Sejarah Perayaan Imlek Era Soeharto, Jejak Kelam yang Tak Boleh Terlupakan
Sejarah Perayaan Imlek Era Soeharto (freepik)
21:20
21 Januari 2025

Sejarah Perayaan Imlek Era Soeharto, Jejak Kelam yang Tak Boleh Terlupakan

Perayaan Tahun Baru Imlek adalah salah satu tradisi penting bagi masyarakat Tionghoa di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, perjalanan tradisi ini di Indonesia ternyata tidak selalu mulus. Pada era pemerintahan Presiden Soeharto , perayaan Imlek menghadapi berbagai pembatasan yang memengaruhi kehidupan masyarakat Tionghoa.

Memangnya, seperti apa sejarah perayaan Imlek di era Soeharto?

Sejarah Awal Pembatasan Perayaan Imlek di Era Soeharto

Di zaman pendudukan Jepang, Imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi. Penetapan itu termaktub di dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943. Pada saat itulah, pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi. Bahkan, pada tahun 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.

Lalu pada era Orde Baru, Soeharto mengeluarkan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat China. Berdasarkan Inpres itu, Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Isi dari Inpres tersebut di antaranya salah satunya adalah pelaksanaan Imlek yang harus dilakukan secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan. Perayaan-perayaan pesta agama dan adat istiadat China juga harus dilakukan secara tidak mencolok di depan umum, melainkan dilakukan dalam lingkungan keluarga.

Pada saat pemerintahan Soeharto itulah, aktivitas masyarakat Tionghoa termasuk dalam perayaan tahun baru Imlek menjadi dibatasi. Selama berlakunya Instruksi Presiden tersebut, peringatan tahun baru Imlek dilarang untuk dirayakan di depan publik. kemudian imbas dari aturan tersebut, seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tionghoa termasuk tahun baru Imlek, Cap Go Meh dilarang dirayakan secara terbuka. Pertunjukan barongsai dan liang liong juga dilarang dimainkan di ruang-ruang publik. Tidak hanya itu saja, bahkan huruf-huruf atau lagu Mandarin juga tidak boleh diputar di radio. 

Hingga pada tanggal 17 Januari 2000, Presiden Gus Dur yang menggantikan Habibie mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang isinya mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya. Barulah sejak saat itu, Imlek kembali diperingati dan dirayakan secara bebas oleh warga Tionghoa. Kebijakan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Presiden Megawati dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional.

Perjalanan perayaan Imlek di era Soeharto menunjukkan dinamika hubungan antara budaya Tionghoa dan kebijakan negara. Meskipun sempat mengalami pembatasan, semangat masyarakat Tionghoa untuk menjaga tradisi tetap kuat. Kini, Imlek menjadi simbol harmoni dan keberagaman budaya di Indonesia, mengingatkan kita akan pentingnya toleransi serta penghormatan terhadap semua tradisi budaya.

Kontributor : Rishna Maulina Pratama

Editor: Chyntia Sami Bhayangkara

Tag:  #sejarah #perayaan #imlek #soeharto #jejak #kelam #yang #boleh #terlupakan

KOMENTAR