Peta Wilayah Terisolasi Usai Banjir Sumatera Menurun, tapi Tantangan Menanti
Warga memanggul barang-barang miliknya saat melintas di area banjir bandang dan longsor di Kelurahan Huta Nabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Rabu (3/12/2025). Berdasarkan data dari BNPB hingga Rabu (3/12)) jumlah korban meninggal akibat bencana banjir bandang dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sebanyak 807 jiwa, 647 jiwa orang hilang dan korban luka sebanyak 2.600 jiwa.
12:36
16 Desember 2025

Peta Wilayah Terisolasi Usai Banjir Sumatera Menurun, tapi Tantangan Menanti

- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengeklaim jumlah wilayah yang terisolasi akibat banjir dan longsor di Pulau Sumatera menurun seiring percepatan pembukaan akses darat.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mengatakan, upaya koordinasi pemerintah pusat dan daerah mulai menunjukkan hasil, meski sejumlah wilayah masih memerlukan penanganan intensif.

Abdul mengatakan, hingga pertengahan Desember, masih terdapat beberapa kabupaten di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang masuk kategori atensi khusus karena keterbatasan akses darat.

Di Aceh, wilayah yang masih terkendala terutama berada di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues, di mana sebagian ruas jalan penghubung antarkecamatan dan antardesa masih terputus akibat longsor dan kerusakan badan jalan.

Meski demikian, Abdul menyebut, dukungan logistik bagi warga terdampak tetap berjalan dengan mengandalkan jalur udara.

Setiap hari, BNPB menerima koordinat titik-titik pengungsian di desa yang sulit dijangkau dan menyalurkan bantuan melalui penerbangan logistik.

Wilayah terisolasi berkurang

Di Provinsi Aceh, BNPB menetapkan tiga kabupaten dalam status atensi khusus.

Di Kabupaten Bener Meriah, akses darat masih terputus di empat kecamatan dan 15 desa.

Sementara itu, di Aceh Tengah terdapat tujuh kecamatan dengan beberapa desa yang belum sepenuhnya terhubung, serta Kabupaten Gayo Lues yang mencatat tiga kecamatan dan 27 desa masih sulit dijangkau melalui jalur darat.

“Kondisi ini mayoritas disebabkan oleh terputusnya jalur penghubung lintas kabupaten serta akses antara pusat kabupaten dengan kecamatan dan desa,” ujar Abdul, di Jakarta, Minggu (14/12/2025).

BNPB memastikan, distribusi bantuan tetap berjalan melalui jalur udara.

Dia mengatakan, setiap hari koordinat lokasi pengungsi di desa-desa terpencil terus diperbarui untuk memastikan bantuan logistik menjangkau warga terdampak.

Adapun daftar wilayah yang membutuhkan penanganan khusus di Aceh antara lain, di Kabupaten Bener Meriah, di Kecamatan Pintu Rime Gayo ada 4 desa, di Timang Gajah ada 3 desa, Syiah Utama ada 7 desa, dan di Mesideh ada 1 desa.

Lalu, di Kabupaten Aceh Tengah, ada di Kecamatan Bintang ada 1 desa yang butuh penanganan khusus, di Ketol ada 9 kampung, di Celala ada 17 desa, di Kute Panang ada 2 desa, di Silih Nara ada 2 desa, di Rusip Anara ada 16 desa, dan di Linge ada 26 desa.

Kemudian, di Kabupaten Gayo Lues, Kecamatan Pantan Cuaca, sebanyak 9 desa yang butuh penanganan khusus.

Di Pining ada 7 desa, dan di Putri Betung ada 11 desa.

Sementara itu, di Sumatera Utara, tercatat dua kabupaten dengan sembilan kecamatan dan 21 desa yang masih menghadapi kendala akses darat.

Jalur-jalur tersebut umumnya merupakan penghubung lintas kabupaten maupun jalur dari kecamatan ke desa.

