Penanaman Pohon di Tempat yang Tepat, Ini Strategi Vegetasi untuk Daerah Rawan Longsor, Nggak Boleh Sembarangan!
Foto udara pegunungan pasca longsor dan banjir Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Senin (1/12/2025). (Biro Setpres)
18:08
9 Desember 2025

Penanaman Pohon di Tempat yang Tepat, Ini Strategi Vegetasi untuk Daerah Rawan Longsor, Nggak Boleh Sembarangan!

 - Vegetasi di wilayah lereng memegang peran penting sebagai benteng alami yang mampu menahan tanah agar tetap stabil. Akar-akar tanaman bekerja mencengkeram tanah, memperkuat struktur lereng, sekaligus memperlambat aliran air hujan yang turun. 

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah daerah pegunungan di Indonesia mencatat peningkatan kasus longsor dan banjir bandang yang dipicu oleh berkurangnya tutupan vegetasi. Aktivitas pemanfaatan lahan seperti pembangunan, penebangan, dan alih fungsi kawasan memperparah kondisi lereng hingga kehilangan kemampuan alami untuk menahan erosi. Akibatnya, risiko bencana meningkat tajam dan menyasar permukiman maupun infrastruktur di bawahnya.

Melihat hal ini, Yuli Suharnoto, Staf Pengajar di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) menjelaskan manfaat vegetasi dari lereng. Secara mekanik, akar berperan seperti tulangan yang mampu menambah kohesi tanah, sehingga meningkatkan faktor keamanan lereng. 

Menurutnya, vegetasi dengan akar rapat di lapisan atas, misalnya pola akar “triangular”, padat dekat permukaan, seringkali paling efektif untuk menahan lapisan tanah atas yang biasanya menjadi bidang gelincir longsor dangkal.

“Secara hidrologis, tajuk dan serasah meningkatkan intersepsi, memperlambat intensitas air hujan sampai ke permukaan tanah, mengurangi pukulan butir hujan dan erosi permukaan, serta cenderung meningkatkan infiltrasi dan evapotranspirasi, sehingga pada banyak kasus mengurangi limpasan permukaan dan menjaga kadar isian air tanah di luar musim hujan lebat. Pada musim kemarau, pengambilan air oleh akar dapat menurunkan kelembaban tanah dan meningkatkan hisapan matrik (suction), sehingga lereng lebih stabil,” kata Yuli dalam keterangannya.

Meski begitu, dia turut menjabarkan potensi risiko dari vegetasi. Menurutnya, akar juga membentuk makropori dan jalur preferensial yang bisa mempercepat infiltrasi ke kedalaman tertentu. Pada hujan sangat lebat, hal ini bisa menaikkan tekanan air pori di dekat bidang gelincir sehingga memicu longsor dangkal. 

Bahkan, beberapa studi menunjukkan bahwa di bawah kondisi curah hujan melampaui ambang kritis, keberadaan akar justru berkaitan dengan percepatan pelunakan dan disintegrasi tanah pada bidang geser, terutama bila tanahnya sensitif terhadap pembasahan.

“Pada beberapa kasus hutan tanaman tertentu dan kondisi organik permukaan yang kering dapat menjadi hidrofobik, sehingga justru meningkatkan limpasan permukaan saat hujan pertama setelah periode kering,” jelasnya. 

Pada jalan keluar, dia menekankan perlunya pendekatan “The right tree in the right place (for the right purpose)”, yang artinya jenis pohon yang ditanam harus selaras dengan tujuan utama di lokasi tersebut. Apakah tujuannya untuk meredam longsor, memulihkan mata air, melindungi bantaran sungai, atau meningkatkan pendapatan petani, sekaligus kompatibel dengan sifat tanah, batuan dasar, dan pola hujan setempat. 

Dia menekankan, dengan cara pandang ini, penanaman pohon tak lagi dipahami sebagai distribusi bibit secara seragam, melainkan sebagai intervensi yang berbasis sains dan konteks lokal. Tentunya hal ini benar-benar efektif sebagai mitigasi bencana dan pengelolaan air, bukan justru menambah risiko melalui pilihan jenis yang tidak sesuai atau tata tanam yang keliru.

“Tanpa pemahaman yang memadai tentang sifat tanah, geologi, dan pola hujan lokal, slogan ‘menanam pohon untuk mitigasi’ mudah tergelincir menjadi anggapan sederhana bahwa ‘apa pun pohonnya, di mana pun, pasti baik’, padahal itu jelas tidak selalu benar,” ungkap dia.

Pada kenyataannya, tiap tapak memiliki kombinasi material penyusun lereng, ketebalan tanah pelapukan, dan dinamika air yang berbeda. Hal ini membuat jenis vegetasi dan tata tanam yang sesuai di satu tempat bisa saja justru menambah kerentanan di tempat lain.

“Contoh pertama dapat dilihat pada lereng dengan koluvium tebal di sepanjang perbukitan Jawa Tengah, di mana tanah pelapukan dan rombakan material vulkanik menumpuk di atas batuan dasar yang lebih kedap. Pada kondisi seperti ini, penanaman jenis berakar besar dan sangat dalam tanpa perencanaan drainase lereng dapat meningkatkan infiltrasi hingga ke zona kontak kedap, menaikkan tekanan air pori di bidang gelincir potensial, dan pada hujan ekstrem malah memicu longsor dangkal ketimbang mencegahnya,” tukas dia.

Sosok yang juga menjabat sebagai anggota Tim Teknis AMDAL Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor ini mengungkapkan, implementasi kegiatan ini bisa dilakukan secara berjenjang, dari kebijakan, teknis, dan tingkat masyarakat.

Pada level kebijakan, Bappenas berperan sebagai pengintegrasi prinsip “The right tree in the right place” ke dalam RPJMN, rencana sektoral, dan pendanaan lintas kementerian. Bappenas juga dapat memprakarsai standar nasional untuk pemilihan jenis tanaman berdasarkan kondisi agroekologi, geologi, kemiringan, dan kerawanan bencana. 

Kementerian dan lembaga seperti KLHK, PUPR, BNPB, Kementerian Pertanian, BIG, dan BMKG mendukung melalui harmonisasi regulasi, misalnya penyelarasan penanaman di kawasan rawan longsor dengan tata ruang, zona rawan bencana, dan pengelolaan DAS.

Pada level teknis, kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk menyusun pedoman pemilihan jenis yang sesuai dengan karakter lereng dan tanah, serta menghindari jenis berisiko seperti tanaman bertajuk sangat berat atau spesies invasif. 

Penanaman harus terintegrasi dengan rekayasa sipil (drainase lereng, terasering, dinding penahan) dan perencanaan berbasis data geologi, lereng, gerakan tanah, serta curah hujan untuk menghasilkan zonasi rekomendasi jenis yang lebih spesifik.

Pada level grass root dan dunia usaha, implementasi diwujudkan melalui agroforestri yang sesuai kondisi lokal, pelibatan warga dalam pemilihan jenis dan lokasi tanam, serta mekanisme pemeliharaan berbasis komunitas. 

Dunia usaha melalui CSR diharapkan mendukung paket lengkap, survei teknis, penanaman, pemeliharaan, dan pemantauan, bukan sekadar penanaman simbolis. Model kolaborasi konservasi–ekonomi seperti “One tree for one ticket” dapat menjadi contoh, selama tetap mengikuti prinsip “Right tree in the right place for the right purpose.”

Editor: Kuswandi

Tag:  #penanaman #pohon #tempat #yang #tepat #strategi #vegetasi #untuk #daerah #rawan #longsor #nggak #boleh #sembarangan

KOMENTAR