Kasus Rempang: Komnas HAM Sebut Upayakan Mediasi Meski Pemerintah Belum Mau
Komisioner Mediasi Komnas HAM RI Prabianto Mukti Wibowo saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Rabu (18/9/2024).  
21:47
18 September 2024

Kasus Rempang: Komnas HAM Sebut Upayakan Mediasi Meski Pemerintah Belum Mau

- Komisioner Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Prabianto Mukti Wibowo mengatakan proyek pengembangan kawasan Pulau Rempang Eco City, Kepulauan Riau yang menimbulkan penolakan warga setempat perlu jadi perhatian berbagai pihak.

Ia mengatakan, sampai saat ini Komnas HAM RI terus mengupayakan proses mediasi antara pihak pemerintah dan masyarakat setempat.

Akan tetapi, lanjut dia, pemerintah masih belum mau melakukan mediasi hingga saat ini.

"Kasus lain yang cukup menyita perhatian dan memerlukan banyak pemikiran dari berbagai pihak adalah kasus warga di Pulau Rempang di Kepulauan Riau," kata Prabianto saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Rabu (18/9/2024).

"Ini juga masih terus kita upayakan terjadi mediasi, meskipun sampai sekarang dari pihak pemerintah masih belum mau untuk dimediasikan. Tetapi kami terus memantau dan mendorong untuk terjadinya mediasi sehingga konflik yang lebih luas lagi bisa dihindari," sambung dia.

Sebelumnya, LBH Pekanbaru dalam Instagramnya mengunggah sejumlah video yang menunjukkan sekelompok orang tengah meneriaki sekelompok orang lainnya dengan narasi warga Pulau Rempang tengah diintimidasi pada Rabu, 18 September 2024.

Di antara mereka tampak kehadiran dua polisi yang berupaya melerai dua kelompok yang cekcok tersebut.

Dalam foto yang diunggah LBH Pekanbaru juga tampak dua orang lelaki yang terluka di bagian wajah dan pelipis.

Tampak juga dalam video lainnya seorang perempuan tengah dirawat.

Dalam siaran pers Tim Advokasi Solidaritas Nasional Untuk Rempang, masyarakat Pulau Rempang dilaporkan mengalami diintimidasi dan menjadi korban tindak kekerasan oleh belasan orang berpakaian preman pada Rabu (18/9/2024). 

Berdasarkan keterangan yang dihimpun Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang dari warga, intimidasi dan kekerasan yang dialami warga Pulau Rempang terjadi di wilayah administrasi Kampung Sungai Bulu, tepatnya di jalan arah masuk ke kawasan Goba sekira pukul 10.45 WIB. 

Sebanyak tiga orang warga mengalami luka dan belasan lainnya dilaporkan menjadi korban pemukulan.

Kejadian tersebut dilaporkan bermula saat warga tengah berjaga di masjid di jalan masuk ke Goba.

Mereka didatangi oleh belasan orang berpakaian preman. 

Selain itu, dalam rombongan tersebut dilaporkan ada juga anggota polisi yang berseragam.

Kepada warga, mereka menyampaikan bahwa kawasan tersebut adalah wilayah kerja mereka. 

Namun, warga yang tetap bertahan dan berjaga, akhirnya mengalami intimidasi dan tindak kekerasan.

"Tindakan belasan orang berpakaian preman didampingi anggota kepolisian yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat Pulau Rempang ini masih terus terjadi," kata Siaran Pers yang diterima pada Rabu (18/9/2024).

"Sebelumnya warga juga mengalami teror dan alat peraga mereka yang menolak PSN Rempang Eco City  dirusak. Dan kami menduga sebagian dari belasan orang berpakaian preman tersebut adalah anggota TNI," sambung siaran pers tersebut.

Untuk itu, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang meminta agar cara-cara intimidasi atau kekerasan pada masyarakat dihentikan.

Mereka juga meminta agar pembangunan PSN Rempang Eco City dihentikan.

"Ketiga, meminta pada kepolisian untuk melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana tugas pokok dan fungsinya," sambung keterangan tersebut.

