Berakhirnya Era “Safe Harbor”, Platform Digital Terancam Sanksi Jika Tak Ramah Anak
ilustrasi anak main gadget(freepik)
09:38
27 November 2025

Berakhirnya Era “Safe Harbor”, Platform Digital Terancam Sanksi Jika Tak Ramah Anak

- Lanskap digital Indonesia tengah memasuki babak baru yang lebih ketat. Selama bertahun-tahun, platform digital sering kali beroperasi dengan anggapan bahwa keamanan anak adalah tanggung jawab mutlak orangtua.

Namun, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak atau PP Tunas, Pemerintah Indonesia secara resmi mengakhiri era “lepas tangan” bagi perusahaan teknologi.

Ditetapkan pada 28 Maret 2025, PP Tunas menekankan pentingnya tata kelola sistem elektronik ramah anak untuk menghadirkan ruang digital yang aman, sehat, dan berkeadilan.

“Kebijakan Tunas menjadi wujud komitmen kita dalam melindungi anak-anak dari berbagai ancaman dan risiko digital, sekaligus memastikan mereka mendapat manfaat terbaik dari perkembangan teknologi,” ujar Presiden RI Prabowo Subianto saat meresmikan PP Tunas di Istana Negara, Jakarta, Jumat (28/3/2025).

Regulasi ini hadir sebagai bentuk respons terhadap data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan tingginya penggunaan internet oleh anak-anak di Indonesia.

Berdasarkan data BPS, 48 persen pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah usia 18 tahun dan 35,57 persen anak usia dini. Dari data itu, lebih dari 80 persen anak-anak Indonesia menghabiskan waktu rata-rata tujuh jam setiap hari dalam mengakses internet. Kondisi ini menjadikan penetapan regulasi PP Tunas semakin mendesak.

Secara garis besar, PP Tunas mengatur penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelindungan anak, pengawasan penyelenggaraan sistem elektronik dalam pelindungan anak, sanksi administratif, serta peran kementerian/lembaga dan masyarakat.

Regulasi yang mulai berlaku pada 1 April 2025 tersebut menegaskan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk media sosial dan game online, kini memikul tanggung jawab hukum untuk menyaring konten dan menjaga keamanan anak di platform mereka.

Mengacu pada isi PP Tunas, PSE bertanggung jawab membangun dan mengoperasikan sistem yang ramah anak, aman, dan sesuai prinsip pelindungan anak, menyediakan remediasi cepat dan transparan jika terjadi pelanggaran, serta memverifikasi usia, membatasi akses berdasarkan kategori usia, dan menyaring konten tidak layak.

Selain itu, PP Tunas juga mewajibkan platform digital untuk memprioritaskan pelindungan anak dibanding kepentingan komersialisasi, serta melarang profiling data anak dan menjadikan anak sebagai komoditas dalam sistem digital.

Jika PSE diketahui melanggar ketentuan yang tertuang dalam PP Tunas, akan dikenai sanksi administratif berupa teguran, denda, pembatasan akses, hingga pemutusan layanan.

Dengan demikian, keberadaan PP Tunas menandakan berakhirnya safe harbor atau konsep lepas tangan bagi para penyedia layanan digital. Sebaliknya, kini platform digital dituntut proaktif dalam melakukan pencegahan dan mitigasi risiko.

PP Tunas lindungi anak di ruang digital

Upaya Pemerintah Indonesia dalam melindungi anak di dunia digital melalui PP Tunas mendapat sambutan positif dari beberapa pihak.

Dukungan terhadap PP Tunas salah satunya datang dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. Ia menilai kebijakan ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk memperkuat perlindungan anak di ruang digital.

“PP Tunas mengatur provider yang menyediakan pesan-pesan konten untuk tidak memberikan hal-hal yang tidak tepat untuk usia anak," ujar Arifah, seperti dikutip Kompas.com, Selasa (25/11/2025).

Senada dengan Arifah, Head of Communication and Partnership Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) Annisa Pratiwi Iskandar mengatakan bahwa PP Tunas bertujuan melindungi anak-anak agar lebih siap di ruang digital.

Menurutnya, keberadaan PP Tunas mengurangi beban orangtua yang selama ini mendampingi buah hatinya di ruang digital secara mandiri.

“Dengan adanya dukungan dari pemerintah lewat PP Tunas ini justru membantu meringankan peran orangtua melalui dukungan ekosistem yang ada di ruang digital,” jelas Annisa.

Pernyataan tersebut disampaikan Annisa dalam Forum Sosialisasi Sahabat Tunas: Sesi Anak Hebat Belajar Aturan PP Tunas di Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/10/2025).

Ia menegaskan bahwa PP Tunas mengatur platform digital untuk dapat membantu orangtua dan pemerintah dalam mengidentifikasi risiko-risiko digital, seperti risiko kontak, eksploitasi, dan paparan konten negatif berupa pornografi, kekerasan, atau cyber bullying.

Tantangan implementasi

Meski mendapat dukungan dari berbagai pihak, upaya implementasi PP Tunas dinilai sebagai tantangan tersendiri, mengingat ancaman terhadap anak bisa datang dari aplikasi dan situs yang dianggap normal atau bukan termasuk daftar hitam.

Oleh karena itu, Direktur Eksekutif Indonesia Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mendorong upaya pengawasan agar PP Tunas dapat diterapkan secara optimal.

“Harus ada pengawasan dan pengendalian agar PP Tunas bisa berjalan, dengan melibatkan banyak stakeholder mencakup kementerian/lembaga, game developer, penyedia layanan internet, orangtua, guru, dan anak-anak itu sendiri,” ungkapnya.

Heru juga mengusulkan pembentukan Tim Independen Perlindungan Anak di Dunia Digital yang dibekali kewenangan untuk mengawasi dan menjatuhkan sanksi bagi platform yang melanggar ketentuan.

Pada akhirnya, PP Tunas merupakan langkah awal untuk melindungi anak di ruang digital. Pengawasan terhadap konten digital yang diakses anak-anak menjadi tanggung jawab kolektif yang membutuhkan sinergi berbagai pihak, mulai dari pemerintah, orangtua, hingga pemangku kebijakan lainnya.

Tag:  #berakhirnya #safe #harbor #platform #digital #terancam #sanksi #jika #ramah #anak

KOMENTAR