Tingkat Kesiagaan Bencana Banjir di Indonesia Rendah, Perlu Optimalkan Sistem Peringatan
Petugas mengevakuasi warga yang rumahnya terendam air dan material sampah di sekitar lokasi tanggul Sungai Cigede yang jebol, di Kampung Lamajang Peuntas, Desa Citeureup, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (12/1/2024). Tanggul penahan aliran Sungai Cigede jebol karena tidak mampu menahan derasnya arus sungai dengan debit air meningkat saat hujan turun. Akibatnya, ratusan rumah yang berada di kawasan tersebut terdampak dan penghuninya harus dievakuasi dan tingga
21:41
22 Januari 2024

Tingkat Kesiagaan Bencana Banjir di Indonesia Rendah, Perlu Optimalkan Sistem Peringatan

- Health Collaborative Center (HCC) menemukan tingkat kesiapsiagaan warga terhadap bencana banjir masih belum optimal.

Survey disaster preparedness index dari HCC menunjukkan, bahwa 48 persen warga Indonesia memiliki skor kesiagaan rendah, atau tidak siaga dalam menghadapi banjir.

Ketua Tim Peneliti HCC Ray Wagiu Basrowi menegaskan, survei kesiagaan bencana banjir ini dilakukan untuk melihat seberapa waspada orang Indonesia terutama di kota-kota yang secara rutin mengalami masalah banjir.

"Hasilnya memang hampir separuh warga yang diwakili responden memiliki skor yang tidak siaga yang atinya saat bencana banjir kembali melanda, sebagian besar warga yang diwakili responden penelitian ini akan kesulitan mengakses bantuan, akan menghadapi tantangan untuk mengungsi atau menyelamatkan diri, keluarga dan juga harta benda, yang kemudian meningkatkan risiko mengalami kerugian," kata Ray dalam paparannya, Senin (22/1/2024).

Survei ini sendiri dilakukan pada 947 responden yang mengisi secara daring kuesioner Disaster Preparedness Index yang sudah di validasi dan sering digunakan sebagai alat mengukur kesiapsiagaan masyarkat terhadap bencana.

Responden berasal dari 23 kota besar seluruh Indonesia dengan mayoritas dari Jabodetabek. Dan sebagian besar responden tersebut sudah pernah mengalami dan menjadi korban bencana banjir.

Dikatakan Ray, temuan ini sepintas menunjukkan banjir adalah bencana yang sudah dianggap rutin sehingga urgensi untuk perlunya pencegahan darurat, latihan atau simulasi bencana hingga latihan pengungsian dianggap tidak menjadi prioritas.

"Hal ini tentu menjadi indikator yang kurang baik terhadap mitigasi bencana, karena meskipun banjir sudah sering terjadi tetapi dampaknya bisa menjadi fatal sehingga intervensi tetap harus dilakukan agar perilaku kesiapsiagaan warga tetap baik dan waspada,” ungkap Dr Ray yang merupakan pengajar di Program Kedokteran Kerja, FKUI.

Hasil lain terkait studi ini menunjukkan bahwa ada dua penentu atau key drivers yang membuat tingkat kesiagaan banjir menjadi cenderung rendah.

Yang pertama, adalah respon tanggap darurat terhadap kemungkinan terjadinya bencana banjir tergolong rendah, kemudian diperparah dengan persepsi warga yang merasakan sistem peringatan bencana banjir juga tidak optimal. Dua hal ini pun dianggap tidak prioritas karena sekali lagi warga merasa banjir sudah menjadi bencana rutin.

Berdasarkan survei, alasan mengapa tingkat kesiagaan warga terhadap bencana banjir rendah atau kurang memadai adalah rencana tanggap darurat rendah.

"Ini berkaitan bangunan rumah tempat tinggal pasti akan kebanjiran, bila jadi korban banjir, pasti tidak akan mampu mengatasi kerugian, tempat evakuasi tidak jelas dan tidak bisa bergegas menuju tempat aman/evakuasi," katanya.

Alasan mengapa tingkat kesiagaan warga terhadap bencana banjir rendah atau kurang memadai dipicu sistem peringatan bencana rendah seperti fasilitas dan perangkat peringatan banjir tidak tersedia maksimal, tidak pernah ada Latihan/simulasi/drill bencana banjir dan bila bencana banjir datang cenderung menunggu dan tidak akan mengungsi dulu

Survei ini kemudian melakukan pendalaman secara acak ke sejumlah responden, dan sebagian besar pendapatnya sejalan dengan temuan analisis survei.

Lolita, ibu dua anak yang berdomosili di Jakarta Selatan mengungkapkan dirinya pernah terdampak banjir saat masih berdomisili di daerah jakarta Barat lima tahun silam. Dan karena setiap tahun terdampak banjir dan harus selalu mengungsi akhirnya memutuskan untuk pindah wilayah.

Sebaliknya dengan ibu Puri, warga Jakarta Utara yang mengaku banjir sudah menjadi langganan dia dan seluruh warga kompleks.

Menurut mereka, banjir sudah jadi bagian hidup di Jakarta sehingga tidak perlu harus khawatir kalaupun tahun ini akan banjir lagi. Dalam dua tahun terakhir ini pun Ibu Puri dan kelaurganya tidak mengungsi meskipun rumah mereka terdampak banjir yang lumayan tinggi airnya.

Berdasarkan survey ini Health Collaborative Center (HCC) menegaskan perlu adanya potensi intervensi untuk meningkatkan kesiapsiagaan warga terhadap bencana banjir.

"Perlu sosialisasi dan edukasi tingkatkan skor pengetahuan dan kesiapan tanggap darurat bencana dan tingkatkan pemahaman bahwa meskipun banjir sudah rutin tetap berpotensi risiko berat sehingga mitigasi tetap perlu dan optimalkan sistem peringatan bencana banjir dan daerah dan sarana evakuasi yang tetap harus selalu tersedia," kata Ray.

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #tingkat #kesiagaan #bencana #banjir #indonesia #rendah #perlu #optimalkan #sistem #peringatan

KOMENTAR