“Untuk daerah yang masih sulit akses daratnya, itu 2 kabupaten, 9 kecamatan yang terdiri dari 21 desa. Ini terus diupayakan perbaikan akses jalan supaya akses darat di 21 desa ini bisa segera terbuka,” ujar dia.

Adapun rincian wilayah di Sumatera Utara yang terisolir, antara lain Tapanuli Tengah sebanyak 6 kecamatan (16 desa).

Di Tapanuli Utara, ada 3 kecamatan yakni Adiankoting, Parmonangan, dan Sipuholon dengan jumlah desa 7.

Di Sumatera Barat, wilayah terisolasi tersisa satu kampung, yakni Kabupaten Agam.

Meski akses darat belum sepenuhnya terbuka, distribusi logistik tetap dilakukan melalui jalur udara.

Selama sepekan terakhir, posko logistik di Bandara Internasional Minangkabau mencatat penerimaan 198,4 ton bantuan dengan buffer stock 74,5 ton yang terus disalurkan.

Berbeda dengan Aceh dan Sumatera Utara, sebagian besar wilayah Sumatera Barat telah kembali terhubung melalui jalur darat.

“Jadi, di Kabupaten Agam masih ada satu yang terdampak banjir longsor, itu yang masih belum terbuka aksesnya tetapi ini logistik terus kita drop via udara,” ungkap dia.

Sudah tak layak huni

Ahli klimatologi dan perubahan iklim Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, menilai, lokasi-lokasi yang terdampak banjir bandang dan longsor di Aceh berpotensi besar tidak lagi layak untuk ditempati.

Hal itu disebabkan endapan lumpur atau sedimentasi yang cukup tebal dan berlapis-lapis yang kini mengering dan mengeras, sehingga mustahil dipulihkan dengan cara pembersihan biasa.

Menurut Erma, pemulihan permukiman di wilayah yang tertimbun lumpur jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan bencana lain seperti gempa, tsunami, atau banjir reguler.

“Lumpur-lumpur itu mengeras, jadi semua yang terendam sangat sulit diambil dan diselamatkan,” ujar dia.

Pada gempa bumi, reruntuhan masih dapat diangkat menggunakan alat berat untuk kemudian dibersihkan.

“Tapi ini tidak bisa sama sekali, tingkat kesulitannya jauh lebih tinggi,” tegas dia.

Perubahan morfologi

Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Aris Marfai mengatakan, dampak dari bencana di Sumatera tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik, tetapi juga dapat mengubah bentuk permukaan bumi secara signifikan.

Perubahan morfologi tersebut berdampak langsung pada kontur wilayah, posisi geografis, hingga tata letak permukiman.

Menurut Aris, kontur merupakan representasi ketinggian suatu medan yang ditampilkan pada peta rupabumi.

Ketika terjadi bencana seperti longsor, banjir bandang, atau aliran lumpur, bentuk permukaan bumi berubah sehingga kontur wilayah pun ikut mengalami perubahan.

“Perubahan kontur ini akan terlihat jelas pada peta berskala besar atau detail, misalnya skala 1:5.000. Namun saat ini, Indonesia belum memiliki peta skala besar tersebut secara menyeluruh,” ujar Aris, kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).

Ia mengatakan, perubahan morfologi juga berimplikasi pada posisi geografis suatu tempat.

Posisi geografis yang dinyatakan dalam titik koordinat dapat berubah apabila suatu obyek atau wilayah mengalami perpindahan akibat bencana.

Aris mencontohkan, bahwa tata letak wilayah terdampak bencana dapat berubah total.

Desa yang sebelumnya berada di daratan dapat terkubur menjadi hamparan lumpur, alur sungai bisa berubah arah dan melebar, wilayah permukiman berubah menjadi alur sungai, sementara daerah cekungan dapat berubah menjadi dataran baru.

