Waspadai, 6 Kebiasaan Toxic Mertua yang Diam-diam Merusak Rumah Tangga
- Hubungan antara mertua dan menantu sering kali menjadi dinamika yang paling menantang dalam keluarga.
Psikolog dan pakar hubungan keluarga Dr. Tracy Dalgleish menjelaskan, banyak kebiasaan toxic mertua sebenarnya tidak selalu dilandasi niat buruk.
“Kesalahan-kesalahan ini sering kali tidak langsung terlihat, tetapi dalam banyak kasus menciptakan dinamika segitiga yang berdampak negatif pada hubungan antara mertua, menantu, dan anak dewasa,” ujar Dr. Dalgleish, dikutip dari Parade, Kamis (18/12/2025).
Namun, jika dibiarkan, perilaku tersebut dapat memicu konflik, rasa tidak aman, hingga keretakan hubungan dalam keluarga inti.
Berikut enam kebiasaan toxic mertua yang perlu dihentikan agar hubungan keluarga tetap sehat dan harmonis.
6 Kebiasaan toxic mertua yang diam-diam merusak rumah tangga
1. Menganggap menantu sebagai orang luar
Salah satu kebiasaan toxic mertua yang paling sering terjadi adalah memandang menantu sebagai pihak luar dalam keluarga.
Bentuknya bisa berupa tidak mengundang menantu ke acara keluarga, mengabaikan pendapatnya, atau membuatnya merasa tidak sepenuhnya diterima.
“Meski menantu bukan anak kandung, ia adalah sosok penting bagi anak dewasa kamu,” kata Dalgleish.
Ia menegaskan, menantu perlu disambut sebagai bagian dari keluarga, termasuk diberi ruang untuk ikut dalam tradisi keluarga sekaligus membangun tradisi baru.
Menurutnya, kebiasaan toxic mertua yang mengecualikan menantu justru akan memaksa anak untuk memilih antara pasangan atau orangtua, dan pada akhirnya berpotensi menciptakan jarak emosional.
2. Gemar membandingkan keluarga
Membandingkan keluarga sendiri dengan keluarga menantu juga termasuk kebiasaan toxic mertua yang sering tidak disadari.
Komentar seperti membandingkan cara pengasuhan, tradisi, atau intensitas kebersamaan bisa melukai perasaan menantu.
“Lepaskan kebiasaan membandingkan, dan fokuslah membangun hubungan yang ingin kamu miliki dengan anak dan menantu,” ucap Dalgleish
Kebiasaan toxic mertua ini kerap menimbulkan rasa tidak pernah cukup baik di pihak menantu dan memperbesar potensi konflik dalam rumah tangga.
3. Menyalahkan menantu atas batasan pasangan
Ketika pasangan menetapkan batasan, tidak jarang mertua langsung menyalahkan menantu. Menurut Dalgleish, ini adalah bentuk kebiasaan toxic mertua yang sangat merusak.
“Menyalahkan menantu sering kali dilakukan karena seseorang tidak nyaman memproses emosinya sendiri,” ujarnya.
Ia menekankan, batasan adalah keputusan bersama pasangan, bukan semata-mata keinginan menantu. Menghentikan kebiasaan toxic mertua ini penting demi menjaga rasa saling menghormati.
4. Hanya berkomunikasi lewat menantu
Sekilas terlihat melibatkan, tetapi menjadikan menantu sebagai satu-satunya penghubung komunikasi juga merupakan kebiasaan toxic mertua.
Dalgleish mencontohkan, yaitu mertua yang mengatur acara keluarga atau menanyakan kabar anak hanya melalui menantu.
“Ini menempatkan menantu dalam peran pengelola keluarga yang seharusnya menjadi tanggung jawab anak dewasa dan orangtuanya,” jeleas dia.
Kebiasaan toxic mertua ini dapat membebani menantu secara emosional dan memicu konflik yang seharusnya bisa dihindari dengan komunikasi langsung.
5. Mertua yang merendahkan peran diri sendiri
Merasa tidak lagi penting setelah anak menikah juga termasuk kebiasaan toxic mertua. Sikap ini bisa muncul dalam bentuk menarik diri berlebihan atau merasa tersisih.
“Anda tetap penting dan akan selalu menjadi orangtua,” tegas Dalgleish.
Namun, ia menyatakan, peran orangtua memang berubah, dan penting bagi mertua untuk membangun identitas serta kehidupan sendiri di luar peran sebagai orangtua.
Kebiasaan toxic mertua ini sering kali memicu rasa bersalah pada pasangan muda dan menciptakan ketegangan yang tidak perlu.
6. Hanya fokus pada cucu
Mencintai cucu tentu wajar, tetapi mengabaikan hubungan dengan anak dan menantu adalah kebiasaan toxic mertua yang perlu dihentikan.
“Jika mertua hanya tertarik pada cucu, hal ini dapat merusak hubungan dengan orangtua anak tersebut,” terang Dalgleish.
Ia menambahkan, hubungan yang sehat dengan anak dan menantu justru akan mempermudah terciptanya kedekatan dengan cucu.
Kebiasaan toxic mertua, sekecil apa pun, dapat berdampak besar pada keharmonisan rumah tangga.
Menyadari dan menghentikan pola-pola ini bukan hanya bermanfaat bagi menantu, tetapi juga bagi mertua sendiri agar hubungan keluarga tetap hangat, sehat, dan saling menghargai.
Dengan empati, komunikasi yang sehat, serta penghormatan terhadap batasan, dinamika mertua dan menantu tidak harus selalu identik dengan konflik.
Sebaliknya, hubungan tersebut bisa tumbuh menjadi sumber dukungan yang memperkuat ikatan keluarga.
Tag: #waspadai #kebiasaan #toxic #mertua #yang #diam #diam #merusak #rumah #tangga