2 Fraksi Desak Hentikan Penulisan Ulang Sejarah, Fadli Zon: Jangan Menghakimi, Uji Publik Juli
Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon diwawancarai usai diskusi publik Sastra Mendunia di Gedung Kementerian Kebudayaan, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025).(KOMPAS.com/MELVINA TIONARDUS)
18:12
2 Juli 2025

2 Fraksi Desak Hentikan Penulisan Ulang Sejarah, Fadli Zon: Jangan Menghakimi, Uji Publik Juli

- Usai rapat kerja dengan Komisi X DPR RI, Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan bahwa proyek penulisan ulang sejarah tetap dilanjutkan.

Padahal, sejumlah anggota Komisi X DPR dalam rapat meminta agar penulisan ulang sejarah ditunda bahkan dihentikan.

"Enggak (akan ditunda). Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan, nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini," kata Fadli Zon usai rapat kerja bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

Jangan Menghakimi

Dia menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah dilakukan oleh sejumlah sejarawan profesional dari berbagai wilayah.

Oleh karena itu, Fadli Zon meminta semua pihak jangan dulu menghakimi. Apalagi, penulisan ulang tersebut masih dilakukan.

Diketahui, pemerintah melibatkan 113 sejarawan dari seluruh Nusantara dalam Tim Penulisan Ulang Sejarah Nasional. Meskipun, ada juga sejarawan yang akhirnya memutuskan mundur karena menemukan kejanggalan.

"Jangan menghakimi apa yang belum ada. Jangan-jangan nanti Anda lebih suka dengan sejarah ini," ujar Fadli Zon.

Dia lantas mengutip kata-kata Presiden pertama RI Soekarno, yang meminta Indonesia jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.

"Kok kita sekarang malah menuntut tidak boleh menulis sejarah, itu bagaimana ceritanya? Gitu ya, jadi kita tentu harus menulis sejarah kita," katanya.

Diperlukan

Kemudian, Fadli Zon mengatakan, penulisan sejarah diperlukan untuk pembaruan mengisi kekosongan selama 26 tahun.

Pasalnya, sejarah disebut seolah berhenti di presiden-presiden terdahulu, seperti Presiden ke-1 RI Soekarno, Presiden ke-2 RI Soeharto, dan Presiden ke-3 RI B.J.Habibie.

Selain itu, menurut Menbud, penulisan sejarah ulang ini juga akan melengkapi temuan-temuan arkeologis dan temuan sejarah lainnya, dengan tone positif sesuai dengan perspektif Indonesia.

"Jadi enggak ada yang aneh-aneh, yang menurut saya, nanti kalau ada di situlah ruang para sejarawan, para intelektual untuk menulis, mengkaji. Dan perspektifnya bisa berbeda-beda, antara sejarawan mungkin dari perguruan tinggi A dengan perguruan tinggi B, bisa beda. Yang kita tulis ini adalah secara umum untuk mengisi kekosongan 26 tahun kita tidak menulis sejarah,” ujarnya.

Bulan Ini Uji Publik

Dalam kesempatan itu, Fadli Zon juga menyebut, bakal dilakukan uji publik penulisan sejarah ulang pada Juli ini.

"Kita akan melakukan uji publik. Jadi kita akan melakukan uji publik terhadap apa yang ditulis. Ya bulan Juli ini," kata Fadli Zon.

Dia menegaskan, uji publik perlu dilakukan agar penulisan ulang sejarah dilakukan secara transparan.

Selain itu, Fadli Zon menjelaskan, uji publik dilakukan untuk melengkapi data-data pendukung dan masukan dari berbagai kalangan, termasuk para pemangku kepentingan sejarah.

Menurut Menbud, uji publik tersebut bakal melibatkan akademisi dan perguruan tinggi di berbagai wilayah.

"Ya pastilah, arkelog (juga). Semua pemangku kepentingan, lah, sejarah dalam hal ini. Jadi enggak ada yang disembunyikan kok. Semuanya terbuka, transparan," ujar Fadli Zon.

Bahkan, dia menyebut, bisa saja revisi dilakukan setelah menerima masukan dari berbagai kalangan saat uji publik.

Targetnya, menurut Fadli, penulisan sejarah ini bakal selesai sebulan setelah uji publik, atau pada bulan Agustus 2025.

"Ya itu target kan. Itu kan target saya ngomong supaya kita kerjanya efisien," kata Fadli Zon.

Desakan Ditunda dan Dihentikan

Sebagaimana diberitakan, anggota Komisi X DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mengkritik penulisan ulang sejarah.

Anggota Komisi X DPR dari fraksi PKB, Habib Syarief Muhammad meminta penulisan sejarah ulang ditunda. Sebab, menurut dia, proyek tersebut terkesan tertutup dan waktunya terlalu singkat.

"Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami dari fraksi PKB mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Ya, jelas untuk ditunda. Karena yang pertama terkesan sangat tertutup," kata Habib Syarief dalam rapat kerja dengan Menbud Fadli Zon, Rabu.

Habib Syarief mengungkapkan, dia tidak mendapatkan data lengkap dan penjelasan rinci mengenai siapa saja yang terlibat dalam tim penulisan sejarah. Padahal, sudah berupaya mencarinya.

Ditambah lagi, dia mengatakan, masalah sosialisasi awal penulisan sejarah ulang yang menurutnya tidak kunjung terlaksana.

"Pak Menteri ketika itu menyampaikan bahwa dalam waktu yang singkat akan dilakukan sosialisasi awal. Sampai hari ini, kita tidak mendengar (ada sosialisasi),” ujarnya.

Selain itu, dia menyoroti soal target penyelesaian penulisan sejarah ulang yang hanya tujuh bulan. Dalam pandangannya, target tersebut sangat singkat untuk penyusunan sejarah yang kerap memakan waktu puluhan tahun.

"Setelah saya ngobrol-ngobrol dengan beberapa orang, 7 bulan itu waktu yang sangat singkat, terlalu singkat untuk penulisan sebuah sejarah yang utuh, apalagi mungkin ada kata-kata resmi," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Komisi X dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends langsung meminta agar penulisan ulang sejarah dihentikan.

Sebab, dia mengaku khawatir jika proyek tersebut diteruskan, justru akan semakin melukai korban yang masih mencari keadilan dan menimbulkan polemik baru di masyarakat.

"Kami percaya ya Pak ya, daripada diteruskan dan berpolemik, mendingan dihentikan. Kalau Bapak mau teruskan, ada banyak yang terluka di sini," ujar Mercy, Rabu.

Apalagi, menurut dia, ada pernyataan Fadli Zon yang meragukan kebenaran terjadinya pemerkosaan massal 1998.

"Kami sangat berharap permintaan maaf. Mau korbannya perorangan yang jumlahnya banyak, yang Bapak tidak akui itu massal, permintaan maaf tetap penting. Karena korban benar-benar terjadi," katanya.

Mercy lantas mengingatkan bahwa sejarah seharusnya tidak ditulis dengan cara memilih-milih peristiwa yang hendak diangkat. Sebab, banyak sisi kelam sejarah yang tidak bisa diungkapkan seluruhnya, tetapi tetap menjadi bagian penting dari memori kolektif bangsa.

"Kalau memilih-milih saja mana yang ditulis dan mana yang tidak ditulis, ada banyak kekelaman-kekelaman yang ada di bawah permukaan yang tidak bisa kami ungkapkan satu per satu," ujar Mercy.

 

Tag:  #fraksi #desak #hentikan #penulisan #ulang #sejarah #fadli #jangan #menghakimi #publik #juli

KOMENTAR