Potret Suram Pemidanaan Korupsi 2024: Ringan di Vonis, Berat di Kerugian Negara
Ilustrasi Korupsi.(KOMPAS.COM/Shutterstock)
09:28
5 Desember 2025

Potret Suram Pemidanaan Korupsi 2024: Ringan di Vonis, Berat di Kerugian Negara

- Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis laporan tren vonis kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang memotret pemidanaan perkara korupsi di Indonesia dalam satu tahun terakhir.

Dari 3.605 putusan tipikor yang tercatat di Mahkamah Agung (MA), ICW hanya bisa menghimpun 1.768 putusan karena lebih dari separuhnya tidak tersedia di Direktori Putusan.

Peneliti ICW Erma Nuzulia Syifa mengatakan, pola pemidanaan selama tahun 2024 masih mengulang tren sebelumnya, yaitu hukuman ringan mendominasi, pemulihan kerugian negara sangat kecil, dan perkara besar belum ditangani secara optimal.

“Rata-rata pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa tipikor adalah 3 tahun 3 bulan, atau 39 bulan,” kata Erma, saat memaparkan laporan tersebut, Kamis (4/12/2025).

Dari 1.768 putusan yang dihimpun, ICW menemukan bahwa 90,55 persen perkara menggunakan pasal kerugian negara.

Jenis tindak pidana suap, gratifikasi, pemerasan, ataupun pencucian uang jumlahnya jauh lebih kecil.

Secara geografis, penyebaran perkara menunjukkan tiga provinsi dengan jumlah kasus paling tinggi.

Sumatera Utara mencatat 148 perkara, disusul Jawa Timur dengan 129 perkara, dan Sulawesi Selatan dengan 123 perkara.

Dari segi kategori perbuatan, korupsi di desa menjadi kategori tertinggi dengan 322 putusan.

Setelah itu, kategori utilitas, seperti proyek infrastruktur dan layanan publik, mengikuti dengan 310 putusan.

Kategori pemerintahan menyusul dengan 282 putusan, lalu perbankan 153 putusan, dan pendidikan 129 putusan.

Dalam memetakan profil terdakwa, ICW menemukan bahwa kelompok terbesar berasal dari sektor swasta dengan 603 terdakwa.

Di bawahnya terdapat pegawai pemerintah daerah dengan 462 terdakwa dan kepala desa sebanyak 204 terdakwa.

Sementara itu, terdakwa yang menduduki posisi strategis dalam pemerintahan jumlahnya sangat kecil, hanya 110 orang.

“Pekerjaan strategis hanya berjumlah 110 terdakwa,” kata Erma.

ICW menilai, kondisi tersebut tidak lepas dari fokus aparat penegak hukum yang lebih banyak menindak kasus-kasus di level menengah dan bawah ketimbang kasus besar yang memiliki dampak sistemik.

Sebab, selama kurun waktu 2024, Kejaksaan RI telah menangani 1.723 orang dalam 1.648 putusan.

Sebagian besar terdakwa yang ditangani lembaga ini berasal dari sektor swasta, diikuti pegawai pemerintah daerah dan aparatur desa.

Kejaksaan juga tercatat menindak enam korporasi.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani 99 terdakwa melalui 71 perkara.

Mayoritas terdakwa berasal dari pegawai kementerian/lembaga, diikuti sektor swasta, pemerintah daerah, legislatif, kepala daerah, pejabat BUMN/BUMD, dan aparat penegak hukum.

Terdapat 26 terdakwa yang dikategorikan sebagai pelaku high profile.

Vonis rata-rata 3 tahun 3 bulan dan denda masih rendah

Rata-rata pidana penjara untuk perkara tipikor pada 2024 adalah 3 tahun 3 bulan, sementara total pidana denda mencapai Rp 316,29 miliar, dengan rata-rata Rp 180 juta per terdakwa.

Sebaran vonis menunjukkan dominasi hukuman ringan.

ICW mencatat 1.053 terdakwa dijatuhi vonis di bawah empat tahun, sementara 651 terdakwa dijatuhi hukuman antara empat hingga sepuluh tahun.

Vonis berat di atas sepuluh tahun jumlahnya hanya 95 terdakwa.

Meski jumlah ini meningkat signifikan, proporsinya tetap kecil dibanding keseluruhan perkara.

Pemulihan aset hanya 4,78 persen

Catatan kerugian negara sepanjang 2024 mencapai Rp 330,93 triliun.

Angka ini melonjak karena kasus tata niaga timah yang kerugiannya dinilai mencapai Rp 300 triliun oleh hakim.

Namun, kemampuan negara mengembalikan kerugian tersebut sangat terbatas.

Pemulihan kerugian negara hanya 4,78 persen dari total kerugian negara. Jika ditambah dengan denda, baru menutupi 4,84 persen kerugian negara,” ujar Erma.

Kasus timah: aset hampir tak dirampas

Kasus tata niaga timah menjadi salah satu sorotan ICW.

Hakim menilai, kerugian keuangan negara mencapai Rp 300 triliun, tetapi sebagian besar aset yang terkait perkara belum berhasil diamankan negara.

Dalam pemetaannya, ICW menyebut bahwa 96,6 persen aset belum diperintahkan untuk dirampas.

Di sisi lain, ICW mencatat setidaknya 70 terdakwa divonis bebas dan 20 terdakwa dilepas sepanjang 2024.

Sepanjang 2024, hanya 14 terdakwa yang dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu, sebagian besar berupa pencabutan hak politik.

Sementara itu, 22 terdakwa lain yang merupakan pejabat publik tidak mendapatkan pidana tambahan tersebut, meskipun memiliki posisi strategis.

Rekomendasi ICW

Dalam laporannya, ICW merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan.

Kepada MA, ICW meminta penguatan pengawasan hakim, peningkatan keterbukaan Direktori Putusan, dan penyusunan pedoman pemidanaan korupsi.

Kepada Kejaksaan dan KPK, ICW meminta kedua lembaga fokus menangani kasus besar dan memaksimalkan penggunaan Pasal 18 UU Tipikor serta UU TPPU untuk pemulihan aset.

Kepada DPR dan pemerintah, ICW menegaskan perlunya segera membahas dan mengesahkan RUU Perampasan Aset dan RUU Tipikor sebagai instrumen penting untuk memperkuat pemulihan kerugian negara dan menutup celah hukum dalam pemberantasan korupsi.

Tag:  #potret #suram #pemidanaan #korupsi #2024 #ringan #vonis #berat #kerugian #negara

KOMENTAR