VIDEO Kementerian Hukum Pastikan Paulus Tannos Masih WNI: Targetkan Ekstradisi Sebelum 3 Maret 2025
20:07
29 Januari 2025

VIDEO Kementerian Hukum Pastikan Paulus Tannos Masih WNI: Targetkan Ekstradisi Sebelum 3 Maret 2025

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan Paulus Tannos, buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), masih berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Paulus Tannos, yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, menjadi buronan KPK terkait kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun.

Sejak Oktober 2021, ia masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dalam upaya pelariannya, Paulus Tannos sempat mengubah identitasnya dengan mengganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berusaha mengelabui penyidik.

Tidak hanya itu, ia juga diketahui mengganti kewarganegaraan dan memperoleh paspor dari Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat, untuk menghindari pengejaran.

Supratman mengatakan saat dilakukan pencegahan, Paulus Tannos masih berstatus sebagai WNI.

Sehingga, yang bersangkutan masih berkewarganegaraan Indonesia, mengingat  Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal.

"Berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM, bahwa untuk melepaskan kewarganegaraan Indonesia itu tidak berlaku otomatis," kata Supratman dalam jumpa pers di Gedung Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

"Karena itu, status kewarganegaraan atas nama Paulus Tannos atau Thian Po Tjhin itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia," sambungnya.

Supratman mengatakan, Paulus Tannos sudah berkeinginan berganti kewarganegaraan.

Tetapi hingga saat ini Paulus Tannos tidak melengkapi dokumen yang dibutuhkan.

"Yang bersangkutan pernah mengajukan dua kali untuk melepaskan kewarganegaraan. Karena lewat sistem aplikasi," kata Supratman.

"Begitu saya lihat data, permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan itu dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penyidikan terkait kasus ini," imbuhnya.

Untuk diketahui, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, merupakan buronan KPK di kasus korupsi megaproyek pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.

Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka sejak 2019 silam.

Dia kemudian menjadi buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.

Dalam pengejaran KPK, Paulus Tannos ternyata sempat berganti nama menjadi Thian Po Tjhin dan berganti kewarganegaraan untuk mengelabui penyidik.

Bahkan ia memiliki paspor Guinea Bissau, sebuah negara di Afrika Barat.

Pelarian dari Paulus Tannos pun berakhir di awal tahun 2025.

Tannos ditangkap di Singapura oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) bersama otoritas keamanan Singapura pada 17 Januari 2025.

Saat ini Paulus Tannos sedang menjalani sidang ekstradisi di Pengadilan Singapura.

Sesuai perjanjian ekstradisi antara Pemerintah RI dengan Pemerintah Singapura Pasal 7 huruf (5), Indonesia memiliki waktu 45 hari sejak dilakukannya penahanan sementara (sejak 17 Januari 2025) untuk melengkapi syarat ekstradisi.

Batas Waktu hingga 3 Maret 2025 untuk Lengkapi Syarat Ekstradisi

Kementerian Hukum terus bekerja sama dengan berbagai instansi terkait untuk mempercepat proses ekstradisi Paulus Tannos, buronan KPK dalam kasus korupsi proyek e-KTP.

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menjelaskan pemerintah Indonesia memiliki waktu 45 hari untuk melengkapi dokumen ekstradisi dan mengajukan permohonan kepada otoritas Singapura.

Batas waktu ini akan berakhir pada 3 Maret 2025 mendatang.

Namun, Supratman optimis bahwa proses tersebut dapat diselesaikan lebih cepat dari jadwal yang ditentukan.

“Memang ada batas waktu 45 hari untuk melengkapi dokumen, tetapi saya yakinkan kita tidak akan menunggu hingga 3 Maret 2025,” ujar Supratman dalam konferensi pers di Gedung Sekretariat Jenderal Kemenkum, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

Kasus Paulus Tannos menjadi yang pertama bagi Indonesia dan Singapura dalam melakukan proses ekstradisi setelah kedua negara menandatangani perjanjian ekstradisi pada tahun 2022 dan meratifikasinya pada 2023.

Supratman menekankan pentingnya penghormatan terhadap mekanisme hukum yang berlaku di negara lain, termasuk Singapura. Ia percaya hubungan baik antar negara tetangga akan memudahkan proses ini.

“Kita harus menghargai aturan-aturan hukum, mekanisme yang berlaku di negara lain termasuk Singapura."

"Saya yakin dan percaya sebagai negara tetangga yang sangat bersahabat, dengan menghargai perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani dan kita ratifikasi bersama, akan memudahkan penanganan kasus ini,” tutur Supratman.

Paulus Tannos, yang juga dikenal dengan nama Thian Po Tjhin, merupakan buronan KPK dalam kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun.

Ia telah menjadi daftar pencarian orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021.

Tannos akhirnya berhasil ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi negara tersebut, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

Sebelumnya, Polri melalui Divisi Hubungan Internasional telah mengirimkan surat permintaan penangkapan sementara kepada otoritas Singapura.

Pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengonfirmasi bahwa Paulus Tannos telah ditangkap, dan kini pemerintah Indonesia tengah memproses ekstradisi untuk membawa Tannos kembali ke tanah air.

Selanjutnya, Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura oleh lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

Sebelum penangkapan, Divisi Hubungan Internasional Polri mengirimkan surat penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura untuk membantu penangkapan buronan tersebut. 

Lalu, pada 17 Januari 2025, Jaksa Agung Singapura mengabarkan bahwa Paulus Tannos sudah ditangkap. 

Hingga saat ini, pemerintah Indonesia sedang melakukan proses ekstradisi Paulus Tannos.(Tribunnews/Ilham/Malau)
 

 

 

 

Editor: Srihandriatmo Malau

Tag:  #video #kementerian #hukum #pastikan #paulus #tannos #masih #targetkan #ekstradisi #sebelum #maret #2025

KOMENTAR