



Puan Maharani Ungkap Rencana DPR Sikapi Putusan MK Soal Pemilu: Bakal Ada Efek ke UU Pemilu?
Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan bahwa semua fraksi di parlemen akan berkumpul membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan Pemilu nasional dan daerah.
Hal itu dilakukan usai DPR menggelar rapat konsultasi dan menerima masukan dari pemerintah terkait putusan MK tersebut.
"Jadi kami semua partai akan berkumpul setelah kemarin mendengarkan masukan dari pemerintah dan wakil dari masyarakat. Dan nanti DPR mewakili partai politik melalui fraksi-fraksinya akan menyuarakan," kata Puan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025.
Lebih lanjut, Puan menuturkan, Fraksi PDIP akan mencermati dan mengkaji terlebih dahulu putusan MK tersebut.
"Karena memang dalam undang-undang dasar sebenarnya kan Pemilu itu digelar lima tahun sekali. Makanya ini perlu dicermati oleh semua partai politik, imbas dari keputusan MK tersebut," katanya.
Selain itu, putusan MK soal pemisahan Pemilu pusat dan daerah juga akan berdampak pada Undang-undang Pemilu.
"Nantinya kan tentu saja itu akan ada efeknya ke Undang-undang Pemilu. Tapi Undang-undang Pemilunya juga belum kami bahas, dan pemerintah akan mencermati keputusan dari MK tersebut," ucapnya.
Hasil Kajian Sementara DPR
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda membocorkan hasil kajian sementara DPR dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dengan daerah.
Kajian itu dibahas dalam rapat konsultasi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Juni kemarin, yang dihadiri pimpinan DPR, Komisi II DPR, Komisi III DPR, dan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Kemudian dari perwakilan pemerintah hadir Menteri Hukum (Menkum), Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), serta unsur penyelenggara pemilu.
Menurutnya, dari kajian sementara ada beberapa persoalan yuridis dari putusan MK.
"Dari kajian sementara kami paling tidak ada beberapa persoalan yuridis yang sangat serius," kata Rifqi di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin kemarin.
Pertama, putusan MK soal pemisahan pemilu sudah mendahului pembentuk Undang-Undang Dasar.
"Dimana pembentuk Undang-Undang Dasar menyebutkan bahwa gubernur, bupati, wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, kota dipilih secara demokratis. Demokratis itu maknanya bisa langsung bisa tidak langsung, tapi kemudian MK dalam tanda kutip menyimpulkan bahwa harus dilakukan pemilu yang itu artinya dipilih secara langsung," katanya.
Kemudian persoalan kedua, MK sebelumnya sudah memberikan keputusan pada 2019 terkait enam varian keserentakan pelaksanaan pemilu.
"Yang oleh MK sendiri disebutkan Pembentuk Undang-Undang diberikan hak untuk melakukan open legal policy. Artinya kami diminta untuk memilih satu di antara enam. Nah sekarang kami sedang mau revisi, kan pemilunya juga masih lama, 2029 kok tiba-tiba MK menetapkan sendiri salah satu daripada itu," katanya.
Lebih lanjut, kata dia, posisi MK kekinian telah melampaui kewenangan. Tidak hanya menentukan UU konstitusional atau inkonstitusional, tapi juga telah membuat norma sendiri.
"Nah kalau kemudian ini terus terjadi, maka kita tidak akan menghasilkan satu demokrasi konstitusional dan negara hukum yang baik. Nanti kami revisi Undang-Undang Pemilu, belum dilaksanakan di judicial review diterbitkan norma baru. Kemudian kita hadirkan lagi," katanya.
"Nah kalau seperti ini terus, menurut pandangan saya kita tidak bisa saling menghargai antar lembaga negara. Karena itu, izinkan sekali lagi DPR dan Pemerintah melakukan pencermatan yang sangat serius terhadap putusan MK terbaru ini," sambungnya.
Kendati begitu, lanjut dia, putusan MK itu mengikat dan harus dilaksanakan. DPR masih akan terus melakukan kajiannya.
"Jadi kami pastikan apapun yang akan dilakukan oleh DPR pasti akan mengacu pada konstitusionalitas konstitusi," pungkasnya.
Tag: #puan #maharani #ungkap #rencana #sikapi #putusan #soal #pemilu #bakal #efek #pemilu