Puluhan Siswa Ditolak Universitas di Korea Selatan karena Memiliki Catatan Kekerasan atau Bullying di Sekolah
Pergerakan pelaku kekerasan di sekolah Korea Selatan semakin dipersempit./Freepik.
10:48
5 November 2025

Puluhan Siswa Ditolak Universitas di Korea Selatan karena Memiliki Catatan Kekerasan atau Bullying di Sekolah

Bagi generasi pelajar Korea Selatan, penerimaan perguruan tinggi lebih dari sekadar tonggak akademis.

Penerimaan perguruan tinggi di Korea Selatan telah menjadi gerbang menuju mobilitas sosial, stabilitas pekerjaan, dan status seumur hidup.

Saat ini dalam perubahan kebijakan pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sejumlah universitas nasional terkemuka di seluruh Korea Selatan, termasuk Universitas Nasional Seoul yang paling bergengsi, mulai menolak para pendaftar yang memiliki catatan kekerasan atau bullying saat di sekolah.

Menurut data yang diperoleh kantor anggota parlemen Partai Rebuilding Korea, Kang Kyung Sook, enam dari sepuluh universitas nasional unggulan Korea Selatan menolak 45 pelamar pada siklus penerimaan mahasiswa baru tahun 2025, karena memiliki catatan kekerasan atau bullying di sekolah.

Penolakan tersebut mencakup dua pelamar ke Universitas Nasional Seoul, dan 22 ke Universitas Nasional Kyungpook yang terakhir memperkenalkan sistem hukuman berbasis poin yang ketat, untuk menilai riwayat disiplin tahun ini.

Tren ini akan menjadi hal yang lumrah di Korea Selatan, dan semua universitas di negara tersebut akan diharuskan memasukkan catatan kekerasan di sekolah, ke dalam penerimaan mahasiswa mulai tahun 2026.

"Ini baru permulaan. Standarnya semakin tinggi dan (pelaku kekerasan di sekolah) diharapkan untuk menerima lebih banyak tanggung jawab," kata seorang petugas penerimaan mahasiswa.

Korea Selatan mengkategorikan sanksi kekerasan di sekolah dalam skala Level 1 (permintaan maaf tertulis), hingga Level 9 (pengeluaran dari sekolah).

Sebelumnya, pelanggaran ringan seringkali diselesaikan secara internal dengan guru atau orang tua yang mendesak rekonsiliasi untuk catatan tersebut, mulai dari Level 6 keatas, namun kini sekolah diwajibkan untuk mencatat dalam catatan permanen siswa.

Dikutip dari Korea Herald, universitas menentukan secara independen bagaimana mempertimbangkan sanksi tersebut.

Misalnya, Universitas Nasional Kyungpook menerapkan beberapa pedoman paling ketat yang pernah ada, dengan pengurangan 10 poin untuk Level 1-3, 50 poin untuk Level 4-7, dan 150 poin yang mencengangkan untuk kasus transfer atau pengeluaran dari sekolah (Level 8 atau 9).

Dari 22 pelamar yang ditolak, semuanya gagal memenuhi persyaratan poin, tidak hanya mereka yang mempertimbangkan jalur akademik universitas, tetapi juga jalur seni, atletik, dan esai.

"Ini bukan sekadar pelanggaran pribadi. Kekerasan di sekolah merupakan pelanggaran kepercayaan sosial," kata pihak universitas dalam sebuah pernyataan.

"Kami percaya universitas memiliki tanggung jawab untuk menjunjung tinggi nilai-nilai komunitas."

Prinsip ini semakin meluas. Sepuluh perguruan tinggi keguruan nasional, termasuk Gyeongin, Busan, dan Universitas Pendidikan Nasional Seoul, telah mengumumkan bahwa mulai tahun depan, setiap pelamar dengan catatan kekerasan di sekolah, terlepas dari tingkat keparahannya, akan otomatis didiskualifikasi.

Perguruan tinggi keguruan dan kedokteran lainnya, sedang mempertimbangkan langkah serupa.

Di balik perubahan kebijakan tersebut terdapat perubahan budaya di Korea Selatan yang lebih mendalam.

“Kekerasan di sekolah dulunya dianggap sebagai konflik pribadi,” kata seorang guru SMA di Seoul, bermarga Kim.

“Sekarang, kekerasan tersebut dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan masyarakat menuntut akuntabilitas jangka panjang.”

Catatan kekerasan di sekolah tetap tercatat dalam dokumen resmi hingga dua tahun setelah kelulusan, dan bahkan permanen dalam kasus dikeluarkan dari sekolah.

Artinya, penerimaan mahasiswa baru, perekrutan di sektor publik, dan beberapa pekerjaan di sektor swasta dapat terpengaruh.

"Korban perundungan di sekolah mengatakan pengalaman mereka mempengaruhi mereka seumur hidup," lanjut guru SMA, Kim.

"Para pelaku perundungan di sekolah harus tahu, bahwa perilaku mereka di sekolah dapat berlanjut hingga dewasa dan petugas penerimaan mahasiswa sedang memantau."

Editor: Hanny Suwindari

Tag:  #puluhan #siswa #ditolak #universitas #korea #selatan #karena #memiliki #catatan #kekerasan #atau #bullying #sekolah

KOMENTAR