Akhir Cerita Gugatan Pendidikan SMA Gibran di PN Jakpus, Hakim Tegaskan Jalurnya Bukan Perdata
- Gugatan perdata mengenai riwayat pendidikan SMA Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kandas di tengah jalan.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan tersebut.
"Jadi, setelah saya cek itu, di dalam amarnya itu mengabulkan eksepsi dari para tergugat. Menyatakan, Pengadilan Negeri (tidak) berwenang mengadili perkara ini dan membebankan perkara kepada penggugat," ujar Juru Bicara PN Jakpus Sunoto saat ditemui di lobi PN Jakpus, Senin (22/12/2025).
Sunoto mengatakan, majelis hakim yang mengadili perkara menyatakan kewenangan untuk memeriksa perkara ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Untuk itu, gugatan perdata yang diajukan oleh Subhan tidak dapat dilanjutkan di PN Jakpus.
Namun, pihak-pihak yang tidak puas atas putusan ini masih bisa mengajukan upaya hukum lanjutan.
Pemakzulan Gibran cuma bisa lewat MPR, bukan perdata
Sunoto memaparkan, status Gibran dapat dipersoalkan melalui mekanisme pemakzulan atau impeachment melalui MPR RI.
"Berkaitan dengan status wakil presiden, berdasarkan Pasal 7A dan 7B Undang-Undang Dasar 1945, wakil presiden yang telah dilantik hanya dapat dipersoalkan, ya, hanya dapat dipersoalkan melalui mekanisme impeachment oleh MPR bukan melalui gugatan perdata," ujar Sunoto.
Menurutnya, pemakzulan Gibran dari kursi Wapres tidak dapat dilakukan melalui gugatan perdata, seperti yang dicoba dilakukan oleh Subhan.
Menurut hakim, keputusan KPU merupakan obyek perkara yang hanya bisa diadili oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Bawaslu.
"Substansi gugatan mempersoalkan keputusan KPU yang merupakan keputusan tata usaha negara yang berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang berwenang adalah Pengadilan Tata Usaha Negara," lanjut Sunoto.
Untuk itu, gugatan perdata ini berhenti di tahap putusan sela, tidak bisa dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Kilas balik gugatan Gibran
Adapun sejak didaftarkan pada 29 Agustus 2025, perkara nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. ini mencantumkan beberapa tuntutan terhadap Gibran dan KPU RI.
Pertama, kedua tergugat, Gibran dan KPU, dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi.
Berdasarkan data KPU RI, Gibran sempat bersekolah di Orchid Park Secondary School Singapore, tahun 2002-2004.
Lalu, di UTS Insearch Sydney, tahun 2004-2007. Keduanya merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, Subhan menilai, dua institusi ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ada di undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai pendidik setingkat SLTA.
Atas hal ini, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah.
Gibran dan KPU juga dituntut untuk membayar uang ganti rugi senilai Rp 125 triliun kepada negara.
Subhan sebut pengadilan sesat
Subhan Palal, warga sipil penggugat perdata Gibran, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah pengadilan yang sesat setelah menyatakan gugatannya tidak dapat dilanjutkan.
"Pengadilan sesat," ujar Subhan saat dihubungi, Senin (22/12/2025) sore.
Subhan menambahkan, Pakar Hukum Tata Negara yang dihadirkan KPU dalam sidang lalu, Ida Budhiati, telah menjelaskan bahwa perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan seseorang yang belum memegang jabatan merupakan kewenangan pengadilan negeri untuk mengadili.
"Keterangan ahli dari KPU kemarin menerangkan jika PMH itu dilakukan oleh orang perseorangan seperti Tergugat I sebelum terpilih menjadi Wapres, maka PN (Pengadilan Negeri) [yang berwenang] mengadili PMH itu," lanjutnya.
Sementara itu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) hanya dapat mengadili perkara terkait seorang pejabat negara atau institusi negara.
Subhan menilai, Gibran telah melakukan perbuatan melawan hukum ketika mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres).
"Perbuatan melawan hukumnya terjadi pada saat Gibran mendaftar cawapres yang tidak memenuhi syarat pendidikannya menurut UU Pemilu," imbuh Subhan.
Tag: #akhir #cerita #gugatan #pendidikan #gibran #jakpus #hakim #tegaskan #jalurnya #bukan #perdata