



Golkar Khawatir Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional-Lokal Hambat Program Pemerintah
Wakil Ketua Umum Golkar Adies Kadir menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan daerah berpotensi menghambat jalannya program pemerintahan.
Menurut Adies, dengan sistem pemilu serentak yang telah dijalankan saat ini saja, pelaksanaan program presiden belum sepenuhnya berjalan merata di seluruh wilayah Indonesia.
“Kita lihat saat ini, keserentakan ini, program-program presiden aja kan dalam waktu hampir satu tahun pertama ini kan masih susah untuk diterapkan juga di provinsi dan Kabupaten-Kota, apalagi yang agak jauh dari Jakarta,” ujar Adies di Gedung DPR RI, Selasa (1/7/2025).
Wakil Ketua DPR RI itu mengaku khawatir sinkronisasi program antara pemerintah pusat dan daerah akan semakin terhambat jika pemilu nasional dan daerah benar-benar dipisahkan.\
Terlebih lagi, jika jeda waktu antara pemilu nasional dan daerah hingga dua tahun setengah.
Menurut Adies, Kondisi tersebut tentu akan memperlambat pelaksanaan program-program nasional di tingkat lokal.
“Kalau dua tahun setengah kapan itu program presiden bisa berjalan? Apakah program presiden yang dicanangkan dalam lima tahun bisa diterapkan dalam waktu dua tahun setengah?” ucap dia.
Adies mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah.
Dengan demikian, keserentakan pemilu harus menjadi salah satu instrumen untuk memastikan program pembangunan bisa dijalankan secara terpadu dari pusat hingga ke daerah.
“Padahal ini kan harus sinergi. Indonesia kan negara kesatuan, jadi memang harus semua terpusat dari atas sampai ke daerah supaya pembangunan itu merata,” kata Adies.
Oleh karena itu, lanjut Adies, Partai Golkar masih mengkaji secara menyeluruh dampak dari putusan MK tersebut, termasuk dari sisi tata kelola pemerintahan dan efektivitasnya.
“Hal-hal seperti ini yang juga menjadi kajian-kajian kami di Fraksi Golkar, implikasi, dampak, dan lain sebagainya,” ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk memisahkan pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029.
Artinya, pemilu nasional hanya untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden/wakil presiden.
Sedangkan, pemilihan anggota DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota dilakukan bersamaan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, menyampaikan bahwa Mahkamah mempertimbangkan pembentuk undang-undang yang belum melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019.
Selanjutnya, MK melihat DPR maupun pemerintah sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan Pemilu.
"Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional," ujar Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Di samping itu, Saldi menjelaskan bahwa MK tidak bisa menentukan secara spesifik waktu pelaksanaan pemilu nasional dengan daerah.
Namun, MK mengusulkan pilkada dan pileg DPRD dapat digelar paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan anggota DPR/DPD dan presiden/wakil presiden.
"Menurut Mahkamah, pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota," ujar Saldi.
Tag: #golkar #khawatir #putusan #pisahkan #pemilu #nasional #lokal #hambat #program #pemerintah