“Tata letak wilayah daerah terdampak bencana bisa mengalami perubahan, karena morfologinya berubah. Misal desa terkubur menjadi hamparan lumpur, alur sungai berubah dan melebar, sehingga yang dulu wilayah permukiman sekarang menjadi alur sungai, yang dulu cekungan sekarang menjadi dataran,” ujar dia.

Percepatan pembangunan infrastruktur

Dalam proses penataan kembali wilayah pascabencana, khususnya pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, Aris menekankan pentingnya memperhatikan kondisi eksisting pascabencana.

Selain itu, peta kerawanan dan potensi bencana harus menjadi dasar utama agar wilayah baru yang dibangun berada di zona yang relatif lebih aman.

“Dalam penataan kembali wilayah atau tahap rehabilitasi rekonstruksi perlu memperhatikan kondisi eksisting pasca bencana dan peta kerawanan serta potensi bencana, agar penataan wilayah yang baru berada di daerah yang relatif lebih aman,” ungkap dia.

Ia menambahkan bahwa pemetaan tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit resolusi tinggi, survei terestris, serta teknologi drone.

Kombinasi metode ini dinilai mampu memberikan gambaran kondisi wilayah pascabencana secara akurat dan komprehensif.

“Pemetaan detail daerah bencana, baik untuk mengetahui wilayah terdampak, perubahan morfologi, kontur, dan tingkat kerusakan dapat dilakukan dengan citra satelit resolusi tinggi, dengan survei terestris dan drone,” tegas dia.

Menyambung pernyataan Aris, Abdul Muhari melaporkan kemajuan signifikan pada sektor infrastruktur di lokasi terdampak bencana Sumatera.

Di Aceh, jalan nasional Pidie Jaya–Bireuen telah dibuka kembali.

Jembatan Krueng Meureudu juga mulai dapat dilalui kendaraan roda empat dan enam meski masih dalam tahap finalisasi.

“Meskipun ini masih dalam tahap finalisasi, tetapi itu sudah dalam uji coba untuk bisa dilewati oleh kendaraan roda 4 dan roda 6,” ujar dia.

“Sehingga tentu saja untuk akses yang menghubungkan Bandar Aceh-Medan melalui Pidie Jaya-Bireuen ini optimal. Berikutnya untuk pemasangan jembatan Bailey di beberapa titik jembatan yang sebelumnya terputus,” tambah dia.

Selain itu, pemulihan infrastruktur pascabencana banjir dan longsor di kawasan Tepin Mane dan Tepin Reudeup juga telah mendekati tahap akhir, masing-masing mencapai 92 persen dan 90 persen.

Abdul Muhari mengatakan, khusus untuk Jembatan Tepin Reudeup, struktur penghubung antardaerah tersebut telah tersambung sejak kemarin dan saat ini tinggal menyelesaikan pemasangan lantai jembatan.

BNPB menargetkan jembatan itu dapat digunakan secara optimal pada awal pekan depan.

“Kami berharap awal minggu depan akses ini sudah bisa difungsikan penuh sehingga jalur menuju Kabupaten Bireuen dapat kembali terbuka dan distribusi logistik menjadi jauh lebih lancar,” ujar Abdul Muhari.

Untuk perbaikan infrastruktur di Sumut, sejumlah ruas jalan nasional telah kembali berfungsi penuh, termasuk jalur Medan–Labuhan Batu, serta Padang Sidempuan–Sumatera Barat.

Perbaikan jalan Tapanuli Utara–Tapanuli Selatan telah mencapai 90 persen, sementara jembatan penghubung Tapanuli Tengah–Tapanuli Selatan juga mencatat progres serupa dan ditargetkan dapat digunakan awal pekan depan.

Sementara itu, untuk perbaikan jalan penghubung Padang–Bukittinggi kini memasuki tahap akhir dan sudah dalam fase uji coba meski masih terbatas.

