Tingginya Antusiasme Masyarakat dalam Mengenyahkan Sampah Plastik, Tapi Terbentur Fasilitas dan Regulasi
GUGAH KESADARAN: Peserta aksi Hari Bumi 2024 memunguti sampah plastik di Taman Spot Budaya Dukuh Atas, Jakarta, Minggu (21/4). Indonesia ada di urutan ke-8 negara penghasil sampah platik terbanyak. (HANUNG HAMBARA/JAWA POS)
11:32
29 April 2024

Tingginya Antusiasme Masyarakat dalam Mengenyahkan Sampah Plastik, Tapi Terbentur Fasilitas dan Regulasi

YAYASAN Get Plastic Indonesia alias Get Plastic lahir pada 2016 untuk ”mengakrabi” sampah plastik. Inovasi mesin pirolisis (pyrolysis) yang dikembangkan oleh para founder komunitas pencinta lingkungan itu menjadi senjata mereka untuk mengolah sampah plastik. Dengan mesin yang tercipta sejak 2014 tersebut, Get Plastic menghasilkan energi alternatif dari sampah plastik.

Bermula dari tim kecil, Get Plastic kini punya 32 mitra pendamping di beberapa kota di Indonesia. Yayasan yang berbasis di Bali itu konsisten mengenyahkan sampah plastik dan permasalahannya dengan mesin pirolisis. ”Trigger awalnya karena para founder kami melihat sampah plastik muncul di keindahan perkotaan hingga pedesaan. Bahkan hingga ke daerah-daerah yang mereka anggap masih terjaga,” ujar Managing Director Get Plastic Ayu Pawitri pada Jumat (26/4).

Para founder Get Plastic punya beragam latar belakang. Ada yang akademisi; ada pula yang pendaki. Mereka gerah melihat sampah-sampah plastik ”menghiasi” area aktivitas mereka. Keprihatinan mereka itu kemudian tercurah dalam aksi nyata, yakni mengumpulkan sampah plastik, memilahnya, dan mengolahnya menjadi energi alternatif.

Dari Pulau Dewata, gerakan Get Plastic meluas. Edukasi dan pendampingan diberikan kepada masyarakat di berbagai kota. Sulitkah menularkan praktik baik ala Get Plastic tersebut? Ayu mengakui bahwa kesadaran masyarakat sangat beragam. ”Ada yang sudah sadar betul. Ada yang belum sadar. Ada juga yang sadar, tapi belum punya fasilitas,” urainya kepada Jawa Pos.

SALING DUKUNG: Nina bersama sang ayah, Prigi Arisandi, menolak kebijakan impor sampah plastik di depan Centre Shaw Ottawa, Kanada. (Dokumentasi Aeshnina Azzahra Aqilani)

Lebih lanjut, Ayu menyatakan bahwa kendala yang dihadapi Get Plastic bukan hanya kesadaran masyarakat, tapi juga dukungan fasilitas hingga regulasi dari pemerintah. ”Biasanya untuk fasilitas ini kami bekerja sama dengan penyedia program atau pemerintah. Karena mereka yang punya dana dan punya kebijakan,” beber dia.

Namun, antusiasme masyarakat untuk mendukung Get Plastic tinggi. Itu menjadi penyemangat tersendiri bagi Ayu dan timnya. Tiap kali berkegiatan, ada saja relawan yang bergabung. ”Kami terbuka untuk siapa pun, baik itu warga negara Indonesia ataupun warga negara asing. Antusiasme mereka tinggi. Mereka sangat tertarik untuk apply,” jelas Ayu.

Padahal, tugas relawan tidaklah mudah. Di Bali, misalnya, Get Plastic mendampingi sekitar 30 rumah tangga di dekat learning center. Mereka rutin mengumpulkan sampah plastik dua kali seminggu ke learning center. ”Nah, volunteer bertugas menjemput sampah. Mereka kemudian menyortir menjadi tujuh jenis, lalu yang sudah disortir itu diolah dengan mesin. Output-nya didistribusikan setiap enam bulan sekali pada rumah tangga tersebut,” terangnya.

Ayu menegaskan bahwa sampah plastik susah diolah karena sifatnya yang tak bisa terurai dengan cepat. Untuk itu, menangani sampah plastik memang harus dengan langkah-langkah solutif seperti yang selama ini dilakukan Get Plastic. (agf/c9/hep)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #tingginya #antusiasme #masyarakat #dalam #mengenyahkan #sampah #plastik #tapi #terbentur #fasilitas #regulasi

KOMENTAR