Kado Akhir Tahun untuk Musisi, Gugatan UU Hak Cipta Dikabulkan Sebagian
Suasana sidang pembacaan putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (17/12/2025)()
08:42
18 Desember 2025

Kado Akhir Tahun untuk Musisi, Gugatan UU Hak Cipta Dikabulkan Sebagian

- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang diajukan oleh 29 musisi, termasuk Ariel ‘Noah’, Armand Maulana, dan kawan-kawan.

“Mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK, Hakim Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Rabu (17/12/2025).

Permohonan ini diketahui sudah diajukan sejak Maret 2025 dan akhirnya diputus untuk memberikan kejelasan hukum terkait sejumlah permasalahan yang ada.

Tiga dari lima pasal yang dimohonkan dikabulkan oleh para hakim.

Royalti Dibayar EO

Pertama, untuk Pasal 23 ayat (5), “Setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam pertunjukan tanpa izin langsung dari pencipta, asalkan membayar royalti kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Dalam putusannya, MK menambahkan penjelasan pada frasa ‘setiap orang’ dengan frasa ‘termasuk penyelenggara  pertunjukan secara komersial’.

Dengan adanya penambahan frasa ini, Mahkamah mempertegas kalau dalam konteks pemakaian suatu ciptaan dalam pertunjukan komersial, royalti sudah seharusnya dibayar oleh penyelenggara acara kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Hal ini dikarenakan, nilai keuntungan sebuah acara hanya dapat diketahui sepenuhnya oleh pihak penyelenggara acara sehingga perhitungan biaya, termasuk royalti, sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab penyelenggara.

Soal Imbalan yang Wajar

Pasal kedua yang dikabulkan oleh MK adalah Pasal 87 Ayat (1), “Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

Dalam pasal ini, MK mempertegas soal ‘imbalan yang wajar’ untuk dimaknai sebagai “imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan.”

Menurut MK, frasa ‘imbalan yang wajar’ bisa menjadi multitafsir jika tidak dipertegas.

Hal ini bisa memberikan ketidakpastian hukum mengingat di Indonesia sendiri pembayaran royalti dan hak ekonomi bisa dilakukan dengan beberapa metode.

Misalnya, pembayaran royalti kepada seorang pencipta yang tergabung dalam Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dengan yang tidak.

Menurut MK, mekanisme dan tarif harus ditentukan dalam sebuah produk hukum baru yang melibatkan pembuat undang-undang.

Dalam hal ini, MK selaku lembaga yudikatif tidak berwenang untuk memberikan batasan-batasan tarif.

Namun, MK mengingatkan, selain kesejahteraan pelaku kreatif perlu diperhatikan, ada hak masyarakat yang perlu dilindungi, yaitu agar dapat tetap menikmati ciptaan dan mudah mengaksesnya.

Sengketa Kedepankan Restorative Justice

Pasal ketiga yang dipertegas MK adalah Pasal 113 Ayat (2), “Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.

MK menyatakan, penyelesaian sengketa terkait royalti atau hal-hal seputar UU Hak Cipta harus mengedepankan pendekatan restorative justice, tidak boleh langsung ke ranah pidana.

Penyelesaian sengketa atau perselisihan harus berpacu pada prinsip ultimum remedium yang artinya, hukum pidana harus menjadi upaya terakhir.

Jika nantinya terjadi sengketa seputar royalti, proses penyelesaian harus melalui beberapa tahapan.

Mulai dari penyelesaian secara administratif, perdata, lalu restorative justice, baru setelah itu pidana.

Pertimbangan Lainnya

Selain menjelaskan secara spesifik pada beberapa pasal yang dimohonkan, MK juga memberikan sejumlah penegasan pada beberapa aspek yang sempat menjadi perdebatan.

Misalnya soal izin menampilkan suatu ciptaan yang kemudian dipermasalahkan.

MK menjelaskan, melalui Pasal 9 Ayat (2) dan Ayat (3) UU 28/2014, pencipta atau pemegang hak cipta secara umum mendapatkan perlindungan dari penggandaan dan/atau penggunaan ciptaan secara komersial tanpa izin.

Perlindungan ini tidak hilang ketika seorang pencipta bergabung ke LMK.

Seseorang yang hendak menggunakan dan/atau menampilkan ciptaan wajib mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta.

Ketika seseorang sudah meminta izin, pencipta tidak bisa serta merta menarik izin tersebut tanpa alasan yang sah.

“Mahkamah perlu mengingatkan pencipta atau pemegang hak cipta tidak dapat melarang orang lain yang telah meminta izin untuk menggunakan ciptaan dimaksud tanpa alasan yang sah,” ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan pertimbangan hukum.

