OTT KPK di Banten: Jaksa Diduga Peras Animator Korsel Rp2,4 M, Ancam Hukuman Berat Jika Tak Bayar
- KPK membongkar dugaan pemerasan Rp2,4 miliar oleh oknum jaksa Kejati Banten terhadap WNA Korea Selatan.
- Modus pemerasan melibatkan ancaman hukuman lebih berat dalam proses persidangan kasus terdakwa tersebut.
- KPK melakukan OTT dan menyerahkan sembilan orang, termasuk jaksa, kepada Kejaksaan Agung karena Sprindik sudah terbit.
Praktik lancung aparat penegak hukum kembali mencoreng wajah peradilan Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan pemerasan bernilai fantastis yang dilakukan oleh oknum jaksa terhadap seorang warga negara asing (WNA) asal Korea Selatan.
Tak tanggung-tanggung, sang jaksa diduga mematok angka hingga Rp2,4 miliar dengan modus ancaman hukuman yang lebih berat.
Dari informasi sumber terpercaya, korban merupakan seorang animator asal Korea Selatan yang tengah terjerat kasus dugaan pencurian data dan berstatus sebagai terdakwa.
Alih-alih mendapatkan keadilan, ia justru diduga menjadi 'ATM berjalan' bagi oknum yang seharusnya menuntut kebenaran.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa WNA tersebut menjadi target pemerasan oleh aparat penegak hukum yang menangani perkaranya.
Ancaman digunakan sebagai senjata utama untuk menekan korban agar mau menyerahkan sejumlah uang.
"Dalam proses persidangannya para pihak tersebut, salah satunya warga negara asing dari Korea Selatan, menjadi korban dugaan tindak pemerasan oleh aparat penegak hukum," kata Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (19/12/2025).
Modus yang digunakan pun terbilang klasik namun efektif membuat korban ketakutan.
"Di mana modus-modus di antaranya ancaman untuk pemberian tuntutan yang lebih tinggi, penahanan, dan ancaman-ancaman dalam bentuk lainnya," tambah Budi.
Aksi pemerasan ini diduga tidak dilakukan seorang diri. Oknum jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten itu disebut bekerja sama dengan pengacara serta seorang penerjemah bahasa yang telah disiapkan untuk memuluskan skenario jahat mereka.
"Kemudian, KPK melakukan kegiatan tertangkap tangan kepada para oknum di Kejaksaan yang bersama-sama dengan PH atau penasihat hukum dan juga ahli bahasa atau penerjemah yang diduga melakukan tindak pemerasan kepada korban, yaitu warga negara asing dari Korea Selatan dan koleganya," tutur Budi.
Kecurigaan terhadap adanya permainan kotor dalam kasus ini menguat setelah ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan WNA tersebut.
Salah satunya, sidang dengan agenda pembacaan tuntutan tercatat ditunda hingga tujuh kali dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Tangerang, alasan penundaan sangat beragam, mulai dari berkas tuntutan yang belum siap, penerjemah bahasa yang tidak hadir, hingga surat kuasa pengacara yang belum didaftarkan.
Bahkan, jaksa tercatat sampai dua kali tidak menghadiri persidangan.
Puncak dari penyelidikan ini adalah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar KPK pada Rabu (17/12/2025).
Dalam operasi senyap itu, tim KPK berhasil menangkap sembilan orang, termasuk seorang jaksa bernama Reddy Zulkarnain, pengacara Didik Feriyanto, dan ahli bahasa Maria Siska. Namun, dua oknum jaksa lainnya yang diduga terlibat berhasil lolos dari sergapan.
"Nilai pemerasannya itu diduga sampai Rp2,4 miliar," ungkap seorang sumber yang mengetahui detail perkara tersebut, Jumat (19/12/2025) dini hari.
Namun, terjadi sebuah déjà vu dalam penanganan kasus ini. KPK memutuskan untuk menyerahkan para pihak yang ditangkap beserta barang bukti kepada Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pelimpahan ini merupakan bentuk koordinasi dan kolaborasi antar lembaga.
“Bahwa terkait dengan koordinasi kemudian juga dalam rangka kolaborasi penanganan tindak pidana korupsi antara KPK dengan Kejagung, kami telah melakukan penyerahan, penyerahan orang dan juga barang bukti yang kami tangkap, dalam konteks tertangkap tangan,” kata Asep Guntur.
Alasan utamanya adalah karena Kejagung ternyata telah lebih dulu menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas kasus yang sama pada Rabu (17/12/2025), sebelum KPK melakukan OTT.
“Ternyata di sana sudah memang terhadap orang-orang tersebut sudah jadi tersangka, dan sudah terbit surat perintah penyidikannya. Untuk kelanjutannya penyidikannya, tentu nanti dilanjutkan di Kejaksaan Agung,” ujar Asep.
Pihak Kejagung, melalui Plt Sekretaris Jaksa Agung Muda Intelijen (Sesjamintel) Sarjono Turin, berjanji akan menuntaskan perkara yang mencoreng institusinya ini.
“Namun demikian, kami masih perlu poses pendalaman yang saat ini pun kami di Kejaksaan sudah menerbitan Sprindik. Terhadap informasi dugaan tersebut, sehingga dari kerja sama ini penyerahan terhadap dua terduga ini besok kita akan tindaklanjuti di Kejaksaan Agung,” tandas Sarjono.
Budi Prasetyo dari KPK menekankan pentingnya pengawalan kasus ini hingga tuntas, terutama karena menyangkut kepercayaan investor dan warga negara asing terhadap sistem hukum di Indonesia.
"Tentu ini juga penting untuk terus kita kawal, agar proses-proses hukum ke depan juga bisa berjalan secara kredibel dan profesional. Terlebih korbannya adalah warga negara asing," ujar dia.
Tag: #banten #jaksa #diduga #peras #animator #korsel #rp24 #ancam #hukuman #berat #jika #bayar