ICW Sebut KPK Lalai Dalam Penanganan Kasus Dugaan Suap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej
Eddy Hiariej, kekayaan, suap, KPK. (DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM)
09:08
28 Februari 2024

ICW Sebut KPK Lalai Dalam Penanganan Kasus Dugaan Suap Eks Wamenkumham Eddy Hiariej

  - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak serius dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Pasalnya, sejak praperadilan Eddy Hiariej dikabulkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 30 Januari 2024 lalu, hingga saat ini tidak ada informasi resmi dari KPK mengenai tindak lanjut dari proses penyidikan kasus tersebut.    Padahal putusan praperadilan Eddy sangat problematik dari sisi pertimbangan hakim. Sebab, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gagal memahami konstruksi Pasal 44 UU KPK.   "Di mana pada fase penyelidikan, lembaga antirasuah tersebut sudah mengumpulkan bukti permulaan yang cukup. Atas permasalahan tersebut, ICW khawatir putusan tersebut dimanfaatkan oleh tersangka lain untuk menggugat penetapan tersangkanya melalui jalur praperadilan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (28/2).  

  Hal ini juga diperparah dengan dikabulkannya gugatan praperadilan Direktur PT. Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan, yang merupakan tersangka penyuap Eddy Hiariej. PN Jaksel mengabulkan praperadilan Helmut, pada Selasa (27/2) kemarin.   "Padahal jika dicermati lebih lanjut, kami menilai KPK bisa segera melanjutkan proses penyidikan dengan dasar surat perintah penyidikan yang sudah ada. Apalagi putusan praperadilan terhadap Eddy sama sekali tidak menganulir keabsahan sprindik tersebut. Harusnya tidak ada alasan bagi KPK untuk menunda penetapan Eddy sebagai tersangka," tegas Kurnia.   Kurnia menegaskan, penetapan ulang seseorang sebagai tersangka pasca praperadilan, bukan tidak pernah dilakukan oleh KPK. Kurnia mengutarakan, dalam perkara Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI itu pernah memenangkan praperadilan melawan KPK pada 29 September 2017. Namun, tak lama berselang, tepatnya 31 Oktober 2017, KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka.    "Lagipula, jika dicermati lebih lanjut, sah atau tidaknya penetapan tersangka sebenarnya tidak menggugurkan tindak pidana. Hal ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 4 Tahun 2016. Artinya, kewenangan penyidik untuk menetapkan kembali seseorang sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup masih terbuka lebar," papar Kurnia.   "Selain itu, ketentuan ini juga diperkuat dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 42/PUU-XV/2017 yang memungkinkan penegak hukum untuk menggunakan alat bukti yang pernah dipakai pada perkara sebelumnya dengan catatan alat bukti tersebut harus disempurnakan," imbuhnya.   Sebagaimana diketahui, KPK sebelumnya menetapkan Eddy Hiariej dan Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kemenkumham pada 7 Desember 2023 lalu.   Tak terima menjadi tersangka, eks Wamenkumham itu lantas mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK ke PN Jakarta Selatan. Lantas, tatus tersangka Guru Besar Hukum Pidana UGM itu dinyatakan gugur setelah menang praperadilan di PN Jakarta Selatan pada 30 Januari 2024 lalu.   Kekinian, PN Jaksel juga baru saja mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Helmut Hermawan. PN Jaksel menyebut, KPK belum memiliki dua alat bukti untuk menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka.

Editor: Nurul Adriyana Salbiah

Tag:  #sebut #lalai #dalam #penanganan #kasus #dugaan #suap #wamenkumham #eddy #hiariej

KOMENTAR