KPK Diharapkan Bisa Tindaklanjuti Laporan JATAM Terkait Dugaan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan
Ilustrasi gedung KPK. (Dok.JawaPos.com)
11:56
29 Maret 2024

KPK Diharapkan Bisa Tindaklanjuti Laporan JATAM Terkait Dugaan Pencabutan Izin Usaha Pertambangan

- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta menindaklanjuti laporan dugaan korupsi yang disampaikan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), terkait keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam pencabutan izin usaha pertambangan (IUP). Pelaporan itu disampaikan JATAM ke KPK, pada Selasa (19/3) lalu.   "KPK agar secepatnya menindaklanjuti laporan JATAM dengan memanggil Menteri Investasi Bahlil Lahadalia berkaitan dengan pencabutan dan menghidupkan izin perusahaan tambang," kata Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bumi Hijrah (Unibrah) Amirudin A. Muhammad kepada wartawan, Kamis (28/3).   Menurut Amirudin, laporan JATAM penting segera ditidaklanjuti oleh KPK. Mengingat di Maluku Utara cukup banyak tambang yang terkait pada masalah lingkungan.   "Kami berharap KPK agar bekerja dengan cepat pascapelaporan JATAM yang sudah dimasukan Selasa, 19 Maret 2024 lalu. Ini guna menyambungkan fakta-fakta yang sudah terungkap ke publik sehingga dapat dilihat gambaran utuh,” tegas Amirudin.   Sebelumnya, Koordinator JATAM Melky Nahar melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada Selasa (19/3). Laporan itu dilayangkan, berkaitan dengan keputusan pencabutan izin tambang oleh Bahlil yang diduga bernuansa koruptif.   "Kami dari JATAM melaporkan dugaan korupsi yang dilakukan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM saudara Bahlil kepada KPK terkait dengan proses pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021-2023 yang kami duga penuh dengan praktik korupsi," ucap Koordinator JATAM, Melky Nahar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/3).   Melky menyebut, Bahlil telah mencabut ribuan izin tambang di Indonesia. Pencabutan itu dilakukan pasca Bahlil mendapat kuasa dan mandat dari Presiden Jokowi sejak 2021 lalu.    Keputusan pencabutan ribuan izin tambang itu setelah Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi Dimana Bahlil ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas (Kasatgas), untuk memastikan realisasi investasi dan menyelesaikan masalah perizinan, serta menelusuri izin pertambangan dan perkebunan yang tak produktif.   Serta, pada 2022 Presiden Jokowi kembali meneken Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Satgas Penataan Lahan dan Penataan Investasi. Melalui Keppres ini, Bahlil diberi kuasa untuk mencabut izin tambang, hak guna usaha (HGU) dan konsesi kawasan hutan.   "Serta dimungkinkan untuk memberikan kemudahan kepada organisasi kemasyarakatan, koperasi, dan lain-lain untuk mendapatkan lahan/konsesi," ungkap Melky.   Bahkan, pucaknya pada Oktober 2023 lalu, Presiden Jokowi kembali menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi. Melalui regulasi ini, Bahlil diberikan wewenang untuk mencabut izin tambang, perkebunan, dan konsesi Kawasan hutan, serta bisa memberikan izin pemanfaatan lahan untuk ormas, koperasi, dan lain-lain.   JATAM menduga, langkah Presiden Jokowi yang memberikan wewenang besar hingga Bahlil punya kuasa untuk mencabut ribuan izin tambang, sesungguhnya penuh dengan koruptif. Indikasi korupsi itu diperkuat dengan dugaan Bahlil yang mematok tarif atau fee kepada sejumlah perusahaan yang ingin izinnya dipulihkan.       "Sebagai upaya untuk mengungkap dan mengusut dugaan tindak pidana korupsi itu, JATAM melaporkan Menteri Bahlil kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). JATAM memandang, dugaan tindak pidana korupsi oleh Menteri Bahlil itu merupakan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain dan merugikan keuangan/perekonomian negara," tegas Melky.   Sementara itu, kepala bagian pemberitaan KPK Ali Fikri memastikan akan menindaklanjuti laporan tersebut. Hanya saja, Ali meminta setiap laporan yang masuk harus disertai dengan data awal yang memadai untuk memulai proses penyelidikan.   “Ada komunikasi dan koordinasi terus-menerus untuk melengkapi data, yang awalnya sudah diserahkan. Makanya, kalau ada laporan ke KPK, harus disertai dengan data awal. Namun, hal ini tidak berarti bahwa KPK diam setelah menerima laporan. Sebaliknya, KPK akan melakukan proses evaluasi terhadap data dan informasi yang ada,” pungkas Ali.        

Editor: Kuswandi

Tag:  #diharapkan #bisa #tindaklanjuti #laporan #jatam #terkait #dugaan #pencabutan #izin #usaha #pertambangan

KOMENTAR