Pengamat Ungkap Untung-Rugi Jika Bulog dan Bapanas Disatukan
Ilustrasi bulog disatukan dengan Bapanas - Pekerja mengangkut beras saat bongkar muat di gudang Bulog Cabang Cirebon, Jawa Barat, Rabu (6/8/2025). [ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa]
17:04
12 Desember 2025

Pengamat Ungkap Untung-Rugi Jika Bulog dan Bapanas Disatukan

Baca 10 detik
  • Penggabungan Bapanas ke Perum Bulog dalam revisi UU Pangan akan bubarkan Bapanas pada 31 Desember 2025.
  • Bulog baru akan memegang fungsi regulator dan operator, mengalihkan seluruh kewenangan Bapanas kepadanya.
  • Perubahan ini menimbulkan risiko konflik kepentingan akibat penyatuan fungsi, seperti potensi terulangnya kasus Buloggate.

Pengamat pangan Khudori menilai rencana penggabungan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dengan Perum Bulog melalui revisi UU Pangan akan mengubah struktur kelembagaan pangan secara besar-besaran dalam waktu singkat.

Menurutnya, proses yang tengah berjalan membuka kemungkinan Bapanas dibubarkan hanya tiga tahun setelah berdiri.

“Kalau semua sesuai rencana, Bapanas akan berakhir pada 31 Desember 2025,” kata Khudori, Jumat (12/12/2025).

Ia menjelaskan, dampak dari penyatuan tersebut bukan sekadar penyesuaian teknis, melainkan penghapusan total satu lembaga negara.

Bapanas yang selama ini berperan dalam koordinasi lintas sektor pangan akan hilang sebelum mencapai kestabilan kelembagaan.

Karena itu, menurutnya, perubahan ini merupakan reposisi besar dalam sistem pangan nasional.

Dasar hukum konsolidasi tersebut, kata Khudori, sudah terlihat jelas dalam draf RUU Pangan terbaru.

Dokumen tersebut bukan hanya mengubah aturan lama, tetapi merancang ulang peran negara dalam urusan pangan dengan mengalihkan seluruh kewenangan Bapanas kepada lembaga baru bernama Bulog.

“Dalam draf RUU Pangan versi 24 September 2025, Bapanas dan Perum Bulog dilebur menjadi Bulog,” jelasnya.

Bulog baru nantinya memegang dua fungsi sekaligus, yakni regulator dan operator. Selama ini kedua tugas tersebut dipisahkan agar kebijakan tetap independen dan operasional berjalan efektif.

Penyatuan mandat, menurut Khudori, membuat Bulog menjadi lembaga yang jauh lebih dominan dibanding model sekarang.

“Wewenang regulator di Bapanas dan fungsi operator di Bulog akan menyatu,” ujarnya.

Khudori juga menyoroti alasan politik dan administratif dari DPR yang menginginkan satu lembaga tunggal yang mampu memimpin koordinasi pangan lintas sektor.

Hal itu tercermin dalam naskah akademik revisi UU yang menekankan pentingnya integrasi kelembagaan untuk mencapai kedaulatan, kemandirian, dan ketahanan pangan.

Ia menambahkan, perubahan besar juga tampak pada Bab XII RUU Pangan yang kini merinci struktur organisasi Bulog, mekanisme pengawasan, hingga relasi pusat-daerah.

Menurutnya, perluasan ini menunjukkan DPR ingin menempatkan Bulog sebagai pusat penyelenggaraan pangan nasional.

Revisi UU Pangan juga mengubah konsep cadangan pangan nasional. Cadangan tidak lagi sebatas antisipasi gejolak harga atau keadaan darurat, tetapi mencakup kerawanan pangan dan masalah gizi. Implikasinya, daerah hingga desa wajib memiliki cadangan pangan sendiri.

“Pemerintah bahkan bisa memanfaatkan cadangan pangan masyarakat yang dikelola pelaku usaha untuk kebutuhan cadangan pemerintah,” tambahnya.

Ia turut mencermati penambahan bab baru tentang penyelamatan pangan yang memberikan tanggung jawab kepada pusat dan daerah untuk mencegah pemborosan serta mengurangi sisa pangan.

Ketentuan ini, menurutnya, menuntut perubahan besar dalam tata kelola pasokan dan konsumsi pangan di Indonesia.

Meski mengakui penguatan lembaga pangan membawa peluang positif, Khudori mengingatkan adanya risiko tinggi.

Penyatuan fungsi regulator dan operator, katanya, dapat memunculkan konflik kepentingan yang berpotensi menimbulkan penyimpangan, seperti kasus-kasus yang pernah menjerat Bulog pada masa lalu.

“Yang harus diwaspadai adalah potensi berulangnya Buloggate,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan bagaimana Bulog dapat menetapkan harga pokok pembelian (HPP) dan harga eceran tertinggi (HET) sekaligus menjalankan kebijakan tersebut. Menurutnya, desain pengawasan yang kuat menjadi syarat mutlak untuk mencegah benturan kepentingan.

Dalam refleksinya, Khudori menyebut Bapanas sejak awal tidak pernah diberi kekuatan penuh oleh kementerian lain karena statusnya sebagai badan dianggap tidak setara. Akibatnya, peran koordinasi Bapanas tidak pernah optimal.

“Bapanas adalah anak haram yang tidak diinginkan kementerian dan lembaga,” ujarnya.

Sebagai alternatif, Khudori mengusulkan agar pemerintah dan DPR mempertimbangkan peningkatan status Bapanas menjadi kementerian. Dengan skema ini, Bulog berada langsung di bawah kementerian tersebut sehingga pemisahan fungsi regulator dan operator tetap terjaga.

“Hemat saya, lebih baik Bapanas dinaikkan menjadi Kementerian Pangan, dan menterinya sekaligus menjadi Kepala Bulog,” pungkasnya.

Editor: Bella

Tag:  #pengamat #ungkap #untung #rugi #jika #bulog #bapanas #disatukan

KOMENTAR