Pada September 2023, Komnas HAM juga pernah menyampaikan sejumlah temuan awal dari proses pemantauan dan penyelidikan terkait konflik di Pulau Rempang.

Atas temuan tersebut, Komnas HAM menyampaikan sejumlah posisi dan sikap.

Fakta Bentrok Warga dan Polisi di Rempang Batam Kronologi hingga Anak Sekolah Kena Gas Air Mata Fakta Bentrok Warga dan Polisi di Rempang Batam Kronologi hingga Anak Sekolah Kena Gas Air Mata (Kolase Tribunnews.com)

Komisioner Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, saat itu mengatakan satu di antaranya adalah meminta Menteri Koordinator bidang Perekonomian meninjau kembali proyek pengembangan kawasan Pulau Rempang Eco City.

Hal itu disampaikannya saat konferensi pers di kantor Komnas HAM Jakarta Pusat pada Jumat (22/9/2023).

"Meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar meninjau kembali Pengembangan Kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN (Proyek Strategis Nasional) berdasarkan Permenko RI Nomor 7 tahun 2023," kata Uli.

Kedua, kata Uli, Komnas HAM merekomendasikan Menteri ATR BPN untuk tidak menerbitkan HPL (hak pengelolaan atas tanah) di lokasi Pulau Rempang mengingat lokasi tersebur belum clear and clean.

Ketiga, lanjut Uli, Komnas HAM menyampaikan bahwa penggusuran harus sesuai dengan prinsip-prinsip HAM sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (KIHESB) jo. Komentar Umum Nomor 7 tentang KIHESB.

Dalam aturan tersebut, kata Uli, pertama menyatakan kebijakan penggusuran paksa hanya dilakukan sebagai upaya terakhir setelah mempertimbangkan upaya-upaya lain.

Kedua, lanjut dia, apabila terpaksa melakukan penggusuran paksa, pemerintah dan/atau korporasi wajib melakukan asesmen dampak penggusuran paksa dan kebijakan pemulihan kepada warga yang terdampak.

Ketiga, kata Uli, pemerintah dan/atau korporasi wajib memberikan kompensasi dan pemulihan yang layak kepada warga terdampak sesuai prinsip-prinsip HAM.

Keempat, proses penggusuran harus sesuai standar Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. 

Ia juga menjelaskan ada tiga instrumen yang harus diperhatikan ketika melakukan penggusuran yaitu musyawarah mufakat, pemberitahuan yang layak, dan relokasi sebelum penggusuran dilakukan.

Selain itu, kata dia, ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika proses penggusuran dilakukan yaitu perlindungan prosedural, tanpa intimidasi dan kekerasan, serta mengerahkan aparat secara proporsional.

"(Sikap) Keempat, pemerintah harus melakukan dialog dan sosialisasi yang memadai dengan cara pendekatan kultural dan humanis atas rencana pengembangan dan relokasi sebagai dampak pembangunan PSN," kata Uli.

Kelima, kata dia, Negara tidak boleh melanggar hak atas tempat tinggal yang layak, baik melalui tindakan maupun kebijakan yang diambil, baik tingkat lokal maupun nasional terkait dengan penolakan masyarakat Pulau Rempang untuk direlokasi. 

Kebijakan Negara, lanjut dia, tidak boleh diskriminatif dan menimbulkan pembatasan tanpa dasar hukum yang sah, eksklusif dan tidak proporsional. 

Negara, lanjut dia, tidak boleh melakukan relokasi paksa (forced evictions) yang merupakan bentuk pelanggaran HAM.

"(Sikap) Keenam, (pemerintah) tidak boleh menggunakan cara kekerasan dengan pelibatan aparat berlebih (excessive use of power) dalam proses relokasi dan proses pembangunan Kawasan Pulau Rempang Eco City," kata dia.

Ketujuh, lanjut dia, Kepolisian agar mempertimbangkan menggunakan keadilan restoratif dalam penanganan proses pidana kasus Pulau Rempang.

"Kedelapan, kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, disabilitas, masyarakat adat harus dilindungi dari kekerasan dan lainnya di Pulau Rempang," sambung dia.

 

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #kasus #rempang #komnas #sebut #upayakan #mediasi #meski #pemerintah #belum

KOMENTAR