Dakwaan Jaksa: Dana Hibah Pariwisata Sleman Diduga Jadi 'Bensin' Politik Dinasti Sri Purnomo
- Sidang perdana Tipikor Yogyakarta mengungkap dugaan penyalahgunaan dana hibah pariwisata senilai Rp68,5 miliar oleh Sri Purnomo.
- Dana hibah pariwisata diduga digunakan sebagai alat memuluskan kemenangan istri Sri Purnomo dalam Pilkada Sleman 2020.
- Putra Sri Purnomo, Raudi Akmal, berperan mengondisikan proposal dengan kode "RA" hingga menimbulkan kerugian negara Rp10,95 miliar.
Mesin politik yang diduga dibangun oleh dinasti mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo, mulai dibongkar satu per satu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta.
Dalam sidang perdana yang digelar Kamis (18/12/2025), jaksa penuntut umum (JPU) mengurai skenario besar bagaimana dana hibah pariwisata yang seharusnya untuk pemulihan ekonomi justru diduga dijadikan 'bensin' untuk memuluskan jalan sang istri, Kustini Sri Purnomo, merebut kursi Bupati Sleman pada Pilkada 2020.
Sri Purnomo, yang menjabat Bupati Sleman selama dua periode, kini duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa. Ironisnya, saat ia mendengarkan dakwaan, sang istri, Kustini Sri Purnomo, yang berhasil memenangkan Pilkada tersebut, turut hadir di ruang sidang mendampinginya.
Jaksa secara gamblang mengungkap bahwa dana hibah dari pemerintah pusat senilai total Rp68,5 miliar tidak sepenuhnya digunakan untuk rakyat. Sebagian dana tersebut diduga kuat disalahgunakan secara sistematis, melibatkan orang-orang terdekat Sri Purnomo, termasuk putra kandungnya sendiri, Raudi Akmal, yang saat itu menjabat sebagai anggota DPRD Sleman.
Otak-Atik Dana Hibah di Rumah Dinas
Semua dugaan ini, menurut jaksa, bermula dari sebuah percakapan di rumah dinas Bupati Sleman sekitar Agustus atau September 2020. Saat itu, Sri Purnomo disebut memanggil Ketua DPC PDIP Sleman, Kuswanto, yang merupakan bagian dari tim koalisi pemenangan istrinya.
Dalam pertemuan strategis itu, Sri Purnomo diduga melontarkan sebuah kalimat kunci yang menjadi pemicu skandal ini.
"Terdakwa Sri Purnomo, menyampaikan kepada saksi Kuswanto, (Ketua DPC PDIP Kabupaten Sleman tahun 2020) yang merupakan Tim Koalisi Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2020 dengan penyampaian 'ini ada dana dari kementerian pariwisata pusat yang nganggur, bisa digunakan untuk pemenangan'," ucap JPU saat membacakan dakwaan, mengutip pernyataan terdakwa.
Informasi ini lantas diteruskan oleh Kuswanto ke jajaran pengurus partainya, menandai dimulainya operasi pemanfaatan dana hibah untuk kepentingan politik elektoral pasangan Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa.
Peran Sentral Sang Anak: Kode 'RA' dan Pengondisian Proposal
Jika Sri Purnomo diduga sebagai otak, maka putranya, Raudi Akmal, disebut jaksa berperan sebagai operator lapangan utama. Raudi, yang kini masih berstatus saksi, diduga menjadi tangan kanan ayahnya untuk mengkondisikan penyaluran dana hibah agar tepat sasaran ke kantong-kantong suara potensial.
Modusnya, Raudi memerintahkan Ketua Karang Taruna Sleman untuk mengarahkan kelompok masyarakat agar mengajukan proposal hibah. Syaratnya tak hanya proposal, namun juga komitmen dukungan suara untuk ibunya, pasangan calon nomor urut 3.
Untuk memastikan skema ini berjalan mulus, Raudi bahkan sampai memanggil pejabat Dinas Pariwisata Sleman ke rumah dinas Bupati.
Di sana, ia memerintahkan agar program hibah ini tidak disosialisasikan secara terbuka, terutama ke desa-desa wisata yang seharusnya menjadi target utama.
"Selanjutnya saksi Raudi Akmal menyampaikan kepada saksi Nyoman Rai Savitri, 'Bapak minta jangan disosialisasikan ke Desa Wisata, kalau Ibu tidak percaya kita ketemu Bapak sekarang'," ungkap JPU, menirukan ucapan Raudi.
Perintah itu kemudian dikonfirmasi langsung oleh Sri Purnomo di ruang kerjanya. Sang Bupati menegaskan bahwa sosialisasi akan ditangani oleh "anak-anak", sebutan untuk tim sukses pemenangan istrinya.
Dari mekanisme inilah, terkumpul sedikitnya 167 proposal 'titipan' yang diberi kode khusus "RA", inisial dari Raudi Akmal.
Dari Proposal Titipan Menjadi Kerugian Negara Rp10 Miliar
Dengan dalih percepatan, Sri Purnomo kemudian menerbitkan sejumlah Keputusan Bupati untuk melegalkan daftar penerima hibah yang mayoritas merupakan hasil koordinasi putranya.
Akibatnya, dana hibah sebesar Rp17,2 miliar disalurkan kepada kelompok-kelompok yang dinilai tidak sesuai dengan petunjuk teknis.
Perbuatan ini, menurut perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang fantastis, mencapai Rp10,95 miliar.
Atas perbuatannya, Sri Purnomo dijerat dengan pasal berlapis tentang pemberantasan korupsi. Menanggapi dakwaan tersebut, tim kuasa hukum Sri Purnomo menyatakan akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi pada sidang lanjutan yang akan digelar pada 23 Desember 2025 mendatang.
Tag: #dakwaan #jaksa #dana #hibah #pariwisata #sleman #diduga #jadi #bensin #politik #dinasti #purnomo