Gus Yahya Sebut Ada yang Takut Kehilangan Privilege di PBNU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf menyinggung ada sejumlah pihak yang merasa terancam kehilangan hak istimewa atau privilege ketika NU bertransformasi mengikuti perkembangan zaman.
Yahya mengatakan, transformasi dibutuhkan oleh NU untuk menjawab perubahan zaman yang ada dan perubahan ini terkadang diikuti dengan restrukturisasi di PBNU.
“Nah, ketika kita bangun konstruksi baru, memang biasanya ada yang pertama kemudian merasa terancam privilege-nya karena tidak masuk dalam konstruksi baru ini, ada yang malah ketinggalan sama sekali,” ujar Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Ia mengatakan, hak istimewa pengurus NU bisa berubah sesuai pergantian zaman.
Misalnya, dari zaman Orde Baru (Orba) ke Reformasi, tentu akan ada perubahan.
Yang dulunya dianggap penting di masa Orba, mungkin sudah dianggap biasa saja ketika masuk masa Reformasi.
Yahya menilai, perubahan nilai itu yang kini sedang dialami NU.
“Ada yang privilege tadinya di masa yang lalu privilege-nya tuh bernilai tinggi, tapi kemudian di dalam konstruksi baru menjadi relatif berkurang, ya seperti sekarang ini, sebetulnya sudah bertransformasi kita ini secara alami,” kata dia.
Yahya mencontohkan penggunaan panggilan ‘gus’ yang maknanya sangat penting.
Namun, saat ini, semua orang bisa dipanggil ‘gus’.
“Gus itu, dulu itu privilege yang luar biasa, apalagi gus besar seperti saya ini. Tapi, sekarang gus itu, ya semuanya gus, sehingga gus itu tidak punya leverage yang setinggi dulu,” katanya.
Yahya kembali menyinggung soal ada sejumlah pihak yang kini merasa posisinya terancam ketika NU sedang bertransformasi.
“Ketika kita membangun konstruksi baru, ada yang khawatir privilege atau currency lamanya tidak laku lagi di dalam dunia yang baru,” imbuh Yahya.
Selama diskusi, Yahya tidak menyinggung secara jelas siapa pihak yang dimaksud.
Saat dicegat awak media seusai acara, Yahya sempat menjelaskan sedikit soal pihak-pihak yang merasa terancam ini, meski tidak menyebutkan nama atau kubu tertentu.
Ia hanya mengatakan, pihak-pihak itu tengah melakukan perlawanan untuk mencegah adanya perubahan.
“Transformasi itu di antara konsekuensinya karena kita mau bangun konstruksi baru, ada elemen yang mungkin tidak kompatibel lagi. Nah kemudian, katakanlah berupaya untuk melawan, berupaya untuk mencegah,” tutur dia.
Dinamika PBNU
Diketahui, polemik di internal PBNU mencuat usai beredar surat edaran yang menyatakan Gus Yahya diberhentikan untuk menindaklanjuti hasil rapat harian Syuriyah PBNU pada 20 November 2025.
Surat edaran yang dibuat 25 November 2025 itu menyatakan Gus Yahya tak lagi menjabat Ketum PBNU sejak 26 November 2025 dan diminta melepas segala atributnya sebagai Ketua Umum.
Selain menyatakan Gus Yahya diberhentikan, surat itu juga menyebut Rais Aam PBNU Miftachul Akhyar akan mengambil tampuk kepemimpinan sementara di PBNU.
Menurut rencana, PBNU akan menggelar rapat pleno pada hari ini untuk menetapkan Pj Ketua Umum (Ketum) yang baru.
Secara terpisah, Gus Yahya menegaskan bahwa posisinya hingga kini masih menjabat sebagai Ketua Umum PBNU.
Dia menegaskan, hasil Muktamar ke-34 pada 2021 yang menetapkan dirinya sebagai Ketua Umum PBNU tidak dapat diubah kecuali melalui Muktamar selanjutnya.
“Posisi saya sebagai Ketua Umum Tanfidziyah Pengurus Besar NU dan Mandataris Muktamar ke-34 tahun 2021 di Lampung tetap tidak dapat diubah kecuali melalui Muktamar. Ini sangat jelas dan tanpa tafsir ganda di dalam sistem konstitusi dan regulasi NU, baik AD/ART maupun aturan-aturan lainnya,” kata Gus Yahya, di kantor PBNU, Jakarta, 3 Desember lalu.
Tag: #yahya #sebut #yang #takut #kehilangan #privilege #pbnu