Harus Sudah Hamil sebelum Akhir Mei, Ikhtiar Pasutri Tionghoa Dapatkan Buah Hati Bershio Naga
ELEGAN: Dua perempuan bersembahyang di Kelenteng Hong San Ko Tee, Surabaya, saat Imlek. Ornamen naga yang menyimbolkan kebijakan menghiasi perlengkapan ibadat di kelenteng. (RIANA SETIAWAN/JAWA POS)
06:16
25 Maret 2024

Harus Sudah Hamil sebelum Akhir Mei, Ikhtiar Pasutri Tionghoa Dapatkan Buah Hati Bershio Naga

Siklus shio melahirkan tahun naga setiap 12 tahun. Jika dibandingkan dengan sebelas shio yang lain, naga paling favorit. Pasangan suami istri (pasutri) Tionghoa acapkali mengincar tahun naga sebagai tahun kelahiran putra-putri mereka. Tak terkecuali tahun naga kayu pada 2024 ini.

JANET A. sedang menantikan kelahiran anak keduanya. Jika semuanya berjalan lancar, perempuan 30 tahun itu bertemu dengan si kecil pada September mendatang. ”Keturutan dapat shio naga,” ucapnya saat dihubungi Jawa Pos pada Jumat (22/3).

Janet menyatakan, keinginan punya anak bershio naga tidak hanya murni datang dari dirinya dan sang suami. Tetapi juga keluarga besar mereka berdua. ”Katanya, kalau naga itu keberuntungannya bagus. Makanya, pengin juga,” jelasnya.

Kebetulan, di keluarga inti Janet belum ada yang bershio naga. Dia dan suami tidak lahir di tahun naga. Demikian juga si sulung.

”Nah. Anak pertamaku itu shio macan. Katanya, macan dan naga itu kombinasi yang bagus,” ungkap Janet. Alasan itu makin membuat hasratnya untuk memiliki ”bayi naga” menggebu-gebu.

Janet dan suaminya sengaja menunda kehamilan dengan bantuan alat kontrasepsi hingga menjelang akhir tahun lalu. Mereka benar-benar menghitung masa subur dan perkiraan kehamilan supaya jabang bayinya lahir pada tahun naga. ”Kami merencanakan liburan serasa honeymoon juga,” bebernya tentang rancangan menyambut ”bayi naga” dalam keluarganya.

Janet menuturkan, ikhtiar seperti yang dirinya dan suami jalani cukup wajar di kalangan etnis Tionghoa dan keturunannya. ”Ada yang kebetulan dapat tanpa usaha gimana-gimana. Tapi, ada juga yang memang effort dengan keluar uang,” terangnya.

Fenomena yang Janet paparkan diamini dr Benediktus Arifin MPH SpOG(K) FICS. Sejak September tahun lalu, dia melayani permintaan bayi tabung khusus bershio naga. ”Deadline-nya Mei tahun ini harus sudah hamil kalau mau dapat shio naga,” jelas dokter spesialis Morula IVF Surabaya tersebut pada akhir Februari.

Benny menyebutkan, ada sekitar 24 pasutri yang mengupayakan bayi tabung untuk mendapatkan anak bershio naga. ”Kebanyakan justru bukan dari pasangan muda. Jadinya merencanakan anak kedua atau justru sengaja nambah momongan,” ungkapnya.

STERIL: Petugas di Morula IVF Surabaya memastikan embrio dalam program bayi tabung tersimpan dengan baik dan aman. (RIANA SETIAWAN/JAWA POS)

Pasutri yang mendatangi Benny juga punya latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang sejak awal langsung memutuskan bayi tabung. Ada pula yang selama lima bulan terakhir menjajal secara alami. ”Karena belum berhasil dan deadline makin mepet, akhirnya ya memutuskan IVF atau bayi tabung,” katanya.

Meski kebanjiran order, Benny menegaskan bahwa prosedur bayi tabung tetap sama. Yakni, mengutamakan kondisi medis pasien. Skrining lewat pemeriksaan awal dan wawancara juga tetap dilakukan. Apakah kondisinya sehat dan mampu memenuhi asupan selama kehamilan? Bagaimana kualitas sperma dan sel telur? Jika semua syarat terpenuhi, barulah prosedur dimulai.

”Prosedur kesehatan pasti memiliki risiko. Makanya, kami yakinkan juga pasiennya,” ujar Benny. Terlebih, program bayi tabung yang mereka jalani bukan karena indikasi medis, melainkan karena dorongan aspek budaya dan sosial.

Kepada pasutri yang menjalani, dia menjelaskan bahwa risiko bayi tabung tidak membedakan alasan di balik program. Baik itu medis maupun budaya dan sosial, risikonya sama. Salah satunya adalah ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS). Yaitu, kondisi ovarium yang bengkak dan menimbulkan rasa nyeri. ”Meski kasusnya kecil sekali, bahkan beberapa tahun sudah tidak ditemukan kasusnya di sini, risiko tetap ada,” jelas Benny.

Dia mengungkapkan, tren ”bayi naga” tidak hanya terjadi di Surabaya atau Jakarta. Bahkan, bukan hanya di Indonesia. Malaysia pun disergap tren yang sama. ”Karena jaraknya dekat, pasutri sana ada yang ke sini. Pasutri Indonesia juga ada yang ke Malaysia,” jelasnya.

Yang menarik, ”bayi naga” ternyata tidak hanya marak karena diincar, tetapi juga karena dihindari. Pasutri tertentu cenderung menghindari punya buah hati bershio naga. Benny menyatakan bahwa alasan untuk tren tersebut juga budaya dan sosial. ”Ayah dan anak pertama sudah naga. Nah, kalau nambah lagi, dinilai kurang bagus untuk keluarga,” tandasnya. (dya/c14/hep)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #harus #sudah #hamil #sebelum #akhir #ikhtiar #pasutri #tionghoa #dapatkan #buah #hati #bershio #naga

KOMENTAR