Kasus Polisi Tembak Siswa di Semarang, YLBHI Sarankan Komisi III Evaluasi Polri Secara Sistemik
Isnur mengatakan sebaiknya Komisi III mengevaluasi Polri secara sistemik. Ia mencontohkan misalnya penggunaan gas air mata dan water cannon untuk bubarkan massa demonstran.
"DPR harusnya melihat permasalahan kepolisian lebih besar lagi. Jangan sekadar soal senjata api," kata Isnur dihubungi Rabu (4/12/2024).
Karena faktanya, kata dia arogansi atau kemudian brutalisme kepolisian itu bukan hanya soal senjata api.
"Tapi juga misalnya soal penggunaan gas air mata dan water cannon saat demonstrasi, kemudian penggunaan brimob saat menangani massa demonstran," jelasnya.
Atas hal itu ia menegaskan DPR harusnya lebih besar lagi mengevaluasi Polri secara sistemik. Bukan hanya sebatas senjata api saja.
"Selain itu perlu juga dievaluasi kapasitas dengan banyaknya struktur di bawah sekarang ditangani oleh hanya satu institusi, tentu ini harus dipikirkan ke depan bagaimana menitipkan atau memecahnya," kata Isnur.
"Fungsi-fungsi misalnya agar SIM dan STNK itu ditangani oleh Kemenhub misalnya. Jadi harus keluar ide-ide yang out of the box ya, tidak hanya mengurusi hal-hal teknis," tandasnya.
Diketahui insiden penembakan oleh oknum polisi terhadap seorang siswa terjadi pada Minggu (24/11/2024) dini hari di depan Alfamart Candi Penataran Raya, Ngaliyan, Kota Semarang.
Gamma ditembak di bagian pinggul oleh Aipda RZ karena diduga melakukan penyerangan terhadap polisi tersebut.
Akibat tindakan itu, Aipda RZ kini ditahan oleh Pengamanan Internal (Paminal) Propam Polda Jawa Tengah untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Korban, yang merupakan siswa kelas 11 Teknik Mesin SMKN 4 Semarang, dikenal sebagai siswa yang baik dan berprestasi.
Gamma adalah anggota Paskibraka SMKN 4 dan telah mengikuti berbagai kompetisi, termasuk memenangkan juara 3 di ajang Porsimaptar Oktober 2024.
Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMKN 4, Agus Riswantini, menyebut Gamma dan dua siswa lainnya yang menjadi korban luka dalam kejadian ini bukan anggota gangster.
"Di sekolah, mereka anak-anak baik, giat latihan Paskibraka, dan tidak pernah ada masalah akademis maupun pelanggaran," ujar Agus, dikutip dari TribunJateng.com.
Sementara itu atas kejadian tersebut Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP I Wayan Sudirta mengungkapkan, penggunaan senjata api (senpi) oleh aparat keamanan kini mulai terusik.
Sebab itu menurutnya saat ini mulai ada kajian aparat kepolisian hanya bermodalkan pentungan untuk bertugas.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR dengan Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan, pada Selasa (3/12/2024).
"Satu dua hari ini pak, orang mulai mengusik senjata yang dipegang oleh polisi, apa masih perlu polisi megang senjata, bisa bapak gambarkan enggak di mana kelemahan-kelemahan SOP yang berkaitan dengan senjata?" tanya I Wayan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Senayan, Jakarta.
I Wayan menyebut bahwa fenomena yang terjadi kini senjata api tak hanya bisa membunuh warga sipil, namun juga sesama polisi.
Karena itu menurutnya bukan tidak mungkin ke depannya polisi hanya bermodalkan pentungan, seperti di sejumlah negara-negara maju.
"Sampai senjata itu dengan mudah yang harusnya melindungi rakyat tapi malah maaf ya bukan hanya membunuh rakyat tapi bisa membunuh polisi," ucapnya.
"Ini hati-hati karena kajian walaupun belum berupa Undang-Undang kajian yang ada tentang bagaimana polisi cukup bermodalkan pentungan di berbagai negara maju kelihatannya perlahan tapi pasti kita akan mengarah ke sana," imbuhnya.
Lebih lanjut, ada sebuah literatur yang menyebutkan sebenarnya kepolisian tidak perlu sampai memegang senjata.
Penggunaan senjata hanya digunakan saat aparat kepolisiam menangani kasus-kasus besar.
"Melihat bayang-bayang ini mulailah jika polisi itu masih boleh pegang senjata, gunakan secara baik jangan digunakan untuk menghadapi rakyat," pungkasnya.
Tag: #kasus #polisi #tembak #siswa #semarang #ylbhi #sarankan #komisi #evaluasi #polri #secara #sistemik