Revisi KUHAP Atur Penyitaan Tak Perlu Izin Pengadilan jika Kondisi Mendesak
- DPR RI dan pemerintah nenyepakati revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri (PN) dalam kondisi mendesak.
Namun, setelahnya penyidik tetap wajib melaporkan penyitaan mendesak tersebut ke PN paling lambat 5 hari usai pelaksanaan.
"Oke sepakat teman-teman?" ujar Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat memimpin rapat panitia kerja (Panja) RUU KUHAP bersama pemerintah, Kamis (13/11/2025).
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 112A draf RUU KUHAP yang ditampilkan di ruang rapat dan dibacakan oleh tim perumus serta tim sinkronisasi Komisi III DPR RI.
Pasal 112A Ayat (1) berbunyi: “Dalam keadaan mendesak, penyidik dapat melakukan penyitaan tanpa izin ketua pengadilan negeri hanya atas benda bergerak dan untuk itu paling lama 5 hari kerja wajib meminta persetujuan kepada ketua pengadilan negeri”.
Waktu pelaporan penyitaan ke pengadilan negeri ini mengalami perubahan dari rancangan sebelumnya, yakni 2 hari.
Kemudian untuk Ayat (2): keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat 1, meliputi:
a. Letak geografis yang susah dijangkau
b. Tertangkap tangan
c. Tersangka berpotensi berupaya merusak dan menghilangkan alat bukti secara nyata
d. Benda atau aset itu mudah dipindahkan
e. Adanya ancaman serius terhadap keamanan nasional atau nyawa seseorang yang melakukan tindakan segera
f. Situasi berdasarkan penilaian penyidik
Untuk Ayat (3): Ketua PN paling lama 2 hari terhitung sejak penyidik meminta persetujuan penyitaan sebagainana dimaksud pada ayat 1 wajib mengeluarkan penetapan persetujuan atau penolakan.
Ketentuan lebih lanjut soal persetujuan penyitaan oleh PN diatur dalam Pasal 112B draf RUU KUHAP.
Di Ayat (1), dalam hal Ketua PN menolak untuk memberikan izin sebagaimana dimaksud pada Pasal 112A Ayat (1) Atau persetujuan penyitaan Pasal 112A Ayat (3) penetapan penolakan harus disertai dengan alasan.
Kemudian Ayat (2), terhadap penetapan penolakan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), penyidik dapat mengajukan kembali permohonan penyitaan terhadap benda yang sama kepada Ketua PN hanya 1 kali.
Untuk Ayat (3), penetapan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hasil penyitaan tidak dapat dijadikan alat bukti.
Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej menyetujui Pasal 112B yang telah mengalami penyesuaian tersebut.
“Jadi ayat (2)-nya sekarang pak, kan Ayat (1) dia menolak ada alasan. Maka permohonan kedua itu untuk melengkapi alasan kan,” kata Edward.
Tag: #revisi #kuhap #atur #penyitaan #perlu #izin #pengadilan #jika #kondisi #mendesak