



Konflik Ambalat Berakhir Dikelola Bersama, Bukan Perang, Bukan Pengadilan
- Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai langkah Indonesia dan Malaysia untuk mengelola bersama wilayah Laut Ambalat adalah pilihan di tengah kebuntuan penyelesaian hukum soal batas landas kontinen.
Menurutnya, kedua negara tidak memilih tiga opsi klasik dalam menyelesaikan sengketa tersebut, yakni membawa ke pengadilan internasional, menggunakan kekuatan militer, atau membiarkannya tanpa kejelasan.
“Rupanya tiga ini tidak diambil sebagai opsi. Yang diambil opsi oleh Pak Prabowo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim itu adalah, sudah lah masalah hukum kita akui, tapi sayang juga kalau misalnya sumber daya alam yang ada tidak dieksplorasi dan dieksploitasi," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Minggu (29/6/2025).
"Nah, oleh karenanya kenapa kita tidak kemudian melakukan joint development (pengelolaan bersama atas sumber daya alam) di wilayah yang saling klaim ini, beririsan, yang beririsan itu saja," tambah dia.
Menurut Hikmahanto, konflik Ambalat bukanlah persoalan laut teritorial atau Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), melainkan menyangkut landas kontinen, yaitu wilayah dasar laut yang dapat diklaim negara sejauh 200 mil dari garis pantai untuk eksplorasi sumber daya alam.
Ia menegaskan bahwa skema kerja sama atau joint development bukan hal baru bagi Indonesia.
Salah satu contohnya adalah kerja sama Indonesia dan Australia di wilayah Palung Timur ketika Timor Timur masih menjadi bagian dari Indonesia.
“Kita pernah melakukan joint development dengan pihak Australia di Palung Timur. Itu pengalaman kita, pengalaman Indonesia," ujar Hikmahanto.
Meski menyambut baik pendekatan bersama ini, Hikmahanto mengingatkan pentingnya keadilan dalam pembagian manfaat.
Menurutnya, kedua negara harus duduk bersama untuk mencari opsi yang saling menguntungkan atau win-win solution.
"Jadi, jangan sampai Malaysia yang lebih dapat diuntungkan atau Indonesia dapat lebih banyak untung, tapi harus win-win, sehingga keuntungan ekonomi dari landas kontinen ini bisa dimanfaatkan oleh kedua negara," beber Hikmahanto.
Ia juga mengingatkan bahwa wilayah ini menyangkut hak berdaulat, bukan klaim kedaulatan penuh.
“Yang kita klaim adalah sumber daya alam, bukan wilayahnya. Tapi kalau sumber daya alamnya habis duluan, orang bisa bilang: buat apa lagi proses hukumnya?” ujar Hikmahanto.
Ia mendukung langkah pemerintah untuk tetap melanjutkan proses perundingan hukum sambil memulai eksplorasi dan eksploitasi bersama atas sumber daya alam di wilayah yang dipersengketakan.
Diberitakan sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto mengatakan Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan penyelesaian yang akan menguntungkan kedua belah pihak, salah satunya mengenai konflik Blok Ambalat.
Hal tersebut Prabowo sampaikan dalam joint statement usai dirinya bertemu Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Istana, Jakarta, Jumat (27/6/2025).
"Sebagai contoh, kita sepakat hal-hal yang masalah perbatasan yang mungkin memerlukan waktu lagi untuk menyelesaikan secara teknis. Tapi prinsipnya, kita sepakat untuk mencari penyelesaian yang menguntungkan kedua pihak," ujar Prabowo.
Untuk Blok Ambalat, kata Prabowo, Indonesia dan Malaysia akan mengeksploitasi lautnya secara bersama.
"Contoh, masalah Ambalat, kita sepakat bahwa sambil kita saling menyelesaikan masalah-masalah hukum kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development. Apa pun yang kita ketemu di laut itu kita akan bersama-sama mengeksploitasinya," jelasnya.
"Jadi kita sepakat bahwa kita ini harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan rakyat kita masing-masing," imbuh Prabowo.
Tag: #konflik #ambalat #berakhir #dikelola #bersama #bukan #perang #bukan #pengadilan