Abdul Muhari menilai, pembukaan akses darat menjadi kunci efisiensi distribusi bantuan karena mampu mengangkut logistik dalam jumlah jauh lebih besar dibandingkan jalur udara.

Selain itu, progres pemasangan jembatan Bailey di Pasaman Barat, Solok, dan Padang Pariaman menunjukkan perkembangan pesat.

“Dalam waktu lima hari, tiga jembatan telah rampung 100 persen, sementara satu jembatan lainnya telah mencapai 60 persen dan ditargetkan selesai pekan awal pekan ini,” ujar dia.

Untuk infrastruktur kelistrikan di Sumatera Barat, BNPB memastikan kondisi telah pulih sepenuhnya sejak awal Desember.

Sejumlah pemerintah daerah di provinsi ini juga telah mengajukan pembangunan hunian sementara dengan data kebutuhan unit yang lengkap.

Pengerahan alat berat dipercepat

Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa pengerahan alat berat menjadi prioritas utama dalam penanganan bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Menurut dia, pembukaan kembali jalur transportasi yang rusak merupakan kunci agar distribusi bantuan kemanusiaan dapat berlangsung cepat, merata, dan efektif ke wilayah terdampak.

AHY menekankan, tanpa akses transportasi yang memadai, bantuan logistik dalam jumlah besar sekalipun akan sulit menjangkau masyarakat yang membutuhkan.

“Yang paling mendesak adalah memang menggelar secara cepat alat-alat berat untuk memperbaiki jalur-jalur transportasi yang rusak dan hancur," kata AHY, saat ditemui di Lapangan Tembak Brigade Parako I Pasgat, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (14/12/2025).

Ia menambahkan, percepatan pembukaan akses harus menjadi langkah awal sebelum upaya pemulihan lainnya dijalankan.

AHY menuturkan, pemerintah mengerahkan berbagai moda transportasi untuk memastikan bantuan kemanusiaan tetap mengalir ke daerah terdampak.

Penyaluran bantuan dilakukan melalui jalur udara menggunakan pesawat, jalur laut dengan kapal, serta jalur darat yang secara bertahap mulai dibuka kembali seiring perbaikan infrastruktur.

Langkah ini diambil untuk menjangkau wilayah-wilayah yang masih terisolasi akibat putusnya akses jalan dan jembatan.

Menurut AHY, koordinasi lintas kementerian dan lembaga menjadi faktor penting dalam percepatan penanganan bencana.

Kementerian teknis, pemerintah daerah, TNI, Polri, serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) terus bersinergi agar pengerahan alat berat, perbaikan infrastruktur, dan distribusi bantuan dapat berjalan selaras di lapangan.

Ia menilai, kolaborasi tersebut menjadi penentu keberhasilan pemulihan awal pascabencana.

Selain fokus pada distribusi logistik, AHY juga menyoroti pentingnya percepatan pemulihan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, dan akses energi.

Infrastruktur yang pulih tidak hanya mendukung penanganan darurat, tetapi juga menjadi fondasi bagi pemulihan aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat terdampak.

Karena itu, pengerjaan perbaikan dilakukan secara paralel di sejumlah titik krusial.

“Sekali lagi, tanpa jalur transportasi, maka bantuan logistik atau kemanusiaan seberapa besar pun akan sulit untuk didistribusikan secara cepat, padahal itu yang paling harus didahulukan,” tambah dia.

Menurut dia, kepemimpinan dan manajemen lapangan yang responsif menjadi kunci dalam percepatan penanganan bencana.

“Saya melihat kita terus membangun sinergi dan kolaborasi tersebut, sehingga baik dari jajaran Kemenko Infrastruktur maupun dari TNI Polri itu bagus di lapangan. Dan sudah dibuktikan," tegas dia.

Tag:  #peta #wilayah #terisolasi #usai #banjir #sumatera #menurun #tapi #tantangan #menanti

KOMENTAR