulullah SAW.

Sejarah Singkat Maulid Nabi

Dilansir dari kanal YouTube @Yufid, Minggu (15/9), perayaan Maulid Nabi diperkirakan pertama kali diadakan pada masa Daulah Fatimiyah, sebuah dinasti Syiah yang berkuasa di Mesir pada abad ke-4 Hijriah.

Namun, ada catatan yang menunjukkan bahwa pelopor perayaan Maulid adalah al-Mudzhaffar Abu Sa`id, seorang raja di daerah Irbil, Baghdad. Pada masa itu, perayaan Maulid dilakukan dengan berkumpul, membaca Al-Qur'an, sejarah Nabi, melantunkan selawat, dan ceramah agama.

Pandangan Ulama 4 Mazhab

Mazhab Maliki: Tajuddin al-Faqih al-Maliki menyatakan bahwa tidak ada dalil dari Al-Quran maupun Sunnah yang mendukung perayaan Maulid. Ia menganggapnya sebagai bid'ah (inovasi dalam agama) yang dibuat oleh ahli batil.

Mazhab Syafi'i: Imam Nawawi, seorang ulama besar dari mazhab Syafi'i, menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan oleh ulama Salaf (generasi terbaik umat Islam). Ia juga menganggapnya sebagai bid'ah.

Mazhab Hanbali: Ibnu Taimiyah, seorang ulama terkemuka dari mazhab Hanbali, memandang perayaan Maulid sebagai bid'ah dan sesuatu yang sesat. Ia menekankan bahwa semua bid'ah adalah sesat.

Mazhab Hanafi: Meskipun tidak ada pernyataan eksplisit dari Imam Abu Hanifah mengenai Maulid, namun para ulama dari mazhab Hanafi umumnya sependapat dengan ulama dari mazhab lain bahwa perayaan Maulid adalah bid'ah.

Memahami Konsep Bid'ah

Penting untuk memahami bahwa tidak semua bid'ah dilarang dalam Islam. Terdapat perbedaan antara bid'ah yang berhubungan dengan ibadah mahdhah (inti ibadah) dan bid'ah yang berkaitan dengan masalah duniawi atau sarana untuk melaksanakan ibadah.

Bid'ah yang dilarang adalah bid'ah yang menyimpang dari ajaran agama, sedangkan bid'ah hasanah adalah inovasi yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat.

Hukum Merayakan Maulid Nabi Menurut Al-Qur’an dan Hadits

Sebagian ulama berpendapat bahwa Maulid Nabi termasuk bid'ah yang dilarang karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan para sahabat. Namun, ada juga ulama yang berpendapat bahwa Maulid Nabi adalah bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) selama tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat.

Dilansir dari laman NU Online, Minggu (15/9), dalil yang sering digunakan untuk mendukung perayaan Maulid Nabi adalah firman Allah dalam surat Yunus ayat 58:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Artinya: “Katakanlah: ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’”

Beberapa ulama menafsirkan ‘rahmat’ dalam ayat ini sebagai Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai sesuatu yang dianjurkan.

Selain itu, terdapat hadits yang menceritakan bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan siksa setiap hari Senin karena ia bergembira atas kelahiran Rasulullah SAW. Hal ini menunjukkan bahwa bergembira dengan kelahiran Rasulullah SAW memiliki keutamaan yang besar.

Kesimpulannya, perayaan Maulid Nabi memiliki pandangan yang beragam di kalangan ulama. Sebagian menganggapnya sebagai bid'ah, sementara yang lain memandangnya sebagai bid'ah hasanah.

Penting untuk diingat bahwa inti dari perayaan Maulid adalah untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan meneladani akhlak beliau. Selama perayaan Maulid tidak mengandung unsur-unsur yang menyimpang dari syariat, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai bentuk ekspresi cinta kepada Rasulullah SAW.

Penting untuk diingat bahwa perbedaan pendapat dalam masalah ini adalah hal yang wajar. Yang terpenting adalah kita tetap menghormati dan menghargai perbedaan tersebut, serta menjaga persatuan dan kesatuan umat Islam.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #hukum #merayakan #maulid #nabi #pandangan #mazhab #dalil #quran #hadits #esensi #peringatan #kelahiran #rasulullah

KOMENTAR