



Jadi Saksi di Pengadilan, Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti Cerita Pernah Tertahan di PTIK saat Buru Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto
- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rossa Purbo Bekti, mengungkapkan dirinya pernah tertahan di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat melakukan pengejaran terhadap mantan calon anggota legislatif (caleg) PDI Perjuangan, Harun Masiku dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDIP Hasto Kristiyanto pada 2019 silam.
Ia menceritakan bagaimana tim penyidik KPK sempat tertahan di lingkungan PTIK, saat sedang membuntuti keberadaan Harun Masiku. Kejadian ini terjadi ketika timnya memanfaatkan teknologi informasi untuk melacak pergerakan Harun dan Hasto.
"Pada saat kita melakukan pencarian, kami memanfaatkan teknologi informasi berupa cek pos, itu adalah handphone yang melekat pada masing-masing orang yang kita duga, dan itu juga valid, selama ini juga seperti itu. Kemudian kita tarik data-data elektronik tersebut," kata Rossa saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (9/5).
"Kami mengejar, tim saya mengejar keberadaan terdakwa (Hasto Kristiyanto) yang awalnya di seputaran DPP PDIP, bergerak menuju ke arah Blok M dan masuk di kantor sekolah polisi yang bernama Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian," sambungnya.
Namun pengejaran itu tidak berjalan mulus. Tim Rossa mengalami hambatan ketika mendekati lokasi.
“Kami lanjutkan, sesampainya kami mengetahui sesuai dengan pos, dan pada saat kami lakukan pengejaran di lapangan, kami tertahan di depan kompleks PTIK. Jadi dalam posisi saya pernah sekolah di situ selama dua tahun, jadi tidak mungkin juga saya mencari masalah di situ,” jelasnya.
Rossa menambahkan, situasi menjadi lebih mengejutkan ketika timnya justru berpapasan dengan tim lain yang juga sedang memburu Harun Masiku.
“Yang menjadi menarik adalah, ketika kami sampai di situ ternyata kami ketemu sama tim yang melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku. Posisinya ada di depan gerbang juga, jadi kami saling melihat, lho kok ini ada timnya Harun,” ungkapnya.
Menurut Rossa, pelaksanaan operasi saat itu sangat tergantung pada posko komando. Ia menyebut, tim satgas berpaku pada grup pesan singkat saat melakukan pengejaran.
“Proses pelaksanaan tugas itu kita dikendalikan oleh posko. Di posko kita masing-masing dimasukkan dalam grup Telegram ataupun aplikasi WhatsApp untuk mempermudah terkait pelaksanaan tugas,” paparnya.
Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa pengejaran terhadap Harun Masiku didorong oleh informasi sadapan yang mereka terima secara real-time. Menurutnya, dari hasil sadapan terdapat komunikasi atau perintah untuk menenggelamkan handphone (HP) ke air.
“Pada saat itu kami melakukan pengejaran karena ada petunjuk atau komunikasi sadapan bahwa ada perintah dari ‘Bapak’ untuk menenggelamkan handphone ke dalam air yang dilakukan oleh saudara Nur Hasan kepada Harun Masiku,” ujar Rossa.
Tim kemudian mengambil posisi menunggu di depan gerbang PTIK untuk memastikan keberadaan Harun dan Hasto. Namun justru di saat mereka menunaikan ibadah salat isya, situasi berubah drastis. Para tim penyidik diinterogasi dan langsung dibawa ke dalam sebuah ruangan.
Hal itu mengakibatkan tim penyidik kehilangan jejak untuk menangkap Harun Masiku.
“Nah pada saat melaksanakan salat isya itu kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan, dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. Rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu,” pungkas Rossa.
Adapun, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Hasto merintangi KPK yang ingin menangkap Harun Masiku, sehingga mengakibatkan buron sampai saat ini.
Hasto melalui Nurhasan memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air, setelah KPK melakukan tangkap tangan kepada Komisioner KPU RI 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Serta, memerintahkan staf pribadinya Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK. Upaya paksa penangkapan terhadap Harun Masiku itu setelah adanya dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan uang senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta untuk Komisioner KPU RI 2017-2022, Wahyu Setiawan. Hasto memberikan suap ke Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Harun Masiku.
Uang tersebut diberikan Hasto Kristiyanto untuk Wahyu Setiawan, agar caleg Harun Masiku bisa dilantik menjadi caleg terpilih periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) 1.
Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan, dibantu oleh mantan anggota Bawaslu RI yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina. Sebab, Agustiani memiliki hubungan dekat dengan Wahyu Setiawan.
Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Tag: #jadi #saksi #pengadilan #penyidik #rossa #purbo #bekti #cerita #pernah #tertahan #ptik #saat #buru #harun #masiku #hasto #kristiyanto