Raja Ampat Terancam Tambang Nikel: Ketika “Surga Terakhir di Bumi” Dibidik Industri Ekstraktif
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat meninjau langsung tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat yang dikelola oleh PT Gag Nikel pada Sabtu (7/6/2025). (Dok. Kementerian BUMN )
07:58
8 Juni 2025

Raja Ampat Terancam Tambang Nikel: Ketika “Surga Terakhir di Bumi” Dibidik Industri Ekstraktif

- Raja Ampat, gugusan pulau-pulau indah di ujung barat Papua, selama ini dikenal sebagai salah satu kawasan ekowisata terbaik dunia.

Laut biru jernih, terumbu karang yang subur, dan budaya masyarakat adat yang masih lestari menjadikannya sebagai “surga terakhir di bumi.” Namun, keindahan ini kini berada di ambang ancaman.

Greenpeace Indonesia mengungkapkan bahwa aktivitas pertambangan nikel telah menjamah sejumlah pulau kecil di wilayah Raja Ampat, Papua.

Padahal, berdasarkan undang-undang, pulau-pulau tersebut masuk dalam kategori wilayah yang seharusnya tidak boleh ditambang.

“Dari sebuah perjalanan menelusuri Tanah Papua pada tahun lalu, Greenpeace menemukan aktivitas pertambangan di sejumlah pulau di Raja Ampat, di antaranya di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran,” ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Iqbal Damanik, dalam keterangannya, Selasa (3/6/2025).

Dokumentasi yang diperoleh Greenpeace menunjukkan adanya limpasan tanah yang memicu sedimentasi di pesisir, disebabkan oleh pembabatan hutan dan pengerukan tanah.

Sedimentasi tersebut dikhawatirkan akan merusak ekosistem karang dan kehidupan bawah laut Raja Ampat yang sangat sensitif.

Tak hanya di tiga pulau itu, ancaman serupa juga mengintai Pulau Batang Pele dan Manyaifun, dua pulau kecil lain yang berjarak sekitar 30 kilometer dari ikon wisata Piaynemo, gugusan bukit karst yang gambarnya terpampang di uang pecahan Rp 100.000.

“Industrialisasi nikel yang makin masif seiring tren naiknya permintaan mobil listrik telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah, mulai dari Morowali, Konawe Utara, Kabaena, Wawonii, Halmahera, hingga Obi,” kata Iqbal.

 

Seruan penolakan

Kekhawatiran ini lantas mendapat tanggapan serius dari Kementerian Pariwisata.

Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara ekonomi dan ekologi dalam pembangunan kawasan Raja Ampat.

“Kita ingin pembangunan apa pun, termasuk kepariwisataan, harus menjaga keseimbangan antara ekologi, teritori sosial, dan skala ekonomi,” ujar Widiyanti, dalam siaran pers Kementerian Pariwisata, Jumat (6/6/2025).

Pihaknya telah melakukan sejumlah langkah konkret, salah satunya dengan kunjungan langsung ke Raja Ampat bersama DPR RI pada 28 Mei hingga 1 Juni 2025, untuk menyerap aspirasi masyarakat adat setempat.

“Dalam kunjungan tersebut, masyarakat menyampaikan penolakan terhadap rencana pemberian izin pertambangan baru. Mereka menegaskan bahwa ekosistem dan identitas Raja Ampat yang harus dijaga sebagai kawasan wisata, bukan wilayah industri ekstraktif,” ungkap Widiyanti.

Hasil dari kunjungan tersebut ditindaklanjuti oleh Komisi VII DPR RI yang berkomitmen membawa aspirasi masyarakat ke Senayan.

Komisi tersebut juga meminta pemerintah pusat mengevaluasi seluruh izin tambang yang ada.

Kementerian Pariwisata sendiri sudah melakukan koordinasi lintas sektor pada Kamis (5/6/2025), untuk memperkuat langkah perlindungan jangka panjang terhadap Raja Ampat.

Widiyanti juga menyebut adanya komitmen kuat dari Pemerintah Daerah Papua Barat Daya dalam menjaga kawasan ini tetap sebagai kawasan konservasi laut dan geopark UNESCO.

“Pemerintah daerah menegaskan agar kawasan Raja Ampat tetap diarahkan sebagai kawasan konservasi laut, geopark UNESCO, dan destinasi unggulan pariwisata Indonesia, tanpa dikompromikan dengan aktivitas pertambangan,” tegas dia.

 

Izin ditinjau, operasi ditangguhkan

Sementara itu, pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah memutuskan untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional tambang nikel di wilayah tersebut.

Dalam keterangannya, Bahlil menyebut ada lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang terdaftar di Raja Ampat.

Namun, hanya satu yang masih aktif beroperasi saat ini, yakni milik PT Gag Nikel (GAK), anak perusahaan dari PT Antam Tbk.

Kementerian ESDM kini tengah melakukan pemeriksaan terhadap aktivitas tambang tersebut sebagai bagian dari evaluasi menyeluruh.

Anggota Komisi XII DPR RI Alfons Manibui mendukung langkah penghentian sementara tersebut dan menyebut evaluasi terhadap IUP sebagai langkah tepat untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

“Perlu diberikan ruang bagi Kementerian ESDM dan KLH untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh dan objektif,” ujar Alfons, dalam keterangan di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).

“Keputusan Menteri ESDM ini responsif terhadap aspirasi masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan Raja Ampat,” ucap politisi dari Dapil Papua Barat itu.

Menurut Alfons, semua laporan dan pengaduan masyarakat akan menjadi perhatian khusus Komisi XII DPR RI dan didalami dalam masa sidang setelah reses.

“Pada prinsipnya, DPR memahami dengan baik substansi pengaduan yang disampaikan dalam beberapa pekan terakhir,” kata dia.

Tag:  #raja #ampat #terancam #tambang #nikel #ketika #surga #terakhir #bumi #dibidik #industri #ekstraktif

KOMENTAR