Akta Perdamaian Dhimam Abror Dkk dan Dahlan Iskan Dianggap Tidak Sah
MENUNTUT BATAL: Sidang PT Jawa Pos melawan Dhimam Abror dkk berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin (16/10). (FOTO: LUGAS WICAKSONO/JAWA POS)
10:16
17 Oktober 2024

Akta Perdamaian Dhimam Abror Dkk dan Dahlan Iskan Dianggap Tidak Sah

 

 

 

PT Jawa Pos (JP) menggugat Dhimam Abror dan delapan mantan karyawan lain serta Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. PT JP menuntut agar surat kesepakatan perdamaian antara Abror dkk dengan Dahlan terkait pembentukan badan hukum untuk menampung 20 persen saham dinyatakan batal.

Abror dkk sebelumnya mengajukan permohonan terhadap Dahlan di PN Surabaya untuk membentuk badan hukum yang akan menampung 20 persen saham dari PT JP. Kedua pihak pada akhirnya sepakat berdamai dan tidak melanjutkan perkara tersebut. Kesepakatan yang dituangkan dalam akta perdamaian itu salah satunya membentuk Yayasan Pena Jepe Sejahtera. PT JP tidak mereka libatkan dalam perkara tersebut.

Perjanjian Tidak Boleh Merugikan Pihak Ketiga

Pakar hukum bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Nindyo Pramono menyatakan, berdasar Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Perdata, perjanjian hanya dapat berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Menurut Nindyo, perjanjian tidak dapat mengikat pihak ketiga, di luar dari pihak-pihak yang menandatangani. Nindyo dihadirkan PT JP sebagai saksi ahli dalam gugatan tersebut.

Selain itu, perjanjian tidak boleh merugikan pihak ketiga. Jika merugikan pihak di luar pihak yang memperjanjikan, maka perjanjian itu cacat atau tidak sah. ”Apabila merugikan pihak ketiga, maka pihak ketiga berhak menuntut atau mendapatkan perlindungan hukum atas kepentingan yang dirugikan dengan menuntut hak,” jelas Nindyo. 

Hak Pemegang Saham Sebatas Saham yang Dimiliki 

Nindyo menambahkan, pemegang saham hanya berhak terhadap sejumlah saham yang dimiliki. Tidak lebih dari itu. Jika hanya punya saham 4 persen, pemegang saham itu tidak punya kapasitas untuk membuat kesepakatan dengan pihak lain di luar perseroan atas saham 20 persen. ”Apabila pemegang saham mengklaim memiliki saham lebih dari 4 persen saham, maka jelas tidak sah karena menyangkut hal yang tidak menjadi haknya,” tuturnya.

Ghansham Anand, pakar hukum perdata Universitas Airlangga (Unair) yang juga dihadirkan sebagai saksi ahli oleh PT JP, berpendapat hampir sama dengan Nindyo. Menurut dia, seseorang yang membuat perjanjian tidak dapat menjanjikan sesuatu yang bukan miliknya. Termasuk menjanjikan milik pihak lain yang tidak dilibatkan dalam perdamaian. Dengan kata lain, perjanjian itu batal demi hukum. ”Tetapi, meskipun kontrak batal demi hukum, pihak ketiga yang dirugikan tetap perlu mengajukan gugatan pembatalan,” kata Ghansham.

Pengacara PT JP Eleazer Leslie Sajogo menambahkan, berdasar keterangan para saksi ahli disimpulkan bahwa akta perdamaian antara Dhimam dkk dengan Dahlan dibuat secara bertentangan dengan hukum. Karena itu, akta perdamaian tersebut dapat dinyatakan tidak pernah ada atau batal demi hukum. ”Objeknya siapa? Tidak ada. Pihak-pihaknya tidak memenuhi kapasitas,” katanya.

Dalam sidang kemarin (16/10), Dhimam dkk selaku tergugat menghadirkan dua mantan karyawan PT JP sebagai fakta. Namun, menurut Leslie, kedua saksi itu tidak pernah mengetahui secara langsung kesepakatan perdamaian tersebut.  

Sementara itu, pengacara Dhimam dkk, Ganing Pratiwi, menolak berkomentar saat dikonfirmasi seusai persidangan. (gas/c17/dns)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #akta #perdamaian #dhimam #abror #dahlan #iskandianggap #tidak

KOMENTAR