Melihat Respons DPR Usai MK Minta Atur Keterwakilan Perempuan di AKD
Pelantikan DPR, DPD, dan MPR 2024-2029 berlangsung pada Selasa (1/10/2024). Suasana di Kompleks Parlemen atau Gedung DPR/MPR, Jakarta, Jumat (14/1/2022). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
08:18
1 November 2025

Melihat Respons DPR Usai MK Minta Atur Keterwakilan Perempuan di AKD

Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan gugatan ndang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) untuk mengatur keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan dewan (AKD) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan Putusan Nomor 169/PUU-XXII/2024 dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (30/10/2025).

Berdasarkan putusan ini, MK menyatakan agar setiap AKD di DPR, mulai dari komisi, Badan Musyawarah (Bamus), panitia khusus (Pansus), Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), hingga Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) harus memiliki keterwakilan perempuan.

MK juga meminta setiap komisi di DPR wajib memiliki keterwakilan perempuan secara merata.

MK pun menegaskan agar setiap pimpinan AKD, baik komisi, MKD, Bamus, Baleg, Banggar, Pansus, BURT, maupun BKSAP, harus memuat 30 persen keterwakilan perempuan.

"Pimpinan komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 4 orang wakil ketua, yang ditetapkan dari dan oleh anggota komisi, Badan Legislasi, Badan Anggaran, BKSAP, Mahkamah Kehormatan Dewan, dan BURT berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan proporsional menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi dengan memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen)," kata Suhartoyo.

Guna menindaklanjuti putusan ini, DPR diminta membuat aturan internal atau tata tertib yang mewajibkan setiap fraksi untuk mengutus anggota perempuan mereka di setiap AKD

"DPR dapat menerapkan aturan internal yang tegas seperti Tata Tertib DPR, agar setiap fraksi menugaskan anggota perempuan dalam setiap AKD sesuai dengan kapasitasnya," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Saldi mengatakan, apabila suatu fraksi memiliki lebih dari satu perwakilan di suatu AKD, maka minimal 30 persen di antaranya adalah perempuan.

MK juga memberikan opsi kedua, yakni fraksi bisa langsung melaksanakan putusan ini tanpa perlu adanya tata tertib.

Fraksi bisa menempatkan anggota perempuan mereka pada setiap AKD tanpa harus menempatkan pada komisi yang spesifik untuk isu sosial, perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan.

"Tetapi juga bidang ekonomi, hukum, energi, pertahanan, dan bidang-bidang lainnya," ucap Saldi. 

Permintaan ini juga didasarkan atas pertimbangan MK yang menilai perlu ada pemerataan keterwakilan perempuan di setiap AKD DPR RI.

"Kehadiran perempuan secara berimbang dan merata pada setiap AKD akan membantu sekaligus memfasilitasi anggota DPR perempuan memperjuangkan hak kaumnya secara kolektif di semua bidang kehidupan bernegara," kata Saldi.

Bagaimana respons DPR?

Menanggapi putusan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku akan melakukan kajian.

Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar mengatakan, pihak kesekjenan bersama pimpinan DPR akan mempelajari terlebih dahulu isi putusan tersebut sebelum dibahas lebih lanjut bersama fraksi-fraksi.

“Kami akan cek keputusan MK tersebut. Sesuai mekanisme, akan dibahas pimpinan dengan fraksi-fraksi,” kata Indra, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (30/10/2025).

Indra memastikan bahwa pembahasan terkait dengan perubahan atau penyesuaian tata tertib (tatib) DPR akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Pembahasan revisi tatib akan dilakukan sesuai dengan ketentuan tatib DPR RI,” ujar Indra.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Negara (BAKN) DPR RI, Herman Khaeron, menyebut setiap anggota dewan telah diberikan kesempatan yang sama untuk bisa menduduki kursi pimpinan di AKD.

Herman menyebut sejak masa pemilu, pada setiap tiga nama calon anggota legislatif (Caleg), harus terdapat satu nama perempuan.

“Dan kalau melihat dari kesempatan, semuanya kan sudah diberi kesempatan,” ujar Herman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Herman menyebut bahwa bisa saja suatu fraksi kehabisan keterwakilan perempuan untuk diminta menjadi pimpinan AKD.

“Kalau misalkan dalam pimpinan AKD-nya tidak ada lagi, jatah dari ini sudah ada, sudah dikirimkan ke tempat lain, kan juga memang tidak ada. Kecuali kalau representasi perempuannya sudah ada, saya kira welcome lah ya,” ujar dia.

Tag:  #melihat #respons #usai #minta #atur #keterwakilan #perempuan

KOMENTAR