ICW Sebut Kebijakan Efisiensi Anggaran Dilalui Tanpa Proses Analisis Dampak yang Ditimbulkan
{eneliti ICW Wana Alamsyah/(Sabik/JawaPos.com)
07:16
18 Februari 2025

ICW Sebut Kebijakan Efisiensi Anggaran Dilalui Tanpa Proses Analisis Dampak yang Ditimbulkan

 

 

- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terhadap kementerian dan lembaga. Pemangkasan anggaran itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.

  Pemangkasan anggaran itu meliputi pemotongan anggaran belanja meliputi belanja operasional dan non operasional yang sekurang-kurangnya terdiri dari belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.   Peneliti ICW, Wana Alamsyah menjelaskan, pemotongan anggaran tentunya perlu didukung dengan mempertimbangkan analisis yang tepat dan mengukur implikasi yang ditimbulkan akibat tindakan tersebut. Mengingat potensi korupsi dalam penggunaan anggaran yang cukup tinggi, penting untuk mengidentifikasi anggaran mana yang memiliki risiko tinggi terjadinya korupsi.    "Namun, keluarnya Inpres 1/2025 patut diduga tanpa adanya evaluasi terhadap efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran, misal anggaran pertemuan yang memboroskan belanja negara, pembelian peralatan yang tidak memiliki urgensi keterpakaian, atau pembayaran insentif bagi pejabat publik dari struktur yang gemuk," kata Wana, Senin (17/2).   "Selain itu, patut diduga pemangkasan anggaran tidak melalui proses analisis yang komprehensif dan analisis dampak yang ditimbulkan dari kebijakan efisiensi anggaran," sambungnya.   ICW menduga, kebijakan efisiensi anggaran dilakukan secara terburu-buru. Hal ini dapat terlihat dari dua aspek. Pertama, pemangkasan anggaran dilakukan secara tidak transparan sehingga berpotensi menghambat akses layanan dasar warga.    Selain itu, kebijakan efisiensi yang tidak melalui evaluasi penggunaan anggaran tahun sebelumnya. Evaluasi penggunaan anggaran secara ideal digunakan untuk mengidentifikasi komponen mana yang tidak tepat sasaran.    "Tanpa adanya evaluasi, kebijakan efisiensi anggaran ini berpotensi akan memengaruhi layanan publik dan dapat berimplikasi terhadap maladministrasi," tegasnya.   Kedua, kebijakan pemangkasan anggaran tidak melalui proses analisis kebermanfaatan, terutama belanja pengadaan di Kementerian/ Lembaga yang tidak relevan dengan masyarakat.   Berdasarkan data rencana dan pelaksanaan pengadaan di tahun 2025, ICW menemukan ada sejumlah pengadaan yang tidak memiliki relevansi dengan kepentingan warga. Meskipun telahnada kebijakan yang telah dikeluarkan sejak 22 Januari lalu, namun masih terdapat lelang yang telah selesai dilaksanakan, di antaranya oleh Kepolisian dan Kejaksaan.   ICW mengidentifikasi terdapat belanja yang disyaratkan oleh Inpres untuk dipotong tapi faktanya masih tetap direncanakan atau bahkan sedang maupun telah dilaksanakan oleh ketiga institusi, yakni Kementerian Pertahanan, Polri, dan Kejaksaan.   

  Belanja yang paling besar dan tetap direncanakan yakni pengadaan peralatan dan mesin sebesar Rp 26,8 triliun, disusul dengan belanja operasional perkantoran sekitar Rp 18,5 triliun. Selain itu, belanja lainnya yakni pembangunan infrastruktur Rp 2,8 triliun dan belanja pemeliharaan sekitar Rp 1,52 triliun.   "ICW melakukan analisis anggaran berbasis rencana dan pelaksanaan pengadaan untuk memberikan fakta bahwa pajak negara yang dibayarkan oleh masyarakat tidak dibayarkan untuk kepentingan publik yang lebih baik," pungkasnya.  

Editor: Kuswandi

Tag:  #sebut #kebijakan #efisiensi #anggaran #dilalui #tanpa #proses #analisis #dampak #yang #ditimbulkan

KOMENTAR