Tak Butuh Validasi! 8 Alasan Pasangan yang Bahagia Jarang Membagikan Hubungannya di Media Sosial
Ilustrasi pasangan yang bahagia/freepik.com
23:42
1 November 2024

Tak Butuh Validasi! 8 Alasan Pasangan yang Bahagia Jarang Membagikan Hubungannya di Media Sosial

- Pernahkah kamu merasa ada kejanggalan antara citra sempurna pasangan di media sosial dengan kenyataan hubungan mereka?

Adakalnya di balik senyum lebar dan kata-kata manis di postingan, tersimpan konflik dan ketidakbahagiaan yang jauh dari kesan yang mereka tampilkan.

Padahal, pasangan yang benar-benar bahagia cenderung lebih menikmati momen bersama dibanding memamerkannya di dunia maya.

Mengutip inc.com, berikut ini beberapa alasan pasangan yang bahagia jarang mengunggah hubungan mereka di media sosial, salah satunya tak butuh validasi.

1. Mereka meyakinkan orang lain untuk mempercayai hubungan mereka

Ketika dua orang terus-menerus mengunggah lelucon, menyatakan cinta, atau membagikan foto kebersamaan yang menyenangkan, itu bisa menjadi taktik guna menunjukkan bahwa hubungan mereka bahagia dan sehat, meskipun sebenarnya hanya untuk meyakinkan diri sendiri.

Seksolog Nikki Goldstein menjelaskan bahwa orang yang paling aktif memposting sering mencari validasi dari orang lain di media sosial.

Suka dan komentar dapat memberikan penguatan, dan saat seseorang menghadapi kesulitan, mereka lebih mengandalkan reaksi orang lain daripada pada hubungan itu sendiri.

2. Orang yang sering memposting cenderung punya sifat psikopat dan narsis

Sebuah survei terhadap 800 pria berusia 18 hingga 40 tahun menunjukkan bahwa narsisme dan psikopati memprediksi jumlah swafoto yang diunggah, sedangkan narsisme dan objektifikasi diri berhubungan dengan penyuntingan foto yang diposting di media sosial.

Studi lain juga menemukan bahwa aktivitas seperti memposting, menandai, dan berkomentar di Facebook sering kali terkait dengan narsisme, baik pada pria maupun wanita.

Singkatnya, semakin sering kamu berinteraksi di media sosial, semakin besar kemungkinanmu menunjukkan sifat narsis atau dalam kasus yang lebih ekstrem, psikopat.

Menurut profesor Brad Bushman dari Ohio State University, Orang narsis adalah pasangan yang sangat buruk.

3. Fokus pada momen

Ada kalanya kamu akan membagikan status atau foto dengan pasangan. Sayangnya, pasangan yang bahagia biasanya lebih fokus pada momen kebersamaan mereka, sehingga mereka tidak akan menghentikan aktivitas menyenangkan hanya untuk memposting atau berswafoto.

Itulah sebabnya kamu sering melihat mereka mengunggah kolase perjalanan setelah kembali ke rumah.

Mereka terlalu asyik menikmati waktu bersama dibanding mengunggah foto selama perjalanan.

4. Merasa aman

Pasangan yang sering memposting cenderung memiliki perasaan tidak aman. Dalam sebuah survei yang melibatkan lebih dari 100 pasangan, peneliti dari Universitas Northwestern menemukan bahwa mereka yang lebih aktif mengunggah tentang pasangannya sebenarnya merasa kurang yakin dalam hubungan mereka.

5. Menghindari bertengkar di depan umum

Pernahkah kamu berada di dekat pasangan yang sedang berdebat? Pasti terasa canggung, bukan?

Sekarang bayangkan jika pertengkaran itu terjadi dan seluruh dunia bisa melihatnya di Facebook, Twitter, Instagram, atau YouTube.

Alih-alih merekam dan mengunggah video yang penuh kemarahan dan kata-kata kasar, lebih baik apabila pertengkaran dibicarakan secara pribadi antara pasangan.

Tidak perlu memamerkan masalah pribadi kepada semua teman, keluarga, rekan kerja, atau bahkan klien.

6. Tidak mengandalkan postingan sebagai bentuk kebahagiaan

Orang yang sering memposting di media sosial cenderung mengandalkan hubungan mereka untuk kebahagiaan.

Peneliti dari Albright College menyebut fenomena ini sebagai Relationship Contingent Self-Esteem (RCSE) yang diartikan sebagai bentuk harga diri tidak sehat yang tergantung pada kondisi hubungan.

Mereka memakai media sosial untuk memamerkan hubungan, membuat orang lain cemburu, atau bahkan mengawasi pasangan mereka.

Tindakan ini tentu saja tidak baik sebab mengalihkan perhatiannya pada hubungan dan pasangan.

Gwendolyn Seidman, asisten profesor psikologi di Albright, menyebut bahwa orang dengan RCSE tinggi merasa perlu membuktikan kepada orang lain, pasangan mereka, dan diri mereka sendiri bahwa hubungan mereka baik-baik saja, sehingga mereka pun merasa baik-baik saja.

7. Tidak perlu membuktikan kebahagiaan mereka

Pasangan yang benar-benar bahagia tidak perlu membuktikan kebahagiaan mereka lewat media sosial.

Mereka tidak merasa perlu memamerkan hubungan, membuat orang lain cemburu, atau mengawasi pasangan.

Dengan rasa aman dan puas dalam hubungan mereka, mereka tidak perlu membahasnya secara berlebihan.

8. Orang yang tidak menggunakan Facebook cenderung lebih bahagia

Lembaga Penelitian Kebahagiaan Denmark melakukan eksperimen dengan 1.095 peserta guna melihat dampak berhenti menggunakan Facebook selama seminggu.

Peneliti menjelaskan bahwa setelah seminggu tanpa Facebook, kelompok yang tidak memakainya melaporkan tingkat kepuasan hidup yang jauh lebih tinggi.

Sebelum percobaan, relawan diminta menilai kepuasan hidup mereka pada skala 1-10, dengan 10 sebagai yang paling bahagia.

Rata-rata skor kelompok yang tidak menggunakan Facebook meningkat dari 7,75 menjadi 8,12, sementara kelompok yang terus memakai Facebook justru menurun dari 7,67 menjadi 7,56.

Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pengguna Facebook yang sering lebih cenderung merasa marah dengan presentasi 20% dibanding 12%, depresi 33% dibanding 22%, dan cemas 54% dibanding 41%.

Editor: Hanny Suwindari

Tag:  #butuh #validasi #alasan #pasangan #yang #bahagia #jarang #membagikan #hubungannya #media #sosial

KOMENTAR