Mengapa Anak di Bawah 16 Tahun Dinilai Belum Siap Bermedia Sosial?
- Anak di bawah usia 16 tahun dinilai belum memiliki kesiapan mental untuk bermedia sosial secara bebas.
Paparan informasi yang terlalu luas dan tidak terseleksi berisiko mengganggu perkembangan psikologis mereka.
Hal ini diungkapkan oleh Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Ayank Irma yang menilai pembatasan akses media sosial bagi anak di bawah 16 tahun, seperti yang diterapkan di Australia, dapat dipahami dari sudut pandang perkembangan mental anak.
Ia mengatakan, pembatasan dari otoritas dapat lebih efektif dibandingkan hanya mengandalkan kontrol orangtua di rumah.
“Sebetulnya aku termasuk yang cukup setuju bila memang ada pembatasan itu dari pihak otoritas,” ujar Ayank saat ditemui dalam acara grand opening Playclub by Buumi di Urban Forest Cipete, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
“Karena selama ini ketika orangtua membatasi, tetap saja sirkulasi informasi itu tetap bisa masuk ke dalam sistem internet dan lain sebagainya,” tambahnya.
Anak di bawah 16 tahun belum siap secara mental
Menurut Ayank, salah satu alasan utama pembatasan media sosial adalah kesiapan mental anak yang belum matang untuk menerima berbagai informasi di luar konteks kebutuhan mereka.
Ia menjelaskan bahwa secara psikologis, anak di bawah usia 16 tahun masih berada dalam tahap perkembangan yang membutuhkan batasan jelas.
“Secara kesiapan mental, mereka di umur 16 tahun belum siap secara mental untuk menerima informasi yang di luar konteks pendidikan dan hiburan,” kata Ayank.
Paparan informasi yang terlalu luas dapat membuat anak kesulitan memilah mana yang relevan, aman, dan sesuai dengan tahap perkembangan mereka.
Kebutuhan anak di bawah 16 tahun masih seputar pendidikan dan hiburan
Ayank menekankan, bahwa kebutuhan utama anak dalam menggunakan gawai sebenarnya sangat terbatas.
Menurutnya, penggunaan gadget pada anak idealnya diarahkan pada literasi pendidikan dan hiburan yang memiliki nilai positif.
“Kalau kita lihat kebutuhannya, penggunaan gadget atau sesuatu itu lebih banyak kepada literasi ke arah pendidikannya dan hiburan yang memang bermanfaat, karena itu saja sebetulnya kebutuhan anak-anak,” jelasnya.
Konten di media sosial yang tidak terkurasi dinilai sering kali berada di luar kebutuhan tersebut dan berpotensi membebani psikologis anak.
Risiko yang lebih besar dibandingkan manfaatnya
Dalam penilaiannya, Ayank menyebut bahwa penggunaan media sosial pada usia dini cenderung membawa lebih banyak dampak negatif dibandingkan manfaatnya.
“Karena lebih banyak efek buruknya dibandingkan sesuatu yang memang sangat bermanfaatnya,” kata Ayank.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa kebijakan pembatasan tetap perlu dikaji secara ilmiah dan berkelanjutan agar sesuai dengan kebutuhan anak di era digital.
“Nah itu perlu diriset lagi,” tuturnya.
Ayank menilai, yang terpenting adalah memastikan anak mendapatkan akses digital yang sejalan dengan kebutuhan perkembangan mental dan psikologisnya, bukan sekadar mengikuti arus teknologi tanpa batas yang jelas.
Pembatasan dinilai sebagai langkah preventif
Adapun Ayank memandang kebijakan pembatasan media sosial sebagai langkah pencegahan untuk melindungi perkembangan anak, bukan semata-mata larangan.
Ia menilai, tanpa pembatasan bantuan dari negara, anak akan terus terpapar informasi yang sulit dikendalikan oleh orangtua.
“Jadi artinya kalau misalnya negara kita mengambil sikap untuk membatasi itu, ya itu sebuah langkah yang sangat proaktif,” ujarnya.
Menurut Ayank, pembatasan diperlukan untuk mencegah munculnya berbagai masalah perkembangan pada anak.
Tag: #mengapa #anak #bawah #tahun #dinilai #belum #siap #bermedia #sosial