Meski Ambang Batas Presiden Nol Persen, Hendri Satrio Yakini Kandidat di Pilpres 2029 Tak Banyak
Pakar komunikasi politik Hendri Satrio. 
09:25
3 Januari 2025

Meski Ambang Batas Presiden Nol Persen, Hendri Satrio Yakini Kandidat di Pilpres 2029 Tak Banyak

- Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) 20 persen.

Menurutnya keputusan MK menghapus PT 20 persen membuka kesempatan partai politik untuk bisa mengusung kader terbaik untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. 

“Keputusan MK menghapus Presidential Threshold 20 persen itu bagus, jadi partai politik mana pun bisa mengusulkan kader terbaik untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden,” kata Hensa kepada wartawan, Jumat (3/1/2024). 

Meski begitu diyakininya putusan tersebut tak serta merta membuat masyarakat melihat banyak calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu selanjutnya yang terdekat akan dilaksanakan pada tahun 2029.

Sebab, seorang calon presiden dan calon wakil presiden harus memiliki investasi elektoral yang harus ditabung sejak lama.

“Apakah kita akan memiliki 30 atau 10 calon presiden? Menurut saya tidak. Kenapa? Karena calon presiden itu harus punya investasi elektoral, dan tidak semua tokoh di partai politik memiliki tabungan elektoral itu. Artinya, dia harus cukup dikenal secara popularitas,” terangnya. 

Selain itu dijelaskannya biaya untuk maju Pilpres tidaklah murah sehingga sangat mungkin hanya orang-orang tertentu saja yang bisa maju sebagai calon presiden atau calon wakil presiden.

“Turun ke masyarakat tidak murah, sehingga sangat mungkin hanya orang-orang yang memang mumpuni saja yang akan mendapat dukungan dari masyarakat untuk menjadi calon presiden,” kata Hensa.

“Jadi, dukungannya bukan hanya tentang dukungan finansial, tetapi dia juga harus memiliki tabungan atau investasi elektoral yang tadi saya katakan,” jelasnya. 

Diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan menghapus aturan presidential threshold dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Kamis (2/1/2025).

Dalam pertimbangannya, MK mendapati fakta bahwa dalam beberapa pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) sebelumnya, ada dominasi partai politik peserta pemilu tertentu yang bergabung mengusung dan mendukung paslon tertentu.

Hal ini berdampak menjadi terbatasnya hak konstitusi pemilih untuk mendapat alternatif memadai sosok paslon pilpres.

“Terdapat pula fakta lain yang tidak kalah pentingnya, dalam beberapa pemilu presiden dan wakil presiden terdapat dominasi partai politik peserta pemilu tertentu dalam pengusulan pasangan calon yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra saat bacakan pertimbangan hukum.

Saldi menyatakan, berkenaan dengan itu pula dan setelah mencermati seksama dinamika dan kebutuhan penyelenggaraan negara, menurutnya saat ini jadi waktu yang tepat bagi MK bergeser dari pendirian sebelumnya.

MK menyatakan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu, bukan cuma bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi, serta jelas bertentangan dengan UUD 1945.

“Sehingga terdapat alasan kuat dan mendasar bagi Mahkamah untuk bergeser dari pendirian dalam putusan—putusan sebelumnya,” katanya.

Selain itu MK juga mempelajari pergerakan politik mutakhir Indonesia, yang bertendensi menuju arah untuk mengupayakan setiap pelaksanaan pilpres hanya diikuti 2 paslon.

Padahal adanya 2 paslon dipandang bisa berakibat pada masyarakat yang mudah terjebak polarisasi atau pembelahan masyarakat.

Jika hal ini tidak diantisipasi, berpotensi mengancam keutuhan bangsa.

Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” katanya.

Sebagaimana diketahui, MK memutus menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden. 

Ketentuan dari Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.

Editor: Wahyu Aji

Tag:  #meski #ambang #batas #presiden #persen #hendri #satrio #yakini #kandidat #pilpres #2029 #banyak

KOMENTAR