



Kontrak Politik Megawati yang Ingin Hapus ''Outsourcing'' pada 2009
- Penghapusan outsourcing atau alih daya menjadi salah satu komitmen Presiden Prabowo Subianto pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada Kamis (1/5/2025).
Outsourcing atau alih daya pertama kali diresmikan di Indonesia pada era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri yang termuat dalam Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dilansir dari Kompas.com pada (7/10/2020), Megawati mengatur keberadaan perusahaan alih daya di Indonesia secara legal lewat UU Ketenagakerjaan.
Adanya UU Ketenagakerjaan, penyedia tenaga kerja alih daya yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja. Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan.
Kendati demikian, keluarnya aturan pemerintah yang melegalkan praktik outsourcing diprotes banyak kalangan pada saat itu, karena dianggap tak memberikan kejelasan status dan kepastian kesejahteraan pekerja alih daya.
Para pekerja yang berstatus outsourcing tidak mendapat tunjangan dan waktu kerja tidak pasti karena tergantung kesepakatan kontrak.
Adapun batasan-batasan pekerjaan outsourcing ini tercantum dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan.
Di pasal tersebut, pekerja outsourcing dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan utama atau yang tidak berhubungan dengan proses produksi kecuali untuk kegiatan penunjang.
"Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi," bunyi Pasal 66 UU Nomor 13 Tahun 2003.
Ingin Dihapus pada 2009
Dilansir dari Kompas.com, Megawati saat menjadi calon presiden (capres) pada pemilihan presiden (Pilpres) 2009, sempat berjanji akan menghapus outsourcing jika terpilih.
Janji tersebut tercantum dalam kontrak politik antara Megawati dengan serikat buruh di Lapangan Tugu Proklamasi Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2009).
Kontrak politik tersebut menjadi bagian dari peringatan hari lahir (Harlah) Presiden Soekarno atau Bung Karno ke-108 pada saat itu.
"Dalam kontrak politik itu, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akan berupaya menghapus ’outsourcing’ (tenaga kerja kontrak) pada Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," kata Ketua Panitia Lokal Harlah Bung Karno, Deden Darmansyah pada saat itu.
Selain itu, Megawati bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga akan berusaha menjadikan 1 Mei atau Hari Buruh Internasional sebagai hari libur nasional.
Namun pada akhirnya janji atau kontrak politik tersebut tidak dapat terwujud, karena Megawati yang berpasangan dengan Prabowo Subianto kalah pada Pilpres 2009.
Putusan MK
Jauh setelah kontrak politik Megawati tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) kemudian menegaskan bahwa aturan terkait outsourcing harus diatur dalam undang-undang untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja alih daya.
Hal itu disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dalam pertimbangan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja terkait klaster alih daya yang diajukan oleh Partai Buruh dkk.
"Menurut Mahkamah, perlu ada kejelasan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa menteri menetapkan jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan dalam perjanjian alih daya," kata Daniel dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).
Mahkamah berpandangan, dengan adanya aturan outsourcing dalam undang-undang, para pihak yang terkait dengan perjanjian alih daya memiliki standar yang jelas tentang jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan.
Pekerja alih daya juga hanya akan bekerja pada pekerjaan alih daya sesuai dengan yang telah diperjanjikan dalam perjanjian tertulis.
"Kejelasan ini akan memberikan perlindungan hukum yang adil kepada pekerja/buruh mengenai status kerja dan hak-hak dasarnya, seperti upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang layak karena sudah ditetapkan jenis pekerjaan alih dayanya dalam perjanjian kerja," kata Daniel.
MK menilai Pasal 64 dalam Pasal 81 angka 18 UU Nomor 6 Tahun 2023 yang mengubah Pasal 64 pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak secara jelas mengatur mengenai penyerahan sebagian pekerjaan alih daya.
Sementara, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 yang menjadi aturan turunan UU ini juga tidak mengatur ketentuan outsourcing tersebut.
MK pun meminta menteri yang berkaitan dengan ketenagakerjaan untuk memperjelas aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam praktik outsourcing pada peraturan undang-undang.
Tag: #kontrak #politik #megawati #yang #ingin #hapus #outsourcing #pada #2009