Namun, Mahkamah menilai, perlu ada penjelasan lebih dalam untuk mengurai frasa ‘alasan yang sah’ terkait pelarangan penggunaan suatu ciptaan.

“Mahkamah menegaskan pembentuk undang-undang untuk merumuskan lebih lanjut berkaitan dengan alasan yang sah dimaksud dengan tetap memperhatikan prinsip keseimbangan antara hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta dengan hak publik (masyarakat) untuk menikmati hasil ciptaan,” lanjut Saldi.

Mendorong LMK Tingkatkan Kinerja

Selain mencermati soal pasal-pasal dan akibat hukumnya, MK juga mendorong agar LMK di Indonesia harus ditingkatkan kinerjanya.

Misalnya, dalam hal jaminan distribusi royalti yang tepat waktu, adil, dan transparan. MK menilai, perlu ada prosedur dan batas waktu pembayaran royalti yang jelas.

Hal ini juga akan berpengaruh pada proses pemungutan royalti.

Hal-hal ini dirasa perlu dibahas lebih lanjut dengan pembentuk undang-undang agar sistem pemungutan hingga distribusi royalti bisa dibuat dengan efektif dan efisien.

Harapan Para Musisi

Saat putusan dibacakan, Armand Maulana selaku salah satu pemohon hadir langsung di ruang sidang.

Ia berharap, dengan adanya putusan MK ini, permasalahan di lapangan akan selesai dan tidak menimbulkan perselisihan baru.

“Sekarang sudah insya Allah sudah lagi tidak ada lagi kekisruhan di lapangan-nya gitu,” ujar Armand saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/12/2025).

Armand menilai, keputusan MK untuk menitikberatkan pembayaran royalti kepada penyelenggara acara adalah hal yang tepat.

Armand Maulana saat ditemui di daerah Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).KOMPAS.com/Revi C Rantung Armand Maulana saat ditemui di daerah Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).

“Karena tadi sudah sangat-sangat jelas banget tuh bahwa penyanyi bukannya membayar, tapi si penyelenggara-nya yang mendatangkan,” katanya.

Baginya, semua pihak perlu paham dan membedakan antara bayaran untuk penyanyi yang disebut sebagai ‘fee’ dengan royalti lagu.

Lebih lanjut, Armand juga menyoroti soal putusan hakim yang menegaskan kalau sengketa soal hak cipta diselesaikan dengan mengedepankan restorative justice atau keadilan restoratif.

“Terus juga tadi yang catatan lagi yang bagus, pidana. Karena sampai detik ini ada penyanyi, saya tidak akan menyebutkan siapa, tapi masih tetap disomasi dan pengen dipidana gitu,” kata Armand.

Ia berharap, perjuangan para musisi yang mengajukan permohonan uji materiil sejak Maret 2025 ini bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi di lapangan.

“Mudah-mudahan tidak ada lagi permasalahan di lapangan ya terutama di lapangan, yang memusingkan para manajemen artis, yang memusingkan para promotor, para EO dan sebagainya-sebagainya,” kata Armand lagi.

Selain itu, Marcell Siahaan yang mewakili Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik (PAPPRI) selaku pihak terkait dalam perkara ini, berharap putusan MK akan membantu terciptanya keseimbangan ekosistem dunia kreatif di Indonesia.

“Ini Undang-Undang Hak Cipta khususnya itu untuk membangun keseimbangan, supaya kreativitas makro Indonesia ini bisa berjalan rapi,” ujar Marcell.

Ia menilai, selama ini permasalahan ada pada tata kelola, bukan di aspek peraturan. Marcell berharap, usai putusan MK ini, semua pihak bisa duduk bersama-sama untuk memperbaiki tata kelola.

Musisi Marcell Siahaan saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (17/12/2025).Shela Octavia Musisi Marcell Siahaan saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (17/12/2025).

“Jadi, yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita sama-sama duduk bareng sebetulnya tanpa harus ribut-ribut gini, kita tentukan, tata kelolanya seperti apa yang rapi, yang bersih,” lanjut Marcell.

Menurutnya, putusan MK ini patut menjadi dasar pembahasan untuk memperjelas beberapa hal yang selama ini terus diperdebatkan.

“Kita breakdown dalam bentuk yang lebih praktis dan lebih istilahnya pelaksanaan gitu. Entah itu di PP, entah itu di Permenkum, di manapun, skema tarif dan sebagainya. Itu semuanya nanti akan berjalan simultan. Kalau ini direvisi, semuanya akan ikut,” lanjutnya.

Tag:  #kado #akhir #tahun #untuk #musisi #gugatan #cipta #dikabulkan #sebagian

KOMENTAR