



4 Pulau Jadi Perebutan Aceh dan Sumut Sejak 2008, Apa Istimewanya?
- Pemerintah pusat menetapkan empat pulau wilayah Provinsi Aceh masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Keputusan itu diambil setelah keempat pulau itu disengketakan sejak 2008.
Penetapan itu berdasarkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Keempat pulau yang statusnya dialihkan ke wilayah Sumut tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang.
Namun, dalam pernyataan terbarunya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan bahwa empat pulau itu adalah kewenangan Aceh karena sudah sejak lama menjadi bagian Aceh.
"Ya empat pulau itu sebenernya itu kewenangan Aceh jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu kala itu memang punya Aceh," kata Muzakir Manaf di JCC, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Menurut dia, empat pulau itu adalah hak Aceh lantaran dari segi sejarah hingga iklim mengikuti kawasan Aceh.
"Itu memang hak Aceh. Jadi saya rasa itu memang betul-betul Aceh, dia sudah punya segi sejarah, perbatasan iklim, jadi tidak perlu, itu saja, itu alasan yang kuat bukti yang kuat seperti itu,” ujar Muzakir Manaf.
Apa Istimewanya 4 Pulau Itu?
Diberitakan Kompas.com, keempat pulau yang disengketakan tersebut ternyata berada dekat dengan wilayah kerja minyak dan gas (migas) Wilayah Kerja Offshore West Aceh (OSWA).
"Secara umum, keempat pulau tersebut berdekatan dengan Wilayah Kerja Offshore West Aceh (OSWA)," kata Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Nasri Djalal saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kamis (12/6/2025).
Namun, menurut Nasri, empat pulau tersebut belum memiliki catatan data seismik yang memadai. Sehingga, tidak bisa dikatakan memiliki potensi migas.
Nasri juga menyebut, proses evaluasi potensi migas belum bisa dilakukan secara menyeluruh.
"Kami mendorong adanya survei awal dan akuisisi data seismik agar potensi migas bisa diidentifikasi lebih jelas," ujarnya.
Dilansir dari situs resmi BPMA, Wilayah Kerja OSWA (Blok Singkil) saat ini dikelola oleh Conrad Asia Energy Ltd, yang juga memenangkan lelang Blok Meulaboh atau Wilayah Kerja Offshore North West Aceh (ONWA). Kedua blok tersebut dinilai memiliki potensi sumber daya energi yang signifikan
Blok Singkil memiliki potensi gas sebesar 296 miliar kaki kubik (BCF) berdasarkan asumsi P50. Sementara Blok Meulaboh menyimpan potensi minyak bumi sekitar 192 juta barel (MMBO) dan gas sekitar 1,1 triliun kaki kubik (TCF)
Blok OSWA mencakup area seluas 8.200 kilometer persegi, sedangkan ONWA mencakup 9.200 kilometer persegi.
Potensi hidrokarbon di kedua wilayah kerja itu menghadapi tingkat risiko geologi sedang hingga tinggi, terutama terkait keberadaan batuan sumber (source rock).
Kemendagri Tak Tahu soal Potensi Migas?
Terkait lokasinya yang dekat dengan Blok Migas OSWA, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku, tidak mengetahui adanya potensi kekayaan alam minyak dan gas pada empat pulau tersebut
Direktur Jenderal Bina Administrasi Wilayah (Adwil) Kemendagri, Safrizal Sakaria Ali mengatakan, konsen dan pekerjaan dari tim pembakuan rupabumi bukan menentukan potensi adanya kekayaan migas.
"Kami tidak tahu menahu bahwa ada potensi migas segala macam, (karena) tidak merupakan konsen dari tim pembakuan rupabumi karena betul-betl berdasarkan standar yang dibangun," kata Safrizal dalam pemaparannya kepada awak media di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat pada 11 Juni 2025.
Sebab, menurut dia, kewenangan terkait tambang dan usaha ekstraktif adalah kewenangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Safrizal menegaskan bahwa Kemendagri hanya bertugas memastikan wilayah administrasi darat dan pulau sesuai dengan undang-undang.
Peta Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan yang berada lebih dekat dari pesisir Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara dilihat dari citra satelit
Bagaimana Kondisi 4 Pulau Saat Ini?
Dalam kesempatan yang sama, Safrizal mengatakan, keempat pulau yang diperebutkan tersebut tidak berpenduduk.
"Karena ini statusnya dalam Permendagri sebagai pulau kosong, tidak berpenghuni, tak berpenduduk namanya," kata Safrizal kepada awak media di Kantor Kemendagri pada 11 Juni 2025.
Kemudian, Safrizal mengungkapkan kondisi terkini keempat pulau tersebut berdasarkan hasil survei lokasi pada Juni 2022.
Menurut dia, Pulau Panjang yang memiliki luas 47,8 Hektare tidak berpenduduk. Meskipun, ditemukan dermaga yang dibangun pada 2015 dan tugu batas wilayah oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada 2007.
Selain itu, terdapat juga rumah singgah dan mushola yang dibangun sekitar 2012 oleh Pemda Aceh Singkil dan makam Aulia.
Demikian juga, Pulau Mangkir tidak berpenghuni. Di pulau dengan luas 6,15 hektare itu hanya ditemukan tugu yang dibangun Pemda Aceh pada 2018.
Kondisi serupa juga terlihat di Pulau Mangkir Besar. Pulau dengan luas 8,16 hektare itu tidak berpenghuni dan tidak ada aktivitas apapun di pulau tersebut, dan hanya terdapat tugu batas Pemprov Aceh.
Sementara itu, Pulau Lipan kondisinya hampir bisa dikatakan hilang karena kenaikan muka air laut.
Safrizal mengungkapkan, temuan Kemendagri menyebut, pulau itu luasnya hanya 0,38 hektare dan berupa daratan pasir yang tidak berpenghuni.
"Dari hasil pemantauan tim di Pulau Lipan ditemukan data dan fakta bahwa Pulau Lipan berupa daratan pasir, dan saat pasang tertinggi pukul 9.25 WIB pulau dalam kondisi tenggelam," kata Safrizal.
Jika merujuk pada ketentuan United Nations Convention on the Law of the Sea (Unclos) terkait kriteria pulau, maka Pulau Lipan sudah tidak bisa disebut sebuah pulau karena menghilang saat air pasang.
Padahal, data 2007 dari citra satelite, Pulau Lipan masih memiliki daratan bahkan punya lahan hijau yang ditumbuhi pepohonan. Namun kini pepohonan sudah menghilang.
Tag: #pulau #jadi #perebutan #aceh #sumut #sejak #2008 #istimewanya