Akademisi Nilai Tak Tepat Lima Korporasi jadi Tersangka di Kasus Tata Niaga Timah, Ini Alasannya
Ilustrasi Gedung Kejaksaan Agung di Jakarta. 
18:21
8 Januari 2025

Akademisi Nilai Tak Tepat Lima Korporasi jadi Tersangka di Kasus Tata Niaga Timah, Ini Alasannya

- Pakar hukum dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting menilai Kejaksaan Agung salah sasaran menjadikan lima perusahaan sebagai tersangka korporasi alih-alih membidik PT Timah

Hal ini terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan nilai kerugian disebut mencapai Rp 300 triliun.

“Jadi, kalau terkait korporasi, tentu ada kebijakan korporasi yang melanggar aturan. Mungkin terkait dengan izin, pengelolaan, atau IUP. Sementara IUP-nya, ini kan IUP-nya PT Timah. Jadi, korporasi yang pantas untuk ditarik sebagai pelaku tindak pidana harusnya PT Timah,” kata Jamin melalui keterangan tertulis, Rabu (8/1/1025).

Ia menuturkan, korporasi dijadikan sebagai pelaku tindak pidana Tipikor umumnya dikarenakan tiga faktor.

Pertama, korporasi itu mendapatkan keuntungan dari perbuatan yang dilakukan tersebut.

Kedua, korporasi tidak melakukan upaya pencegahan akibat dampak yang lebih luas. Dan ketiga, tidak ada upaya untuk mencegah terjadinya perbuatan itu. 

"Jadi pertanggungjawaban yang dilakukan harusnya tidak dapat diberikan kepada 5 perusahaan ini, karena mereka cuma melaksanakan," jelasnya.

Alasan lain Kejagung dianggap salah alamat dalam penersangkaan korporasi di perkara ini lantaran perusahaan tersebut memang memiliki legalitas, berpengalaman dan dimiliki oleh swasta murni. 

“Perusahaan ini juga tidak pernah melakukan suap, ataupun memberikan upeti atau setoran kepada para penyelenggara negara. Jadi dengan hal-hal seperti ini harusnya dilihat. Itu yang harus dilihat,” ucap Jamin.

Jamin melanjutkan, perkara tersebut seharusnya murni terkait lingkungan hidup bukan kasus korupsi.

Perusahaan-perusahaan yang ditersangkakan oleh Kejagung itu dinilainya hanya menjalankan perintah dan melaksanakan tugas kerja.

“Karena hasil tambang Timah untuk dikelola itu nilainya, kadar timahnya juga beda-beda, jadi biayanya juga beda-beda,” ucapnya.

Sementara itu, pakar hukum pertambangan, Abrar Saleng menyampaikan jika terjadi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan, seharusnya dibebankan kepada badan usaha selaku pemegang IUP.

Karena hal itu secara tegas telah diatur dalam Undang-undang Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. 

"Sanksi terhadap kerusakan lingkungan  tertuang dalam Pasal 161. Pasal itu menyebutkan pemegang IUP/IUPK yang dicabut atau berakhir serta tidak melaksanakan reklamasi dan penempatan jaminan reklamasi dipidana penjara paling lama 5 tahun. Tak hanya itu pemegang IUP/IUPK itu juga didenda paling banyak Rp 100 miliar," tutur Abrar.

Sementara di ayat 2 pasal yang sama, lanjutnya, diatur sanksi pidana yang menyebutkan eks pemegang IUP atau IUPK dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi yang menjadi kewajibannya.

Editor: Wahyu Aji

Tag:  #akademisi #nilai #tepat #lima #korporasi #jadi #tersangka #kasus #tata #niaga #timah #alasannya

KOMENTAR