Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Gugat Aturan Larangan Hubungi Tersangka
Permohonan mereka diregistrasi dengan Perkara Nomor 158/PUU-XXII/2024.
Pasal yang diuji ini mengatur larangan bagi pimpinan KPK untuk mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK, dengan alasan apa pun.
Alex selaku pemohon berargumen pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D dan Pasal 28I Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.
Lebih lanjut, ia mengatakan norma dalam pasal ini tidak jelas dan tidak memberikan kepastian hukum.
Hal ini disebabkan oleh peristiwa yang terjadi saat dirinya bertemu dengan seseorang yang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi.
Pertemuan tersebut diterima secara resmi di kantor dengan disertai staf yang membidanginya, yang kemudian berujung pada proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Akibatnya, Alex menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana.
"Para pemohon yang menjabat sebagai Wakil Ketua KPK maupun pegawai KPK lainnya telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan kepastian hukum dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka sesuai dengan perintah undang-undang," ujar kuasa hukum Alex, Abdul Hakim, dalam sidang pendahuluan di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2024).
Selain itu, Alex juga menilai pasal tersebut menyebabkan kerugian bagi pegawai KPK. Pasalnya, pegawai KPK kerap kali dipanggil dalam penyelidikan terkait dugaan pelanggaran pasal tersebut, yang juga mengarah pada diskriminasi.
Mereka merasa diperlakukan berbeda dengan pejabat lembaga hukum lain, seperti kejaksaan dan kepolisian, yang tidak mengalami hambatan serupa dalam menjalankan tugas mereka.
Sebagai informasi, gugatan ini diajukan Alex bersama Auditor Muda KPK Lies Kartika Sari dan Pelaksana Pada Unit Sekretariat Pimpinan KPK Maria Fransiska selak. Mereka mempersoalkan ketidakjelasan siapa yang dimaksud dengan "pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi."
Menurut mereka, batasan yang tidak jelas ini dapat mencakup berbagai pihak, seperti pelapor, saksi, informan, keluarga, atau rekan dari tersangka.
Dalam petitumnya, Alex dkk meminta MK untuk mengabulkan permohonan mereka dan menyatakan bahwa Pasal 36 huruf a UU KPK bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Bukan Mewakili KPKKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa pengajuan Judicial Review (JR) yang dilakukan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata merupakan sikap pribadi.
Hal itu tidak mewakili KPK secara kelembagaan.
"Sepanjang pengetahuan saya, proses pengajuan itu dilakukan secara pribadi, bukan atas nama lembaga," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Sabtu (9/11/2024).
Tessa tidak bisa berkomentar lebih jauh terkait pengajuan uji materi yang dilakukan Alex Marwata ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena langkah itu merupakan sikap pribadi.
Jubir berlatar belakang pensiunan Polri ini meminta publik memantau prosesnya saja di MK.
Belum bisa saya komentari, kembali lagi, karena bukan menjadi ranah lembaga di situ, walaupun beliau merupakan wakil ketua, nanti kita tunggu saja apakah diterima atau tidak, atau hasilnya nanti di Mahkamah Konstitusi seperti apa," katanya.
"Ya KPK tentunya berharap yang terbaik, apa pun hasil dari Mahkamah Konstitusi itu yang terbaik untuk negara ini, untuk lembaga ini dan negara ini," imbuhnya.
Tag: #wakil #ketua #alexander #marwata #gugat #aturan #larangan #hubungi #tersangka