Hakordia 2025, Intervensi Politik Prabowo Dinilai Lemahkan Kerja Pemberantasan Korupsi
Presiden RI, Prabowo Subianto.
12:24
9 Desember 2025

Hakordia 2025, Intervensi Politik Prabowo Dinilai Lemahkan Kerja Pemberantasan Korupsi

 - Narasi penguatan kerja pemberantasan korupsi selalu digaungkan Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa kesempatan. Namun, nyatanya Prabowo secara langsung melakukan intervensi politik dalam beberapa kasus korupsi yang menyeret nama besar.

Bertepatan dengan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) yang jatuh pada 9 Desember, narasi penguatan pemberantasan korupsi seolah hanya live service. Sebab, Prabowo beberapa kali mengambil kebijakan luar biasa dengan pemberian amnesti, abolisi dan rehabilitasi kepada terdakwa korupsi.

Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah, mengatakan intervensi politik yang dilakukan Prabowo dalam kasus korupsi memunculkan kekhawatiran terkait penggunaan hak prerogatif yang tidak disertai mekanisme pengawasan yang kuat. Menurutnya, tindakan tersebut menyingkap persoalan serius dalam tata kelola kekuasaan.

“Intervensi Presiden terhadap putusan pengadilan merupakan bentuk pelemahan terhadap lembaga yudikatif dan pengabaian terhadap prinsip pemisahan cabang kekuasaan,” kata Wana, Selasa (9/12).

Intervensi politik itu dilakukan Prabowo dalam memberikan rehabilitasi kepada tiga terdakwa kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP, yakni Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Padahal, ketiga terdakwa sebelumnya telah divonis bersalah oleh pengadilan tingkat pertama pada 20 November 2025.

"Pemberian rehabilitasi tersebut membuat penjatuhan pidana tidak lagi dapat dilakukan dan seluruh hak mereka otomatis dipulihkan," ucap Wana.

Tak hanya Ira Puspadewi dkk, Prabowo juga sebelumnya memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

Intervensi politik Prabowo terhadap perkara korupsi seolah mematahkan narasi penguatan kerja pemberantasan korupsi, yang selalu digaungkannya. Menurutnya, penggunaan hak prerogatif seperti grasi, amnesti, rehabilitasi, dan abolisi selama ini tidak memiliki parameter yang jelas sehingga rentan dipolitisasi.

Ia menekankan, ketiadaan standar tersebut menciptakan ruang abu-abu yang berbahaya. Badan peradilan dibangun sebagai lembaga yudikatif yang independen, transparan, dan bebas dari intervensi politik, tetapi seolah terpatahkan.

"Namun praktik pemberian grasi, amnesti, rehabilitasi, dan abolisi yang dilakukan tanpa standar transparansi dan akuntabilitas justru mengaburkan batas tersebut,” tegasnya.

Ia menegaskan, langkah eksekutif semacam ini melampaui batas kewenangan yang seharusnya dijalankan dengan kehati-hatian tinggi. Wana juga mengingatkan bahwa pola intervensi tanpa batas berpotensi meruntuhkan sistem peradilan berjenjang.

“Jika praktik ini dibiarkan berlanjut, relevansi institusi peradilan banding dan kasasi akan kian terkikis,” tuturnya. 

Padahal, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung berfungsi sebagai ruang koreksi yuridis yang penting dalam menilai ketepatan putusan pengadilan sebelumnya. Ia tak memungkiri, pemberian hak hukum secara prerogatif itu diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Namun, muncul risiko besar ketika aktor-aktor hukum lebih memilih mencari “ampunan politik” daripada menempuh jalur hukum yang seharusnya.

Ia menekankan, penyelesaian perkara melalui intervensi eksekutif tidak dapat dibenarkan. Menurutnya, jika regulasi mengenai penggunaan grasi, rehabilitasi, amnesti, dan abolisi tidak segera diperjelas, maka praktik serupa akan semakin masif. 

Ketiadaan mekanisme kontrol justru membuka peluang penyalahgunaan kewenangan yang merusak fondasi penegakan hukum. Sebab, preseden ini dapat mengacaukan sistem peradilan pidana.

"Jika terdapat kekeliruan aparat dalam menerapkan hukum, intervensi semacam ini justru menghalangi upaya koreksi lewat proses pembuktian yang seharusnya dilakukan di pengadilan. Akibatnya, akuntabilitas perkara tidak bisa dipastikan, dan proses perbaikan hukum menjadi tertutup sepenuhnya," pungkasnya.

Editor: Kuswandi

Tag:  #hakordia #2025 #intervensi #politik #prabowo #dinilai #lemahkan #kerja #pemberantasan #korupsi

KOMENTAR